Daur Ulang Sampah Plastik Global Stagnan?

oleh -16 kali dilihat
Program Bersih Indonesia, Ambisi Menuju Indonesia Nol Sampah Plastik
Ilustrasi sampah plastik - Foto/Pixabay

Klikhijau.com –  Daur ulang dianggap solusi paling jitu mengurangi sampah plastik. Jadinya, lingkungan akan lebih steril dari sampah bebal itu. Pun, produksi plastik yang baru dapat dikurangi.

Seruan daur ulang plastik pun bergaung di mana-mana. Meski begitu, rasanya seperti sia-sia saja. Itu jika merujuk pada penelitian terbaru  yang menemukan bahwa jumlah sampah plastik yang didaur ulang secara global berjalan di tempat alias stagnan di angka 9%.

Akibatnya, plastik baru tetap diproduksi, yang kita semua tahu sebagian besar terbuat dari  bahan bakar fosil.

Penyebab daur ulang plastik stagnan adalah kontaminasi makanan dan label pada plastik membuat beberapa plastik lebih sulit didaur ulang, sementara kompleksitas dan keragaman bahan tambahan dalam bahan plastik menjadi kendala lainnya.

KLIK INI:  Ekosistem Mangrove Berperan Penting bagi Dunia Secara Keseluruhan

Namun, hambatan  terbesar untuk daur ulang plastik adalah bahwa membuat plastik baru seringkali lebih murah daripada mendaur ulangnya.

Dilansir dari Ecowatch, peneliti dari Universitas Tsinghua, Tiongkok, mengatakan tingkat daur ulang hampir tidak berubah, sementara produksi plastik meningkat, sehingga mengakibatkan tantangan lingkungan global yang mendesak

“Plastik merupakan salah satu bahan yang paling umum di planet kita, karena sifatnya yang serbaguna, tahan lama, dan harganya yang relatif murah. Permintaan plastik global telah meningkat empat kali lipat selama beberapa dekade terakhir dan diperkirakan akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2050, yang mengakibatkan dampak yang parah terhadap lingkungan dan kesehatan manusia,” tulis para penulis penelitian tersebut.

KLIK INI:  Sampah Plastik Jadi Lahan Nafkah Perempuan Myanmar
Produksi mengalami peningkatan

Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Communications Earth & Environment itu mengungkapkan, produksi tahunan plastik di seluruh dunia telah mengalami tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 8,4 persen dari dua juta metrik ton pada tahun 1950 menjadi 400 juta pada tahun 2022.

“Plastik telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. Menangani masalah lingkungan global terkait plastik memerlukan analisis menyeluruh di sepanjang rantai pasokan,” tulis para penulis.

“Temuan kami menunjukkan bahwa plastik rentan terhadap konsentrasi geografis, dengan bahan baku terkonsentrasi di negara-negara kaya sumber daya minyak dan pemrosesan di negara-negara dengan kapasitas produksi besar. Kesenjangan pendapatan antarnegara berkurang dalam konteks impor limbah plastik, yang membentuk kembali pola perdagangan plastik global. Mengungkap rantai pasokan plastik yang kompleks sangat penting untuk mengurangi polusi dan mendorong pengelolaan plastik berkelanjutan,” lanjutnya.

KLIK INI:  Inilah Fakta Baru yang Perlu Dipikirkan tentang Merokok bagi Kesehatan

AFP melaporkan bahwa untuk penelitian tersebut, tim peneliti memeriksa basis data internasional, statistik nasional, dan laporan industri untuk menyusun analisis terperinci pertama tentang sektor plastik dunia mulai dari pembuatan hingga pembuangan.

Tim menyediakan analisis aliran material untuk plastik yang terkait dengan perdagangan global pada tahun 2022. Tahun itu, perdagangan plastik di seluruh dunia mencapai 426,7 juta ton, dengan produk akhir mencapai 111 juta ton.

Para peneliti menemukan telah terjadi perubahan besar dalam pembuangan limbah, dengan penggunaan tempat pembuangan akhir menurun hingga 40 persen, insinerasi digunakan 34 persen dari waktu dan daur ulang global tetap stabil pada sembilan persen.

Penelitian tersebut juga menemukan, pembakaran plastik muncul sebagai metode yang paling banyak dilakukan untuk mengelola sampah plastik dengan tingkat pembakaran tertinggi di dunia ditemukan di Jepang, Uni Eropa, dan Cina.

KLIK INI:  Misterius, Pantai di Inggris Diserbu Ribuan Kepiting Mati

“Ketergantungan tinggi pada bahan baku bahan bakar fosil untuk produksi plastik akan semakin membahayakan upaya global untuk mengurangi perubahan iklim ,” imbuh peneliti.

“Kendala ekonomi ini menghambat investasi dalam infrastruktur dan teknologi daur ulang, sehingga memperparah siklus rendahnya tingkat daur ulang,” lanjutnya.

Penelitian tersebut juga mengungkapkan, daur ulang plastik informal di benua Afrika dan di negara-negara berkembang lainnya memainkan peran penting dalam pengelolaan limbah, menawarkan manfaat sekaligus menimbulkan tantangan yang signifikan.

Praktik pengelolaan limbah seperti itu sering kali dicirikan oleh operasi berskala kecil dan tidak diatur serta menyediakan mata pencaharian bagi jutaan orang.

Para peneliti menjelaskan bahwa pembakaran plastik secara informal, terutama di negara-negara miskin yang tidak memiliki alternatif sehingga memperburuk kualitas udara, menyebarkan plastik di lingkungan, dan membuat pekerja terpapar bahan kimia beracun.

KLIK INI:  Saatnya Berkenalan dengan Beberapa Jenis Kerang Penghasil Mutiara