Masa Depan dan Tantangan Baru Pendidikan Lingkungan di Sekolah

oleh -2,443 kali dilihat
Masa Depan dan Tantangan Baru Pendidikan Lingkungan di Sekolah
Lingkungan sekolah di SMP Islam Athirah Makassar - Foto/Ana Suriana
Anis Kurniawan

Klikhijau.com – Pendidikan lingkungan kini semakin progresif di sekolah-sekolah. Saya melihat itu saat berkunjung ke beberapa sekolah. Ada harapan besar di sana, bertumbuhnya generasi baru yang lebih respek pada kepentingan lingkungan.

Lihat saja, sekolah-sekolah yang halamannya rindang dengan pepohonan, tempat sampah yang memadai, daur ulang sampah dan lainnya. Sepintas, sekolah-sekolah itu seperti miniatur implementasi kehidupan yang ramah lingkungan.

Realitas semacam ini tampak di hampir setiap sekolah. Tidak saja pada sekolah di kota, tetapi juga di pelosok. Apakah ini berjalan alami karena kesadaran kuat bahwa sekolah adalah arena terbaik untuk doktrinasi peduli lingkungan? Atau jangan-jangan semata-mata karena mengejar Adiwiyata?

Rasanya tak bisa disangkal, program Adiwiyata telah berkontribusi terhadap perubahan besar di sekolah. Dahulu, sekolah yang rindang dengan pepohonan dan tanaman yang terawat hanya dibuat untuk menerapkan sekolah bersih nan indah, sejak ada Program Adiwiyata orientasinya lebih luas lagi yakni bagaimana sekolah mewujudkan lingkungan hidup berkelanjutan.

Tak lagi sekadar bersih, rindang dengan taman-tamannya yang dipersolek, sekolah juga harus menerapkan sistem pengelolaan sampah, fasilitas cuci tangan, pemanfaatan sampah plastik dan lainnya.

KLIK INI:  SGB Umumkan Pemenang Kompetisi Inovasi Konservasi Air Antar Sekolah Mizuiku
Pendidikan lingkungan dan kontribusi Adiwiyata

Program Adiwiyata telah membawa angin segar, walau di satu sisi juga memberi kesan sebagai satu perlombaan yang sekadar mengejar sertifikat. Terlebih, program ini menjadi satu indikator keberhasilan manajemen sebuah sekolah. Apapun itu, adiwiyata telah memberi kita harapan yang lebih baik.

Keberhasilan Program Adiwiyata diakui oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya yang menurutnya telah berkontribusi untuk mengurangi timbunan sampah melalui pengelolaan sampah dengan prinsip 3R (reduce, reuse, dan recycle).

“Kontribusi sekolah Adiwiyata berupa pengurangan timbulan sampah melalui 3R sejumlah 38.475 ton per tahun, penanaman dan pemeliharaan sebanyak 322.875 pohon/tanaman, 64.575 lubang biopori, 12.915 sumur resapan dan penghematan listrik serta air antara 10%-40% per sekolah,” kata Siti dikutip Gatra akhir tahun lalu.

Kini, program Adiwiyata telah berevolusi lebih paripurna setelah adanya Peraturan Menteri LHK Nomor 52 Tahun 2019 tentang Gerakan Peduli dan Berbudaya Lingkungan Hidup di Sekolah (PBLHS) serta Peraturan Menteri LHK Nomor 53 Tahun 2019 tentang Penghargaan Adiwiyata.

KLIK INI:  Limbah, Definisi dan Jenis-Jenisnya yang Perlu Diketahui

Cakupannya lebih luas lagi yakni bagaimana mendorong sebuah aksi kolektif di sekolah agar secara sadar dan sukarela, berjejaring dan berkelanjutan menarapkan perilaku ramah lingkungan. Gerakan PBLHS juga menyelipkan satu aspek krusial yakni mendorong sekolah tanggap bencana.

Dalam praktiknya, program ini diharapkan dapat mengintegrasikan antara kegiatan pembelajaran dan penerapan perilaku ramah lingkungan di sekolah dan di masyarakat. Di dalamnya ada edukasi dan penguatan pada antara lain aspek kebersihan, fungsi sanitasi, pengelolaan sampah, penanaman dan pemeliharaan pohon, konservasi air, konservasi energi, dan lainnya.

Dengan cakupan yang lebih luas, program PBLHS sejatinya dapat mendorong sekolah-sekolah yang seluruh aktivitasnya memastikan terwujudnya tindakan ramah lingkungan.

Sekolah-sekolah tentu harus bergegas menerapkan arahan dari program ini, tidak hanya karena demi memenuhi standar adiwiyata, tetapi karena indikator yang ada adalah praktik cerdas yang memang dibutuhkan saat ini.

KLIK INI:  Ancol Taman Impian Gandeng JBS dan Belantara Foundation Gelar AWC di Ancol
Di sekolah dan di rumah

Sekolah harus hadir sebagai teladan dalam masyarakat. Anak-anak yang menerapkan gaya hidup ramah lingkungan di sekolahnya akan membawa pulang kebiasaan baiknya itu di rumah dan di lingkungan sosialnya. Dengan demikian, para siswa juga sejatinya menjadi influencer dalam kehidupan sehari-hari.

SD Kompleks Borong Optimis Mewujud jadi Sekolah Ramah Anak
Senam cuci tangan SD Komplek Borong/Foto-Ist

Tentu bukan perkara mudah. Anak-anak di sekolah masih harus berhadapan dengan dunia nyata antara lain: aktivitas buang sampah sembarangan di mana-mana, sungai-sungai dan lautan yang disesaki sampah plastik, juga pasar-pasar yang dikepung plastik sekali pakai.

Ini paradoks yang akan membuat anak-anak mengalami “cultural shock”. Apa yang diajarkan di sekolah tak linear dengan realitas yang tampak di kehidupan sosial. Oleh sebab itu, pendidikan lingkungan di sekolah juga harus mendiskusikan soal realitas sosial yang terjadi dan bagaimana mengambil peran di dalamnya.

Ini tantangan serius, kita berharap anak-anak di sekolah tak melegitimasi realitas yang dilihatnya. Juga tidak menganggap praktik ramah lingkungan di sekolah sekadar ritus sebatas di sekolah saja. Apalagi kalau sampai mereka melihat adanya aksi-aksi “memaksakan” penerapan sekolah ramah lingkungan demi label Adiwiyata.

Maka, selain di sekolah, anak-anak juga harus tercerahkan dari rumah. Penerapan sekolah ramah lingkungan harus diterapkan sepenuh hati agar sungguh-sungguh mengedukasi dan memberi jawaban kritis mengapa kita harus menerapkan gaya hidup ramah lingkungan?

Ini penting agar pembelajaran lingkungan para siswa di sekolah, tidak terancam sirna saat berhadapan dengan kehidupan nyata yang bebal.

KLIK INI:  Jawaban Cerdas Nebu Sambut Tim Verifikasi Adiwiyata Sulsel di SDN Borong