- Tangan Tuhan di Dua Musim - 04/05/2025
- Kayu Bitti, Penyelamat Perahu Pinisi - 26/04/2025
- Keladi Hias dan Ibu - 05/04/2025
Tangan Tuhan di Dua Musim
senja tiba bersama kabut menuju malam. dan hujan mengintip di jendela langit
gigil mulai meremasi tubuh yang lupa mandi sore. bau keringat dan aroma kopi yang baru dipetik menempel di ketiak
tahun-tahun selalu berkejaran. antara panas dan hujan. di antara keduanya, hujanlah bersetia bermukim di mata
kehadiran hujan adalah tangan tuhan mengusap ubun para petani. dan ketiadaan kemarau adalah tangan tuhan yang memetik cengkeh dan kopi lebih awal dari masa panen
Kindang, 4 Mei 2024.
Yang Dirampas Hujan
harusnya sejak tadi kau pejamkan mata. saat cui-cui menyembunyikan kepala ke dalam sayapnya.
mendung sejak senja mengantar banyak duri ke dalam kepalamu. duri itu menusuk semua sisi dari tubuhmu. lelapmu menghilang jauh ke dalam bara api
kali kecil di depan rumahmu, sewaktu-waktu bisa mengirim air mata langit yang merindu bumi.
air itu tak hanya membawa rindu, juga segala lumpur, sampah, ranting, dan semua ketakutan.
lelap tak datang bermalam-malam, saat hujan berubah air mata
Kindang, Mei 2025
Selain Bumi
ke mana kau pergi saat hutan tak lagi menyimpan air?
saat matahari tiba di kepalamu tanpa perantara daun-daun.
kau tak bisa berlama-lama dalam pelukan. keringat bisa merampas napasmu yang hanya satu itu.
tak ada umur panjang yang dijual. pun tak ada bumi lain selain yang kau pijaki saat ini.
ke mana kau pergi ketika bumi tak lagi berbelas kasih kepadamu?
sebab kau mengencinginya di mana-mana
Kindang, Mei 2025
Sebab Puntung Rokok
aku sedang menunggu lampu kau padamkan. aku hanya ingin meraba hidungmu. apakah napasnya masih air atau telah jadi api
kemarin kau membuang puntung rokok di kebun. apinya masih menyala
“akan padam dengan sendirinya,” katamu.
malamnya api menjilat-jilat rambutmu. dan napasmu terasa sangat panas
Kindang, Mei 2025