Klikhijau.com – Kuliner Sulawesi Selatan (Sulsel) memang cukup beragam. Meski beragam, rasanya tetap satu, enak. Karena itu, semuanya perlu dicoba. Apalagi kuliner yang namanya nasu palekko. Sahabat hijau akan menyesal jika tidak pernah mencobanya.
Hanya saja, saat mencobanya. Bersiaplah untuk mencobanya kedua kalinya. Sebabnya, kuliner ini bikin nagih.
Nasu palekko, awalnya lauk yang diolah dari daging itik atau bebek. Namun, dalam perkembangannya, daging ayam pun ikut diolah menjadi nasu palekko. Dan hasilnya tetap maknyus.
Bagaimana kisahnya sehingga dinamai nasu palekko. Nama ini terdiri dari dua kata, yakni nasu dan palekko. Jika dilihat dari namanya, yakni nasu. Jelas kuliner ini berasal dari tanah Bugis, bukan dari Makassar.
Nasu dalam bahasa bugis memiliki arti masak atau memasak. Sementara palekko memiliki dua versi, yakni likku atau lengkuas. Lengkuas adalah salah satu bahan pokok dalam membuat nasu palekko.
Sementara versi kedua dari kata palekko, yakni tungku, yang dalam bahasa Bugis disebut Palakko.
Namun, ada pula versi lain yang meyakini bahwa Palekko berasal dari kata lekko. Lekko dalam bahasa Bugis artinya dipatahkan. Versi ini sepertinya merujuk pada daging bebek, itik atau ayam yang akan diolah jadi nasu palekko dalam ukuran kecil.
Bukan itu saja, masih ada versi yang mengiringi kuliner bercita rasa pedas ini, yakni dinamai palekko karena kuliner ini dibuat di wajan yang dalam bahasa Bugis disebut ‘panguttu’.
Nardun (2016) menerangkan bahwa kuliner ini adalah khas masakan dari Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) yang dikerjakan oleh kaum-kaum remaja pada awalnya kini menjadi suatu makanan favorit di Kabupaten Sidrap.
Kuliner ini adalah suatu masakan yang berbahan baku itik— itu dulu dan merupakan masakan tradisional yang dapat memberikan rasa puas kalau kita menikmatinya.
Pertama kali diperkenalkan di Pinrang
Beberapa sumber menyebutkan jika kuliner ini pertama kali dikenalkan di Pinrang oleh seorang peternak asal Sidrap yang kala itu beternak di wilayah Pinrang.
Konon, masyarakat Sidrap memang memiliki kebiasaan berpindah-pindah saat beternak bebek hingga ke Pinrang yang secara geografis berbatasan langsung dengan Sidrap.
Para peternak itik dari Sidrap yang menggunakan sawah masyarakat Pinrang kemudian menyajikan palekko kepada pemilik sawah sebagai ucapan terima kasih.
Saat ini, kuliner ini telah menyebar ke seluruh Sulsel, baik di kota maupun di desa. Sahabat hijau akan mudah menemui olahan nasu palekko.
Pada awalnya kuliner ini menggunakan bumbu yang sederhana, yakni bawang, kunyit, cabai, lengkuas, daun salam, dan merica.
Meski menggunakan bumbu yang banyak. Namun, rasa nasu palekko terasa menyatu dengan semua bumbunya.
Pada perkembangan selanjutnya, nasu palekko lebih umum disebut palekko saja. Kata nasu dihilangkan. Kuliner satu ini akan lebih mantap disantap menggunakan nasi hangat.
Hanya yang perlu dicatat, saat menyantap palekko. Sahabat hijau perlu menyiapkan tisu dan air. Sebab sangat mungkin rasa pedasnya akan memelerkan ingus dan mengucurkan keringat.
Namun demikian, rasa pedas bisa saja disesuaikan dengan selera. Hal yang perlu diingat perihal kuliner ini adalah ciri khasnya, yakni pedas, sehingga dengan menghilangkan rasa pedasnya maka ciri khas dari palekko akan menghilang.