Perempuan Kabut

oleh -49 kali dilihat
Tanah Duka, Tanah Luka
Ilustrasi-foto/Pixabay
Irhyl R Makkatutu
Latest posts by Irhyl R Makkatutu (see all)

Pembabat Pohon

 

Mencari orang paling bodoh di kampung kami bukanlah pekerjaan rumit. Itu sejak Sanamang pulang kampung. Tiga atau empat tahun lalu.

Sanamang, begitu saja orang kampung menamai lelaki bernama asli Abdul Rajab itu. Ia adalah mahasiswa paling abadi di kampung kami.

Sejak kuliah, kabar kapan ia wisuda tak pernah mampir ke telinga warga. Ketika Virus Corona datang beternak ketakutan di kepala, ia pulang kampung. Dan tak pernah lagi berminat kembali ke kota.

Pulang kampungnya Sanamang bukanlah berita menggemparkan. Dianggap wajar saja. Yang menggemparkan apa yang ia lakukan.

KLIK INI:  Memancing Bekas Bibirmu

Cengkeh warisan orang tuanya yang berjumlah 593 pohon itu, yang berbatasan langsung dengan jalan raya dibabat habis. Hanya menyisakan 17 pohon saja.

Sejak itulah, orang-orang menjulukinya orang paling bodoh di kampung kami. Tak ada orang tua yang rela menjadikannya menantu. Orang-orang menjauhinya, takut kebodohan Sanamang menjalar.

Cengkeh adalah investasi maha penting di kampung kami. Dan Sanamang menebangnya, nyaris tanpa sisa. Ia adalah orang yang paling durhaka kepada orang tuanya. Tak menghargai pengorbanan mereka.

Setelah pohon cengkeh ditebangi. Sanamang menanaminya dengan berbagai jenis tumbuhan yang tak memiliki nilai, mulai balimassang hingga rumput pecut kuda.

Ia juga menanaminya beberapa pohon buah. Aktivitas Sanamang itu, membuatnya selain digelari orang paling bodoh, ia juga mendapat gelar orang stres. Stres karena tak selesai kuliah.

KLIK INI:  Pisang Goreng Hilang di Meja Tamu

Namun, Minggu lalu, eks kebun cengkeh Sanamang kedatangan mahasiswa dari luar negeri. Jumlahnya 21 orang–mereka menginap selama seminggu di eks kebun cengkeh itu. Dan Sanamang panen uang dari kunjungan itu.

Begitu mahasiswa tersebut pulang, sebuah mobil baru terparkir di halaman rumahnya.

Orang-orang mencurigai Sanamang telah menjual kampung kami kepada orang luar negeri.

Mungkin satu-satunya orang yang tak menganggap Sanamang orang bodoh dan stres. Hanyalah aku, Harini.

Aku juga tak curiga ia telah menjual kampung kami. Sanamang hanya memanfaatkan kekayaan alam kampung kami yang tak terlihat selama ini.

Diam-diam aku sering berdoa, semoga berjodoh dengan Sanamang. Tentu itu akan jadi berita menghebohkan di kampung kami.

Orang-orang akan mendapati dua orang bodoh, aku dan Sanamang.

tandabaca, November 2024

KLIK INI:  Pohon Air Mata

Perempuan Kabut

 

Tak ada yang paling dinanti selain kabut. Tak ada. Bahkan ketika suaminya pergi merantau ke Kalimantan. Ia nyaris tak menanti kepulangannya.

“Selagi ada kabut, aku akan baik-baik saja.” Jawaban itu selalu berulang setiap ada yang bertanya kabarnya.

Selalu menemukan kata paling mengiris saat berdoa, agar tak pernah ada kemarau di kampungnya. Ia hanya ingin ada musim hujan. Sebab kabut hanya lahir dari hujan. Seperti dirinya.

Ia lahir saat kabut mengepung kampungnya di lereng gunung itu. Gunung yang tak pernah ditinggalkan oleh kabut.

KLIK INI:  Tersebutlah Daun Bandotan

Dua atau tiga jam setelah lahir, kabut membawa ibunya entah ke mana. Tak ada yang menemukannya hingga kini. Diusianya yang telah beranak tiga.

Ketika anak ketiganya lahir, kabut tebal turun. Ia berharap akan menghilang dalam kabut seperti ibunya. Tapi, gagal.

Itu kabut tebal terakhir yang ia ingat. Sebab sejak saat itu, kabut mulai jarang berkunjung. Hujan pun senasib. Kabut di puncak gunung menipis.

Dan ia mulai sering sakit-sakitan.

Keseringan sakit membuat suaminya pulang dari rantau. Namun, karena kabut semakin jarang hadir, sakitnya tak sembuh-sembuh.

Lalu ia mendapat kabar, jika di kota J, setiap hari kabut turun. Sangat tebal. Ia ingin pindah ke kota itu.

“Itu bukan kabut, Ma. Itu polusi udara,” jelas suaminya. Penjelasan itu diabai. Ia tetap ingin pindah ke kota J. Ia ingin kembali menikmati kabut dalam wajah yang lain.

tandabaca, November 2024

KLIK INI:  Kecuali Sampah di Kepala