Sensasi Menemui Kalong yang Kotorannya Membuka Pintu Jodoh

oleh -550 kali dilihat
Lebih Dekat dengan 7 Satwa Unik yang Ada dan Pernah Ada di Soppeng
Kalong bergelantungan-foto/Ist
Irhyl R Makkatutu

Klikhijau.com – Awal Juni lalu, saat hujan lagi rajin-rajinnya bertandang.  Saya bergerak ke Kabupaten Soppeng. Menikmati sensasi yang asing dan mendebarkan.

Kunjungan di awal Juni, tanggal 8 lalu itu adalah kunjungan saya yang kedua. Pertama, saya hanya sampai di Takkalala—mengantar pengantin. Saya rada-rada lupa tahun berapa, sepertinya tahun 2011 lalu.

Kisah itu kemudian terulang pada tahun 2022 ini,  kali ini bergerak sendiri dari Mallawa,  Maros dengan naik motor.

Di Cabbenge, sudah ada Nur Aini yang menunggu, ia tidak hanya akan memberi buku untuk keperluan bacaan di Tandabaca, tetapi juga bersedia jadi guide dadakan untuk jelajah Kabupaten Soppeng.

KLIK INI:  Rakorsus, Upaya Pemerintah Atasi Karhutla

Ke Soppeng, hal pertama yang patut dikunjungi adalah Taman Kalong. Sebuah taman yang terletak di tengah Kota Watansoppeng, yang menjadi ibu kota kabupaten berjuluk Latemmamala itu.

Taman Kalong tidak sekadar taman yang dirimbuni pepohonan, tapi juga ada pemandangan lain yang unik, yakni kalong yang bergelantungan di atas pepohonan.

Kalong atau kelelawar itu mewarnai pepohonan menjadi hitam. Warna yang diciptakan itu, bukan hanya karena kalong berwarna hitam, tapi jumlah mereka sangat  banyak.

Kelelawar, biasanya cukup liar jika mendengar suara manusia atau kendaraan. Namun, yang terdapat di Kota Watansoppeng adalah kalong yang cuek.

Mereka cuek saja dengan riuh pengunjung dan hiruk pikuk deru kendaraan.  Mereka tetap santai bergelantungan di atas pohon. Menciptakan dan menikmati dunianya sendiri.

KLIK INI:  Perubahan Iklim Jadi Ancaman Serius bagi Burung Migran
Ada aturan khusus

“Tidak bisakah ditangkap untuk dibawa pulang?” tanya saya pada Nur Aini.

“Tidak bisa, ada aturannya,” jawabnya.

Aturan yang dimaksud Aini itu tertuang pada peraturan Daerah No. 66 Tahun 2006 tentang Pelestarian Burung Kelelawar.

Dalam peraturan daerah Kabupaten Soppeng No.66 Tahun 2006 Pasal 7 mengatur bahwa “Setiap orang berkewajiban mencegah terjadinya penurunan tingkat kelestarian burung kelelawar yang berkaitan dengan adanya kegiatan perburuan burung kelelawar, termasuk tindakan penebangan pohon tempat bermukim kelelawar tersebut, harus berkoordinasi dengan unit kerja yang menangani lingkungan hidup.”

Dan sanksi yang di atur pada pasal 13 ayat (1) mengatur bahwa: “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana di maksud pada pasal 6 ayat (1) peraturan daerah ini yang mengakibatkan sebagaimana di maksud pada pasal 5, diancam pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah).

KLIK INI:  Mengenal Teknik Memasak ‘Slow Cooking’, Begini Triknya!

Keluarnya aturan tersebut menurut Muh. Tahir, (2007) karena populasi satwa bernama ilmiah Pteropus vampyrus  semakin lama semakin menurun baik dari kuantitas maupun kualitasnya.

Menurut Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Soppeng, pada tahun 2007 populasinya di perkirakan berjumlah + 800 ekor. Dan seiring berjalannya waktu, populasinya semakin menurun  menjadi + 682 ekor.

