7 Kendala Pengembangan Desa Wisata yang Harus Diurai

oleh -4,808 kali dilihat
7 Kendala pengembangan desa wisata
Ilustrasi-foto/Ist

Klikhijau.com – Pengembangan desa wisata saat ini sedang gencar dikampanyekan. Bahkan ada penganugrahan khusus, namanya Anugera Desa Wisata Indonesia (ADWI).

Ada beberapa kategori ADWI di antaranya penerapan CHSE (cleanliness atau kebersihan), health (kesehatan), safety (Keamanan), dan environment sustainability (Kelestarian Lingkungan), desa digital, souvenir , yakni kuliner, kriya, dan fesyen, daya tarik wisata (alam, budaya, buatan), konten kreatif, homestay, dan toilet.

Desa wisata menjadi salah satu destinasi pariwisata tanah air dengan potensi yang besar bagi perkembangan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di Indonesia.

Indonesia memiliki puluhan ribu desa, yakni 75.000 desa. Kabar baiknya sekitar 1.200 di antaranya memiliki peluang berubah wujud jadi desa wisata.

KLIK INI:  Suntuk dengan Rutinitasmu? Berkemaslah Menuju 7 Desa Wisata Ini!

Memang, tidak semua desa memiliki potensi untuk berubah wujud jadi desa wisata. Namun, bagi yang berpotensi bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat desa tersebut.

Untuk menjadikan sebuah desa menjadi desa wisata, tidak harus memiliki keindahan alam, namun, bisa dari segi adat istiadat, budaya, sejarah hingga relegi.

Mengembangkan desa menjadi desa wisata tidaklah mudah, banyak hal harus diperhitungkan yang bisa jadi kendalanya.

Berikut 7 kendala yang bia jadi benturan mewujudkan desa wisata:

  • Cuaca

Pengembangan desa wisata, khususnya di daerah pegunungan akan terbentur oleh kondisi alam, yakni cuaca. Daeah pegununang memiliki curah hujan yang cukup tinggi.

Hal ini tentu akan jadi kendala tersendiri bagi pengunjung yang hendak datang menikmati desa wiasata, terutama yang berada pada daerah pegununangn.

Karena apabila berkunjung bisa membahayakan nyawa bagi wisatawan. Belum lagi fasilitas yang dibangun akan muda rusak, apalagi jika hanya terbuat dari material kayu atau bambu.

Dengan curah hujan yang tinggi pula, maka wisatawan tidak akan merasa nyaman dan leluasa mengesplore keindahan desa wisata yang dikunjunginya.

  • Letak geografis

Letak geografis suatu desa harus menjadi  pertimbangan pula. Apalagi jika aksesnya jauh dari kota dengan jalanan yang kurang bagus.

Karena jika ingin  mengunjunginya dibutuhkan biaya dan waktu yang tidak sedikit. Hal ini bisa jadi kendala yang cukup besar bagi pengembangan desa wisata.

Solusi terbaik yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah memperbaiki jalur transportasi untuk memudahkan pengunjung mengunjunginya. Karena jika jalanan rusak, maka waktu akan banyak terbuang di perjalanan.

KLIK INI:  Tebing Apparalang dan ‘Kebenaran’ Lagu Nenek Moyang dari Ibu Sud
  • Masyarakat

Kondisi masyarakat yang tidak siap menerima pengunjung atau wisatawan juga jadi kendala. Banyak masyarakat yang tidak mau tahu dan enggan ikut terkibat.

Mereka lebih suka jadi penonton daripada terlibat langsung. Belum lagi konflik kepentingan di tengah-tengah masyarakat mudah tersulut.

  • Waktu

Pengembangan desa wisata memakan waktu yang lama. Butuh waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk membangunnya.

Masyarakat desa yang memiliki beragaman kesibukan, akan tersita waktunya untuk memikirkan pengembangan tersebut.

Mereka cenderung melihat sesuatu secara instan hasilnya. Apa yang cepat terlihat maka itulah yang dianggap baik dan harus diprioritaskan.

  • Biaya

Biaya adalah benturan yang cukup sering jadi kendala untuk melakukan sesuata. Pengembangan desa wisata akan terbentur pula pada biaya. Dana desa yang terbatas dan masyarakat yang kadang berpikir berkali-kali untuk mengeluarkan biaya bisa memacetkan “proyek” desa wisata.

Karena itu, dibutuhkan keterlibatan pemerintah untuk mendukung suatu desa jika ingin dikembangkan menjadi desa wisata.

KLIK INI:  TN Bantimurung Bulusaraung Sah jadi ASEAN Heritage Park
  • SDM

Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi kendala yang cukup serius. Apabila desa wisata tidak dikelola oleh SDM yang mempuni, maka akan jalan di tempat bahkan terbengkalai.

SDM yang mengetahui tentang desa wisata sangatlah diperlukan. Penggerak utama desa wisata adalah masyarakat. Karenanya, sangat penting untuk mengembangkan skill mereka agar bisa menghidupkan desanya dan mendapat keuntungan darinya.

Akan sangat sayang jika di desa, di mana masyarakat harusnya jadi pengelola hanya jadi penonton atau penikmat saja. Padahal desa wisata lahir untuk mereka—masyarakat desa.

  • Sampah

Kendala lainnya adalah sampah. Sampah di pedesaan cukup banyak dan tidak terkelola dengan baik. Sampah-sampah tersebut akan semakin meningkat jika menjadi desa wisata.

Ada kajian dari dari United Nations Environment Proggramme (UNEP)  bahwa wisatawan rata-rata menghasilkan 6 kali lebih banyak sampah saat mereka berlibur.

Jika kunjungan wisatawan meningkatkan maka  volume sampah akan semakin  meningkat pula seiring dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisata pada satu destinasi wisata (Sri Nurhayati Qodriyatun, 2018)

Apabila sampah di tempat wisata tidak dikelola dengan baik, menurut Kurihara dalam Khalik, (2014)  dapat mengganggu kenyamanan wisatawan dalam berwisata.

Pada tahun 2019 lalu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Siti Nurbaya juga mengakui  jika ancaman serius dunia pariwasata adalah sampah.

KLIK INI:  Desa Wisata Kahayya, Tempat Tetirah Bagi yang Luka Cinta