Pohon Langit di Borong Karamaka

oleh -176 kali dilihat
Ilustrasi-foto/Ist
alfian nawawi

Borong Karamaka benar-benar sunyi dan tenang, jauh dari gemuruh peradaban manusia. Pepohonan yang menjulang tinggi berbisik dalam diam, angin yang menelusuri dedaunan seolah membawa rahasia dari masa yang jauh.

Fira berdiri di tengah hutan, dikelilingi oleh akar-akar yang tampak hidup dan cabang-cabang yang menjangkau langit. Di hadapannya, Pohon Langit, sosok raksasa yang telah berusia entah berapa ribu atau jutaaan tahun, menjulang dengan keagungan yang sulit dipahami. Bagi masyarakat Ammatoa Kajang, hutan ini adalah lebih dari sekadar pohon—ia adalah penjaga keseimbangan antara langit dan bumi, penghubung antara dunia manusia dan dunia para leluhur.

Namun, Fira, gadis Bandung dan mahasiswa astronomi dari Universitas Yale, tidak melihat pohon ini dengan cara yang sama. Di balik keheningan hutan dan mitos yang mengitarinya, ia menangkap sesuatu yang lebih konkret—sinyal elektromagnetik yang tidak bisa dijelaskan oleh pengetahuan manusia biasa. Frekuensi yang ia tangkap beberapa bulan sebelumnya berasal dari sini, dari tengah hutan ini, di mana Pohon Langit berdiri. Frekuensi yang aneh, seperti pesan yang datang dari kedalaman bumi atau mungkin dari luar angkasa. Pesan yang menunggu untuk dipecahkan.

Namun, sebelum dia melangkah lebih jauh ke dalam hutan, Ammatoa—pemimpin adat Kajang—menghentikannya. “Hutan ini bukan untuk orang luar,” suara Ammatoa terdengar berat, penuh dengan keyakinan yang tak tergoyahkan. “Kau tak akan mengerti apa yang dijaga oleh pohon ini. Keseimbangan di sini harus dijaga. Ini bukan hanya soal manusia dan alam, ini soal batas-batas yang tidak boleh dilanggar.”

KLIK INI:  Sepasang Mata Hujan

Fira mengingat kata-kata Ammatoa dengan jelas. Wajah tua itu penuh dengan kebijaksanaan, namun juga ketakutan. “Tanah ini adalah tanah asal,” katanya pelan, namun tegas. “Dari tanah inilah Sang Maha Pencipta mengambil segenggam untuk membentuk manusia pertama. Pohon ini adalah penjaga. Mereka yang mencoba mengganggu keseimbangan akan menghadapi kemarahan yang tak terelakkan.”

Tetapi Fira, dengan latar belakang ilmiah dan skeptisisme yang telah ditanamkan sejak awal pendidikannya, merasa bahwa ada lebih dari sekadar mitos di balik pohon ini. Ia telah mempelajari fenomena alam dan kosmos selama bertahun-tahun, dan sinyal yang diterima dari pohon ini bukanlah kebetulan. Ia melihatnya sebagai pesan yang tersembunyi, mungkin jejak teknologi yang hilang atau sisa-sisa dari peradaban kuno yang telah lama lenyap dari sejarah.

Kata-kata Ammatoa bergaung di pikirannya, namun ketertarikan ilmiahnya jauh lebih kuat daripada peringatan leluhur yang tak kasat mata. Pohon ini memancarkan sinyal, dan sinyal itu harus dipecahkan. Tanpa peduli pada risiko yang mungkin ia hadapi, Fira melangkah lebih dalam ke dalam hutan, setiap langkahnya seolah membawa dirinya semakin dekat ke inti misteri yang tak seorang pun dapat menjelaskan.

Monitor di tangannya terus berdengung. Frekuensi yang ia tangkap semakin kuat, semakin jelas. Pola-pola yang tadinya tampak acak mulai membentuk sesuatu yang lebih teratur, seolah-olah ada sistem di baliknya, sebuah kecerdasan yang mencoba mengirimkan pesan. Fira merasa tanah di bawah kakinya mulai bergetar perlahan, getaran yang halus namun terasa menembus tubuhnya. Ada sesuatu yang hidup di bawah tanah ini—sesuatu yang bukan sekadar akar atau batu. Sesuatu yang jauh lebih dalam.

KLIK INI:  Tak Maukah Kau Menciumiku Sekali Saja?

