Klikhijau.com – Sektor industri mengeluarkan sekitar seperempat emisi gas rumah kaca (GRK) global. Utamanya yang mencakup besi dan baja, bahan kimia, semen, serta makanan dan minuman,
GRK sendiri merupakan gas yang menyebabkan pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim dan cuaca ekstrem.
Untuk menguranginya, diperlukan langkah yang cukup barbar. Semisal yang dijanjikan oleh Inggris. Inggris telah berjanji untuk mengurangi emisi GRKnya hingga mencapai nol pada tahun 2050. Itu berarti berarti Inggris akan menghilangkan sebanyak mungkin gas-gas berbahaya yang masuk ke atmosfer.
Mengurangi emisi dari sektor industri bukanlah hal mustahil. Jalannya ada, bahkan menurut studi terbaru emisi berbahaya dari sektor industri dapat dikurangi hingga 85% di seluruh dunia.
Studi tersebut dipimpin oleh Universitas Leeds sebagai bagian dari kontribusinya pada Pusat Penelitian Energi Inggris (UKERC).
Para peneliti menemukan bahwa dekarbonisasi sektor ini secara teknis dimungkinkan dengan perpaduan teknologi “kematangan tinggi dan kematangan rendah”.
Teknologi tersebut telah dicoba dan diuji, serta teknologi mendatang yang belum siap digunakan di industri.
Penulis utama studi, Ahmed Gailani, Peneliti Dekarbonisasi Industri di Sekolah Teknik Kimia dan Proses Leeds mengatakan, dekarbonisasi adalah prioritas global bagi pemerintah, perusahaan, dan masyarakat luas. Karena dekarbonisasi memainkan peran yang sangat penting dalam membatasi pemanasan global.
“Temuan kami mewakili sebuah langkah maju yang besar dalam membantu merancang strategi dekarbonisasi industri dan ini merupakan prospek yang sangat menggembirakan terkait dengan kesehatan bumi di masa depan,” katanya.
Banyak hambatan
Dr Gailani juga mengatakan studi tersebut menggambarkan dekarbonisasi sektor industri “secara teknis mungkin” karena meskipun para peneliti telah meninjau teknologi yang dapat diterapkan, mereka belum memperhitungkan hambatan lain, seperti hambatan yang terkait dengan masalah sosial, ekonomi, atau infrastruktur.
“Kami ingin menjelaskan fakta bahwa fokus kami adalah sisi teknis dekarbonisasi industri. Tentu masih banyak hambatan lain yang harus diatasi. Misalnya, jika teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon diperlukan, namun sarana untuk mengangkut CO 2 belum tersedia, maka kurangnya infrastruktur akan menunda proses pengurangan emisi. Masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan,” tambahnya.
Penelitian yang diterbitkan di jurnal Joule tersebut mencari cara untuk mencapai hal itu bagi industri. Ditemukan bahwa teknologi “kematangan menengah hingga tinggi” yang melibatkan penangkapan dan penyimpanan karbon, atau peralihan bahan bakar ke hidrogen atau biomassa, dapat menghemat rata-rata hampir 85% emisi di sebagian besar sektor industri.
Hal ini juga menunjukkan bahwa teknologi listrik dengan tingkat kematangan rendah, seperti cracker uap listrik – yang merupakan peralatan utama untuk memproduksi produk petrokimia – secara teoritis dapat mendekarbonisasi antara 40% dan 100% emisi langsung sektor ini.
Teknologi elektrifikasi baru lainnya juga dapat membantu mengurangi emisi dari proses yang menggunakan banyak energi seperti baja, semen, dan keramik, yang dalam beberapa kasus sebelumnya tidak pernah terpikirkan mungkin dilakukan.
Beberapa hasil penelitian ini telah dimasukkan dalam konsultasi mengenai memungkinkan elektrifikasi industri oleh Departemen Keamanan Energi dan Net Zero Inggris.
“Dekarbonisasi industri merupakan tantangan dibandingkan dengan sektor lain tetapi dapat dicapai jika berbasis bukti. Strategi dirancang untuk memungkinkan pengembangan teknologi baru, mendorong investasi pada infrastruktur terkait, dan mengurangi hambatan lain yang menyulitkan perusahaan untuk mengambil tindakan,” ujar Peter Taylor, satu penulis studi dan Profesor Sistem Energi Berkelanjutan di Sekolah Bumi dan Lingkungan serta Teknik Kimia dan Proses di Leeds
Taylor menambahkan bahwa bagi Inggris, jika kita tidak melakukan dekarbonisasi industri, kita tidak akan memenuhi target perubahan iklim dan pada akhirnya industri akan berpindah ke tempat lain karena, dalam jangka panjang, masyarakat akan mencari produk yang dibuat dengan cara yang bersih dan ramah lingkungan. Dan jika industri kita tidak dapat memproduksinya maka industri kita akan menjadi industri masa lalu, bukan industri masa depan.”
Penerapan banyak teknologi dekarbonisasi industri saat ini dipengaruhi oleh tingginya biaya modal dan operasional, meskipun tantangan teknisnya dapat diatasi. Teknologi elektrifikasi biasanya mempunyai biaya operasional 2-3 kali lebih tinggi dibandingkan teknologi berbasis bahan bakar fosil karena biaya listrik yang lebih tinggi di banyak pasar.
Langkah pertama yang penting
Studi tersebut bekerja sama dengan para peneliti dari Universitas Bath dan Imperial College London. Mereka menilai potensi teknis emisi dan penghematan energi dari teknologi pengurangan emisi yang paling penting.
Tim meninjau penelitian yang dipublikasikan dan sumber data lain untuk menemukan opsi pengurangan yang dapat diterapkan di semua sektor dan tingkat kesiapan teknologi (TRL).
Mereka mencapai angka 85% dengan menghitung potensi pengurangan emisi dari teknologi yang paling menjanjikan di setiap sektor dan mengambil rata-ratanya.
Sektor yang dianalisis adalah besi dan baja; bahan kimia; semen dan kapur; makanan dan minuman; pulp dan kertas; kaca; aluminium, pemurnian dan keramik.
Direktur UKERC, Profesor Rob Gross, mengatakan bahwa dekarbonisasi industri merupakan prioritas penelitian penting bagi UKERC. Karena menemukan solusi yang paling tepat memerlukan pendekatan sistem secara keseluruhan.
“Banyak dari pilihan pengurangan industri yang paling menjanjikan bergantung pada akses terhadap infrastruktur pendukung, baik itu jaringan pipa hidrogen dan CO2, atau peningkatan sambungan listrik.”
Sementara itu, Dr Gailani mengatakan penelitian tersebut merupakan langkah pertama yang penting untuk membantu pembuat kebijakan memahami potensi berbagai teknologi pengurangan emisi yang dapat digunakan di setiap sektor industri. Oleh karena itu, membantu mereka membuat keputusan yang tepat mengenai cara terbaik ke depan.
Namun, tim juga mencatat bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami potensi praktis penerapan teknologi ini di berbagai negara dan wilayah.
Hal ini memerlukan pemahaman yang cermat terhadap kondisi lokal termasuk konteks sosio-ekonomi, kebijakan, pasar dan peraturan, model bisnis, infrastruktur, dan ketersediaan sumber daya.
Sumber: Earth