Selain Inovasi Teknologi, Inovasi Sosial juga Penting Atasi Krisis Iklim

oleh -335 kali dilihat
Selain Inovasi Teknologi, Inovasi Sosial juga Penting Atasi Krisis Iklim
Ilustrasi perubahan iklim/Foto-liputan6.com

Klikhijau.com – Baru-baru ini, aksi massal untuk perubahan iklim telah mencapai babak baru. Ribuan pelajar bolos sekolah dan melakukan gerakan bernama Extinction Rebellion (pemberontakan kepunahan).

Gerakan ini tentu bisa menjadi salah satu kunci untuk menciptakan masa depan tanpa emisi karbon. Dengan bantuan inovasi sosial, ide-ide baru yang selaras dengan kebutuhan sosial bisa berkembang.

Terakhir kali isu perubahan iklim menjadi sangat penting adalah saat Kyoto tahun 1997. Lalu, isu itu muncul kembali dalam perbincangan pada pertengahan tahun 2000.

Sebagian besar penekanan adalah pada target penurunan emisi dan perjanjian di satu sisi. Serta dana untuk penelitian bagi teknologi ramah lingkungan pada sisi lainnya.

KLIK INI:  Bencana Karena Krisis Iklim Terjadi Setiap Pekan, Ini Imbauan PBB!

Kini, mulai ada pemahaman lebih baik bahwa untuk melakukan perubahan, keseluruhan tindakan tersebut harus digabungkan dengan inovasi sosial. Melakukan pendekatan dari bawah-ke-atas (bottom-up).

Alasannya, penurunan emisi karbon juga bergantung pada perubahan norma dan perilaku sosial, bukan hanya teknologi. Misalnya pemilihan makanan lokal atau pengurangan fast fashion.

Alasan lain, untuk menunjukkan kepada para skeptis perubahan iklim bahwa kenaikan harga bensin atau menyusutnya industri ekstraktif seperti penambangan batubara tidak sepenuhnya akan merugikan manusia.

Sebaliknya, ekonomi rendah emisi karbon bisa membuka peluang pekerjaan, misalnya dalam bidang perbaikan atau daur ulang limbah elektronik.

Namun, hal ini membutuhkan pendekatan inovasi yang berbeda. Investasi untuk teknologi baru harus sesuai dengan investasi sosial masyarakat.

Sayangnya, dalam satu abad terakhir, hanya investasi teknologi saja yang mendominasi untuk isu perubahan iklim.

Pentingnya inovasi dari bawah-ke-atas

Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, terjadi perubahan besar dalam institusionalisasi ilmu pengetahuan.

Pemerintah AS telah menginvestasikan banyak uang, dengan pertumbuhan lebih dari 50%, untuk laboratorium penelitian dan universitas, sekaligus alokasi untuk teknologi militer.

Perusahaan besar berlomba mendirikan laboratorium untuk litbang. Meningkatkan porsi pendapatan domestik bruto (PDB) menjadi sekitar 2%, seperti di Inggris dan hampir 4% di Korea dan Finlandia.

Hasilnya, mereka berhasil menciptakan teknologi-teknologi baru yang mengubah setiap aspek kehidupan manusia.

Sayangnya, inovasi perangkat keras tidak diimbangi dengan inovasi dalam masyarakat seperti yang terjadi saat ini.

KLIK INI:  IPCC Soroti Perubahan Iklim dan Tanah Bagi Kelangsungan Hidup Manusia

Alat-alat sosial ini sekarang menjadi lebih umum, selain sains dan teknologi.

Semisal, percobaan mencari tahu alasan yang paling berhasil membujuk orang memasang insulasi di atap, menjadi vegetarian, atau beralih dari mengendarai mobil ke sepeda.

Contoh lain, munculnya organisasi sosial baru yang mencoba merancang lingkungan rendah emisi karbon, seperti inisiatif desa ramah lingkungan bernama BEDZed di London.

Presiden Barrack Obama dan Gubernur California, Gavin Newsom telah mendirikan kantor inovasi sosial. Negara-negara seperti Malaysia dan Kanada telah memiliki strategi nasional untuk inovasi sosial.

Carlos Moedas, anggota komisi penelitian Uni Eropa, mengatakan di akhir tahun 2018, bahwa Uni Eropa akan berinvestasi lebih banyak untuk inovasi sosial.

Ini bukan karena trend kata Moedas. Tetapi karena mereka percaya bahwa masa depan inovasi ada pada inovasi sosial.

KLIK INI:  Atasi Perubahan Iklim, Kota Ini Melarang Konsumsi Daging di Hari Senin
Perlu dukungan terhadap aksi publik

Pergeseran pemahaman tentang inovasi sosial akan berdampak besar bagi transisi menuju ekonomi tanpa karbon.

Ini berarti adanya dukungan yang besar bagi tempat yang mengubah gaya hidup mereka, seperti Freiburg di Jerman. Freiburg telah melarang dan membatasi penggunaan mobil, juga membangun energi terbarukan ke dalam jaringan kota.

Ini juga berarti muncul eksperimen tentang peran masyarakat. Seperti adanya koperasi energi di Seoul yang mendanai panel surya melalui pinjaman murah.

Jadi, dukungan terhadap ribuan proyek pangan lokal di seluruh dunia juga menurunkan produksi limbah makanan. Selain yang tidak tergantung kepada agribisnis dan bisnis daging.

Ini menunjukkan bahwa mendukung aksi publik, seperti aksi luar biasa Etiopia yang berhasil menanam ratusan juta pohon dalam satu hari, awal tahun ini.

Skala perubahan yang diperlukan dalam beberapa tahun mendatang tidak dapat dicapai hanya dengan kebijakan pemerintah dari atas-ke-bawah atau aksi di lapangan semata. Begitulah pesan utama dari inovasi sosial.

Hal ini akan terlihat dalam perjuangan untuk memenuhi target perjanjian Paris. Inovasi sosial memiliki peran penting dalam memobilisasi masyarakat sebagai mitra dalam upaya mencapai target penurunan emisi.

Kita perlu memusatkan energi untuk hasil pada beberapa abad berikutnya. Perubahan harus dipercepat. Bukan hanya dalam pengaturan fisik, tetapi juga dalam cara kita hidup dan berhubungan satu sama lain.

KLIK INI:  Antang dan Orkestra Kemacetan di Pinggiran Kota Makassar