Ia teringat penelitiannya tentang pohon-pohon tertua di dunia—Redwood di California, Boabab di Afrika Selatan, Pohon Ginkgo di Cina. Semua pohon ini telah hidup ribuan tahun, menyimpan sejarah dan perubahan bumi di setiap serat kayunya. Tapi Pohon Langit ini berbeda. Ada sesuatu yang tidak terlihat, sesuatu yang tersembunyi di bawah permukaannya.

Saat Fira menyentuh batang pohon itu, getaran yang terasa semakin kuat. Sebuah cahaya lembut mulai memancar dari dalam pohon, seolah-olah pohon itu merespons sentuhannya. Akar-akar yang menjalar di bawah tanah mulai bersinar samar, dan monitor di tangannya mulai menangkap sinyal-sinyal yang semakin intens.

Dunia di sekitarnya tetiba bergetar. Fira merasakan tubuhnya menjadi ringan, seolah-olah gravitasi tak lagi mempengaruhinya. Ia menutup matanya sesaat, dan ketika ia membukanya kembali, pemandangan di hadapannya telah berubah. Akar-akar yang sebelumnya diam, kini tampak bergerak, menjalar tidak hanya ke dalam tanah tetapi juga ke luar angkasa. Di depan matanya, ia melihat jaring-jaring energi yang menghubungkan setiap pohon kuno di dunia—Redwood, Boabab, Ginkgo—semua terhubung dalam jaringan kosmik yang tak terlihat oleh mata manusia biasa.

Fira merasa dirinya tersedot ke dalam jaring energi itu. Cahaya-cahaya yang memancar dari akar-akar pohon membawanya ke dalam dimensi lain, sebuah dimensi yang lebih tinggi dari yang pernah ia bayangkan. Dimensi kelima, pikirnya. Sebuah dimensi yang melampaui ruang dan waktu, tempat peradaban maju seperti Lemuria dan Atlantis mungkin masih ada, tersembunyi dari dunia manusia.

Ia melihat kota-kota peradaban maju yang tersembunyi di balik tabir dimensi kelima. Pohon-pohon besar yang serupa dengan Pohon Langit berdiri di pusat kota-kota itu, menjadi pusat dari energi yang mengalir ke seluruh alam semesta. Di sekelilingnya, Fira melihat sosok-sosok yang bekerja di sekitar pohon-pohon itu, menyesuaikan perangkat energi yang tak terlihat, seolah-olah mereka sedang berkomunikasi dengan kecerdasan yang lebih tinggi.

KLIK INI:  Ikan Tak Menangis

Namun, ada sesuatu yang salah. Sebuah kesalahan besar terjadi di masa lalu, yang menyebabkan kehancuran peradaban-peradaban itu. Dan kini, pohon-pohon ini, yang masih berdiri tegak di dunia manusia, menyimpan rahasia yang telah lama terlupakan—rahasia yang bisa membawa kebangkitan atau kehancuran.

Ketika penglihatannya memudar, Fira menemukan dirinya kembali di hadapan Pohon Langit. Monitor di tangannya terus berdengung, sinyal-sinyal semakin intens. Cahaya dari akar-akar pohon semakin terang, dan tanah di sekitarnya mulai bergetar. Ia merasa ada sesuatu yang menariknya ke dalam, sesuatu yang tidak dapat ia jelaskan. Akar-akar pohon itu melingkari kakinya, perlahan menariknya ke dalam tanah.

Suara halus namun kuat berbicara dalam benaknya:

“Kau adalah kunci. Gerbang ke dimensi kelima telah terbuka. Keseimbangan antara dunia-dunia ada di tanganmu.”

Fira mencoba melawan, tetapi tubuhnya terasa lemah. Energi dari pohon itu terlalu kuat. Akar-akar semakin erat melilit tubuhnya, menariknya ke bawah, menyatu dengan tanah. Dan saat ia terserap ke dalam kegelapan, Fira menyadari kebenaran yang mengejutkan—ia bukan hanya menemukan rahasia ini, tetapi ia adalah bagian dari rencana yang lebih besar. Keseimbangan kosmos telah terganggu, dan ia adalah penghubung antara dimensi-dimensi yang tak terlihat.

Di antara akar-akar yang melintasi ruang dan waktu, dari bumi hingga dimensi kelima, Fira kini menjadi bagian dari jaringan kosmik yang menjaga keseimbangan dan mengguncang alam semesta.