Ada berbagai faktor yang membuatnya demikian, salah satunya adalah  perburuan dan perusakan habitatnya.

Karenanya, dengan adanya aturan tersebut telah memberikan ruang dan tanggung jawab kepada Pemda, khususnya DLH Soppeng yang bertugas melakukan perlindungan kalong melakukan pegangan. Tujuannya  agar masyarakat  bisa meningkatkan kesadaran untuk turut serta menjaga kelestariannya.

KLIK INI:  Kicau Burung Dapat Mengurangi Kecemasan dan Paranoid
Ada sejak ratusan tahun silam

Kalong yang menghuni Kabupaten Soppeng, mengantar kabupaten yang pernah dihuni gajah kerdil sekitar dua juta tahun lalu itu. Bukan hanya menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan, namun juga menjadi kekayaan dan kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Soppeng.

Apalagi keberadaan mereka dipenuhi dengan mitos. Mitosnya  membuat orang yang ingin mendapat jodoh orang Soppeng akan melafalkan doa berkali-kali agar keciprat kotoran (tahi)  kalong.

“Banyak yang percaya jika terkena kotorannya, akan berjodoh dengan orang Soppeng,” terang Aini.

Apa yang diungkapkan Aini memang telah tersebar luas di masyarakat. Anehnya, sangat langka orang yang terkena kotoran kelelawar itu, padahal jumlah mereka sangat banyak.

Nah, mengetahui mitos tersebut, saya menjebak diri sendiri, berdiri lama di bawah pohon yang disesaki kalong. Berharap akan ada kotorannya yang menghantap hidungku atau bagian anggota tubuh yang lain.  Sayangnya hingga kami pulang, harapan itu tidak terwujud.

KLIK INI:  10 Kabar Baik dari Bumi di Tengah Perubahan Iklim

Kalong tersebut, menurut Bupati Soppeng,  Andi Kaswari Razak telah ada sejak Raja Soppeng yang pertama ratusan tahun lalu, yakni Latemmamala.

Menariknya kalong yang menghuni jantung Kota Watansoppeng itu, sejak ratusan tahun lalu pula telah berjanji tidak akan mengganggu masyarakat, termasuk memakan buah-buahan kepunyaan warga.

“Kalong ini sudah ada  sejak Raja Soppeng pertama, dari sebelumnya konon sudah memenuhi kota, pas ada raja, keluarlah perjanjian antara raja dan kalong,” ungkap Andi Kaswari Razak.

Perjanjian itu memuat beberapa item, yakni tidak boleh mengambil buah-buahan di sekitar atau milik masyarakat. Kalong boleh berdiam di kota dan  apabila  akan ada bencana, musibah, atau sesuatu  mereka harus memberi tahu rakyat melalui tanda-tanda alam yang mereka syaratkan. Agar rakyat bersiap-siap.

“Jadi, jika kelelawar tersebut tidak kembali ke pohonnya selama 1 x 24 jam, maka masyarakat harus siap siaga,” ungkapnya.

KLIK INI:  5 Tumbuhan yang Bisa Jadi Racun Ikan Alami, Satunya Paling Familiar di Sulawesi
Pulang sebelum kalong bangun

“Watansoppeng akan lebih indah jika dinikmati malam hari,” jelas Aini, jelang malam, kalong akan bangun, mereka beterbangan memenuhi langit watansoppeng, keluar mencari makanan,” tambahnya.

Tidak hanya kalong akan keluar, tapi di Taman Kalong—yang dihuni banyak satwa endemik itu, juga terdapat air mancur berwarna warni, yang akan menyala di sore hari hingga malam.

Sayangnya, keinginan untuk menikmati Kota Watansoppeng di malam hari tidak terwujud pula, seperti halnya tidak terwujudnya terkena kotoran kalongnya.

Dan sebelum kalong bangun, saya pamit pulang ke Mallawa, Maros—mengembalikan motor yang saya pinjam untuk jelajah kecil di kabupaten yang indah dan penuh sejarah itu.

KLIK INI:  Ngopi Tanpa Gula Membantu Melawan Perubahan