Perihal Sosialisasi FOLU Net Sink 2030 dan Kekuatan Hutan Indonesia Menyerap Emisi

oleh -25 kali dilihat
Apa Itu Folu Net Sink 2030?
Ilustrasi - Foto/ Shane Rounce on Unsplash

Klikhijau.com –  Perubahan iklim membawa banyak kisah sedih. Mencairnya gunung es di kutub bumi akibat naiknya temperatur suhu bumi, adalah salah satunya.

Naiknya temperatur suhu bumi dapat memicu kenaikan muka air laut, kemudian mengarah kepada abrasi pantai, termasuk pantai di Indonesia.

Hal tersebut disampaikan oleh Plt. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) KLHK, Ruandha A. Sugardiman saat memberikan materi pada kegiatan Loka Karya Nasional yang bertema “Implementasi Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka Guna Mencapai Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, di Universitas Sumatera Utara, Medan.

Loka karya nasional tersebut terselenggara dari hasil kerjasama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ((KLHK) dengan Forum Pimpinan Lembaga Pendidikan Tinggi Kehutanan (FOReTIKA).

KLIK INI:  Kesepakatan Baru Indonesia-Norwegia Mendukung Pencapaian Indonesia FOLU Net Sink 2030

Kegiatan yang diselenggarakan pada Jumat, 16 Juni 2023) itu mendapat sambutan antusias dari mahasiswa, setidaknya tercatat sebanyak kurang lebih 500 mahasiswa hadir dan mengikuti jalannya loka karya nasional tersebut.

Apa yang disampaikan oleh Ruandha itu membuat para mahasiswa menyimak dengan serius. Seusai memberikan gambaran dampak buruk perubahan iklim.

Setelah itu Ruandha kemudian menjelaskan upaya-upaya yang tengah dilakukan Indonesia dalam mencegah kenaikan suhu global tidak lebih dari 1,5 derajat Celcius. Ruandha menjelaskan bahwa, salah satu sektor utama dalam pengendalian perubahan iklim adalah kehutanan.

Menurut Ruandha, komitmen Indonesia yang tertuang dalam Nationally Determined Contributions (NDC) sektor kehutanan memiliki presentase terbesar (17,4%) dibandingkan dengan sektor lainnya (Energi 12,5%,iIndustri 0,2%, Pertanian 0,3%, Limbah 1,4%).

KLIK INI:  Menilik Trik KLHK Kendalikan Deforestasi dan Karhutla di Indonesia

Dirinya menerangkan bahwa hutan Indonesia dengan pepohonan di dalamnya, dapat menyerap sumber utama emisi, yaitu CO2 dan mengubahnya menjadi O2.

“Dengan mesin alami berupa hutan kita yang ciptaan Allah SWT, mampu mengkonversi CO2 menjadi O2 dan menyimpan karbonnya di dalam batang pohon. Hutan kita merupakan kemampuan dan kekuatan Indonesia dalam menyerap emisi dan menjadi paru-paru dunia, ” terang Ruandha.

Selanjutnya, aspirasi dan tekad baik untuk meningkatkan ambisi penurunan emisi melalui Strategi Jangka Panjang Pembangunan Rendah Karbon Berketahanan Iklim (Long Term Strategy Low Carbon and Climate Resilience 2050 atau  LTS-LCCR 2050). Di mana sektor kehutanan dan lahan (FOLU) akan mencapai net sink pada tahun 2030 dan selanjutnya sektor FOLU juga akan berfungsi sebagai penyerap karbon sektor lain.

Dalam dokumen LTS-LCCR 2050, Indonesia membangun skenario dengan hitungan yang cukup rumit karena ada kebutuhan pada sebuah keyakinan untuk semua aspek bisa diputuskan dan diproyeksikan bahwa sektor FOLU akan mampu mencapai kondisi Net Sink mulai tahun 2030.