Getaran itu semakin kuat, dan seketika, Fira merasakan sesuatu menariknya, mencabutnya dari kenyataan. Dunia di sekelilingnya berputar cepat, cahaya dan bayangan berbaur menjadi satu, dan sebelum ia menyadari apa yang terjadi, Fira terlempar ke dalam jurang waktu yang tak terjangkau.

KLIK INI:  Tangan Tuhan di Dua Musim

Ketika Fira membuka matanya, ia tidak lagi berada di hutan Borong Karamaka. Ia melihat dirinya berada di tengah kota kuno yang tertutup oleh kabut misterius. Kota ini bukanlah milik dunia modern—jalan-jalannya dipenuhi dengan arsitektur yang belum pernah ia lihat, dan di pusatnya berdiri pohon-pohon besar seperti Pohon Langit. Orang-orang di sekitarnya berjalan tanpa suara, dengan pakaian yang tampak berasal dari zaman yang hilang. Lemuria, pikir Fira. Ini adalah peradaban kuno yang selama ini dianggap mitos. Pohon-pohon yang ada di kota ini tampak seperti pengatur energi, menyebarkan kekuatan ke seluruh penjuru kota.

Namun, sebelum ia bisa memahami lebih jauh, dunianya kembali berputar. Kali ini, ia terlempar ke masa depan, ke masa di mana gedung-gedung menjulang tinggi seperti menara dari logam dan kaca, tetapi di tengah kota itu masih berdiri pohon-pohon besar yang tampak tidak tersentuh oleh waktu. Pohon-pohon itu, seperti di Lemuria, adalah pusat energi. Teknologi masa depan ini tampaknya bergantung pada kekuatan yang berasal dari pohon-pohon kuno.

Setiap kali ia mencoba memahami di mana ia berada, Fira terlempar lagi, dan lagi—melintasi batas-batas waktu, melihat masa depan dan masa lalu berbaur dalam kilasan yang membingungkan. Pohon-pohon ini adalah penghubung, bukan hanya antara bumi dan langit, tetapi antara masa lalu, masa kini, dan masa depan. Mereka adalah pintu gerbang, jaring yang menjaga keseimbangan kosmik.

Dengan satu hentakan yang kuat, Fira terlempar kembali. Ketika ia membuka matanya, ia menemukan dirinya tidak lagi berada di hutan. Ia berada di dalam laboratorium observatorium Yale. Di sekelilingnya, peralatan ilmiah berdering pelan, seperti tidak ada yang berubah. Namun, Fira tahu ada sesuatu yang berbeda. Ia merasakan waktu dan ruang telah melingkar di sekelilingnya, seolah-olah ia telah tersentuh oleh kekuatan yang lebih besar dari apa pun yang bisa dijelaskan oleh sains.

KLIK INI:  Perempuan Kabut

Monitor di mejanya menunjukkan sinyal-sinyal yang pernah ia tangkap dari hutan Borong Karamaka, tetapi kini sinyal itu tampak berbeda—lebih teratur, lebih jelas. Ada pola di sana, pola yang kini ia pahami. Pohon-pohon itu, Pohon Langit, dan pohon-pohon kuno lainnya di seluruh dunia, bukan hanya bagian dari alam; mereka adalah simpul dalam jaringan yang melintasi dimensi waktu dan ruang.

Fira menatap layar di hadapannya dengan perasaan yang campur aduk antara kekaguman dan ketakutan. Apa yang ia alami di hutan itu? Apakah semua hanya ilusi, atau ia benar-benar telah terlempar ke dimensi waktu yang berbeda? Monitor terus berdengung, dan sinyal itu masih ada, memanggilnya kembali—seolah-olah petualangannya di luar dimensi baru saja dimulai. Ia mengecek jam di handphone. Benar, ia terlempar ke sehari sebelum memutuskan berangkat ke Indonesia, menemui Pohon Langit.

Di antara waktu yang terlipat dan ruang yang mengembang, Fira menemukan dirinya tidak lagi terikat oleh batas-batas dunia biasa. Ia adalah saksi dari kekuatan yang tak bisa dijelaskan, sebuah kunci yang membuka pintu menuju masa lalu dan masa depan, yang tersimpan di antara akar-akar pohon yang menjulang dari bumi hingga langit.*

KLIK INI:  Setangkai Bunga Surga