Kakak Pramuka dan Perihal Api Bekerja

oleh -172 kali dilihat
Kakak Pramuka dan Cerita Perihal Api
Ilustrasi - Foto: Unsplash
Ishak Andi Kunna

Klikhijau.com – Siang terik. Matahari di atas kepala lewat sedikit. Pukul 13.00, matahari sedang menanak panasnya. Ternyata panas bisa mengeluarkan air, air keringat. Keringat itu asin, setelah menguap ia berubah lagi menjadi serbuk garam berwarna putih. Rupanya, panas dapat merubah rasa. Termasuk merubah warna, juga bentuk. Begitu sempurnanya hukum alam ini.

Seorang kakak laki-laki, berdiri dihadapan para kakak, sama-sama berbaju coklat, atasnya coklat kemudaan, bawahnya coklat ketuaan. Mereka biasa dipanggil Kakak Pramuka.

Pukul 14.00. Ketua Kwartir Cabang Gowa Saka Wana Bakti, akrab di panggil Kak Iman berada diantara mereka.

Pada acara Raimuna Cabang Kwartir Cabang Gowa. Terdengar, Kak Iwan menjelaskan tentang hutan beserta hasilnya. Ia menceritakan Lebah Madu, salah satu hasil hutan bukan kayu.

Setelah 30 menit bercerita, kira-kira, Ia memanggil sebuah nama. Sebut saja Kak Ishak.

“Selanjutnya, kita persilahkan Kak Ishak untuk menyampaikan materinya.” Begitu katanya sambil menyerahkan mic.

Mic berpindah tangan. Kak Ishak gantian memegang mic. Kak Ishak itu saya.

KLIK INI:  Perjalanan Menuju Laut

Saya mengikuti Kak Iman, berdiri di hadapan para kakak pramuka. Usia mereka rata-rata masih anak sekolah menengah tingkat atas. Mereka duduk bersila, di pinggir lapangan berlantai semen. Gerak mata mereka kompak, memandang saya, juga memandang stand di belakang. Stand itu bertuliskan “Saka Wana Bakti Kehutanan.”

Saya bercerita kira-kira setengah jam, tapi rasa-rasanya satu jam. Entah. Selalu seperti itu, butuh moderator agar tempo teratur. Tapi tidak ada, karena bukan panel.

Secara spesifik, saya bercerita tentang satu tema kehutanan, yakni pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

Dalam rentang waktu itu, saya terus bercerita panjang. Banyak hal tentang api, hutan, air, juga manusia. Mungkin, lebih tepatnya curhat. Bukan mencurahkan hati, tapi mencuri perhatian para kakak pramuka itu. Mereka masih remaja. Saya paruh baya

Itu terbukti, sebagian dari mereka cukup paham teori segi tiga api. Sebuah teori yang menyatakan bahwa, kebakaran terjadi karena perpaduan tiga unsur, yakni : unsur panas, unsur bahan bakar (material yang berpotensi terbakar) dan unsur udara (oksigen).

KLIK INI:  Perihal Karhutla, Presiden Jokowi: Pencegahan Lebih Efektif

Jika ketiga unsur itu tidak bertemu dalam satu waktu dan tempat yang sama, maka api tidak mewujud, atau kebakaran mustahil terjadi.

Mari kita buat percobaan serupa seorang ilmuan dengan beberapa ilustrasi.

Seandainya, kertas basah di suatu tempat, tidak terpapar panas, bisakah terjadi kebakaran?

Lanjut, seandainya kertas itu di panasi hingga mencapai derajat tertentu, namun tidak mendapat suplay udara karena berada di dalam botol kaca yang tertutup rapat. Bisakah terjadi kebakaran?

Terakhir, bisakah air yang mengandung kadar oksigen dapat terbakar setelah dipanasi?

Hingga saat ini, saya masih meyakini teori itu benar adanya.

“Tapi kak, bagaimana bisa terbakar jika tidak ada yang memicu panas.? Apakah rumput kering otomatis terbakar setelah dipanasi matahari?” Tanya seorang kakak perempuan saat waktu ber-dialektika tiba. Ahh canggih dan ketinggian.

KLIK INI:  Sajadah Subuh di Akar Walenreng

Maksudnya ketika ada sesi diskusi, tanya jawab untuk pendalaman. Panggil dia Kak Isma yang bertanya itu.

Dengan senyum tipis, saya menjawab “Manusia!!! yah manusia, sebagai pemicu sekaligus penyebab utama kebakaran hutan dan lahan terjadi di negeri kita yang tercinta ini. Indonesia”

“Manusia yang mana kak” Lanjut Kak Isma.

Pertanyaan ini membuat saya agak terdiam, lalu menjawabnya “ Manusia yang sengaja dan lalai kak. Banyak contoh untuk menjelaskan itu, meskipun rumit.”

Saya menutup pertanyaan kumpulan kepala-kepala yang penasaran di tengah hantaman gelombang panas matahari.

Waktu terus berlalu, matahari pun meredakan panasnya. Saatnya menyelesaikan tugas.

Menutup diskusi, sembari berefleksi, saya mengenang seorang kakak pramuka di masa sekolah dulu. Katanya dengan suara yang agak rapuh “Di Pramuka, apa yang membuat kita semua sama tanpa perbedaan?”

Tidak ada yang menjawab, semua terdiam.

“Siapapun dan apapun kita, ketika mengenakan seragam pramuka, maka anda akan di panggil kakak. Pramuka tidak melihat status, usia, kelamin juga jabatan anda. Kita semua melebur lalu menyatu sebagai seorang kakak” Tutupnya.

*Segala doa terbaik buat Kak Bakri Pallao. Teriring Al-Fatihah untuk mu.