Skenario ini dibangun berdasarkan atas hasil kinerja bersama dalam melakukan koreksi kebijakan dan corrective actions sektor kehutanan termasuk mangrove, gambut, karhutla, dan sebagainya selama lebih dari tujuh tahun terakhir, yang didukung oleh hasil pencermatan mendalam atas berbagai persoalan sektor kehutanan yang telah berlangsung selama belasan hingga puluhan tahun.

KLIK INI:  Dukung FOLU Net Sink 2030, KLHK dan USDA Forest Service Jalin Kerjasama
Tentang FOLU Net Sink 2030

FOLU Net Sink 2030 adalah sebuah kondisi yang ingin dicapai melalui aksi mitigasi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan dan lahan dengan kondisi di mana tingkat serapan sudah lebih tinggi dari tingkat emisi pada tahun 2030.

Kebijakan ini lahir sebagai bentuk keseriusan Indonesia dalam rangka mengurangi emisi GRK serta mengendalikan perubahan iklim yang terjadi beserta dampaknya.

Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 diamanatkan di dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.

KLIK INI:  Ketika Hutan Digunduli, Inilah yang Terjadi pada Alam dan Manusia

Pada Pasal 3 Ayat (4) disebutkan bahwa pengurangan emisi GRK utamanya didukung oleh sektor kehutanan sebagai penyimpan karbon dengan pendekatan carbon net sink (penyerapan karbon bersih yang merujuk pada jumlah penyerapan emisi karbon yang jauh lebih banyak dari yang dilepaskannya).

Program ini menggunakan empat strategi utama, yaitu menghindari deforestasi; konservasi dan pengelolaan hutan lestari; perlindungan dan restorasi lahan gambut; serta peningkatan serapan karbon.

Komitmen Indonesia melalui Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 mendorong tercapainya tingkat emisi GRK sebesar minus (-) 140 juta ton CO2e pada tahun 2030 dan dilaksanakan melalui pendekatan yang terstruktur dan sistematis. Ia juga mengakui bahwa sektor FOLU memiliki peran besar dalam upaya pencapaian target Net Zero Emission (NZE) nasional, dari net emitor menjadi penyerap bersih GRK.

Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 168 Tahun 2022, terdapat 5 bidang dalam susunan tim FOLU Net Sink 2030 di antaranya: Bidang I Pengelolaan Hutan Lestari; Bidang II Peningkatan Cadangan Karbon; Bidang III Konservasi; Bidang IV Pengelolaan Ekosistem Gambut; dan Bidang V Instrumen dan Informasi.

KLIK INI:  Agus Cemas, Bibir Pantai Pasangkayu Bergeser 2,5 Kilometer
Kegiatan aksi mitigasi Indonesia’s FOLU Net Sink 2030

Setidaknya ada 15 kegiatan aksi mitigasi Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, yaitu:

  • Pengurangan laju deforestasi lahan mineral;
  •  Pengurangan laju deforestasi lahan gambut dan mangrove;
  • Pengurangan laju degradasi hutan-hutan lahan mineral;
  • Pengurangan laju degradasi hutan lahan gambut dan mangrove;
  •  Pembangunan hutan tanaman;
  •  Pengelolaan hutan lestari;
  • Rehabilitasi dengan rotasi;
  • Rehabilitasi non-rotasi;
  • Restorasi gambut dan perbaikan tata air gambut;
  • Rehabilitasi mangrove dan aforestasi pada kawasan bekas tambang;
  • Konservasi keanekaragaman hayati;
  • Perhutanan sosial;
  • Introduksi replikasi ekosistem, ruang terbuka hijau, dan ekoriparian;
  • Pengembangan dan konsolidasi hutan adat; dan
  • Pengawasan dan law enforcement dalam mendukung perlindungan dan pengamanan kawasan hutan.(*)
KLIK INI:  Ketika Rayap Menginspirasi Peneliti untuk Hemat Energi dan Cerdas Iklim