Memaksimalkan Potensi Karbon Biru Indonesia untuk Mengatasi Perubahan Iklim

oleh -133 kali dilihat
Memaksimalkan Potensi Karbon Biru Indonesia untuk Mengatasi Perubahan Iklim
Kerjasama dengan Jasa Raharja untuk penanaman mangrove di Lantebung - Foto/Ist

Klikhijau.com – Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki ekosistem lahan basah khususnya laut dan pesisir yang sangat luas. Ekosistem karbon biru seperti mangrove ini punya kemampuan menyimpan karbon hingga empat kali lipat dibanding hutan tropis.

Bila terjaga dan dilestarikan dengan baik, tentu akan berdampak luas, tidak hanya untuk mengatasi perubahan iklim, tetapi juga memberi nilai jasa lingkungan pada masyarakat lokal.

Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim, Sarwono Kusumaatmadja mengatakan, karbon biru merupakan sumber jasa lingkungan penyerapan karbon yang berpotensi mengurangi emisi penyebab perubahan iklim.

Hal ini dikatakan saat membuka diskusi Pojok Iklim dengan tema “Karbon Biru untuk Kita Semua” pekan lalu.

KLIK INI:  PBB Targetkan Penerbangan Sipil akan Bebas Emisi pada 2050
Potensi karbon biru Indonesia

Menurut Sarwono, karbon biru juga menjadi bagian dari sumber keanekaragaman hayati Indonesia yang berada di ekosistem pesisir. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan kawasan pesisir terpanjang kedua setelah Kanada, potensi jasa lingkungan penyerapan karbon di kawasan pesisir perlu dimaksimalkan.

“Dari sudut perkembangan perubahan iklim, terdapat gejala-gejala yang mengkhawatirkan yaitu gejala akselerasi perubahan iklim berupa berbagai bencana yang tidak tipikal. Diantaranya bencana kebakaran di California, Eropa serta Afrika Utara dan mencairnya bongkahan es di Kutub Utara dan Kutub Selatan yang dapat mencapai 2-5 miliar ton/hari,” jelas Sarwono.

Sementara itu, Yogi Anggraena dari Kemenristek, menyampaikan bahwa saat ini sedang dilakukan pengembangan kurikulum yang diimplemantasikan secara terbatas di 2500 sekolah penggerak dan 900 SMK pusat keunggulan. Untuk mencapai profil pelajar Pancasila, selain melalui mata pelajaran, juga dilakukan pembelajaran berbasis proyek.

“Begitupun terkait dengan pengendalian perubahan iklim. Selain melalui mata pelajaran, juga dilakukan pembelajaran yang ditunjang melalui proyek yang ada,” ujar Yogi.

KLIK INI:  Waspada, Sulsel Masuk 15 Daerah Berstatus Waspada Terdampak Bencana

Rehabilitasi mangrove

Peneliti Ahli Utama Konservasi Keanekaragaman Hayati, BSI LHK, KLHK, Hendra Gunawan menuturkan pengalamannya dalam membangun ekowisata mangrove di Karangsong, Jawa Barat sebagai model yang dapat ditiru atau lesson learned bagi tempat lain.

Rehabilitasi mangrove dapat menjadi model pemulihan kerusakan lingkungan seperti abrasi masif di Indramayu yang menghilangkan ratusan tambak, serta mitigasi bencana, edukasi dan pemberdayaan masyarakat.

Menurutnya, rehabilitasi mangrove adalah perkara komitmen bersama dan bukan sekadar program. Komitmen jangka panjang perlu diinternalisasi dalam pendidikan karakter melalui pendidikan lingkungan hidup tematik mangrove.

“Melalui ekowisata, edukasi pelestarian mangrove terbukti cukup efektif dan mampu membangkitkan perekonomian masyarakat sekitar melalui terbukanya kesempatan berusaha dan terciptanya lapangan kerja,” ujar Hendra.

Senior Program Manager, Coral Triangle Center, Hesti Widodo mengatakan Indonesia menjadi titik yang sangat penting pada segitiga karang. Faktanya, Indonesia mempunyai keanakeragaman hayati yang tinggi, tak hanya terumbu karangnya, tapi juga mangrove, padang lamun, keragaman ikan dan potensi lainnya.

Hesti menerangkan, pemerintah Indonesia bersama negara lainnya sudah masuk pada mosi menargetkan untuk perlindungan sumber daya laut. Dibutuhkan kolaborasi dengan target melestarikan 30% laut di dunia pada tahun 2030.

KLIK INI:  Tafsir Hujan

Faktanya, saat ini walaupun laut menutupi 70% wilayah permukaan bumi, hanya 2% saja yang terlindungi penuh dan menyeluruh dari kegiatan yang merusak.

“Saat ini istilah karbon biru belum menjadi familiar. Masyarakat masih asing dengan karbon biru. Untuk lebih mempopulerkan atau memprioritaskan karbon biru, diperlukan peningkatan kesadaran masyarakat, kebijakan sebagai dasar serta panduan dan penerapan secara aktif di lapangan bersama kelompok target pembuat kebijakan dan masyarakat umum,” terang Hesti.

Ketua Perkumpulan Warna Alam Indonesia (WARLAMI), Myra Widiono, menyampaikan tentang upaya WARLAMI dalam melestarikan budaya bangsa melalui pemanfaatan mangrove sebagai pewarnaan alam.

Produk pewarnaan alam dari hutan dan tanaman mangrove berpotensi meningkatkan perekonomian dan pelestarian budaya masyarakat. Karbon biru membutuhkan upaya pelestarian dan pemulihan ekosistem mangrove.

Upaya pelestarian dan pemulihan harus berlandaskan hukum, memerlukan keterlibatan masyarakat, dan memerlukan peningkatan kondisi sosial serta perekonomian masyarakat pesisir.

“Untuk itu perlu adanya batasan hukum yang lebih jelas mengenai pemanfaatan hutan mangrove yang sudah dan akan ada, khususnya tentang pemanenan bahan baku mangrove. Hal ini agar tidak ada keraguan dalam upaya eksplorasi kreasi, serta meningkatkan produksi pewarna alam yang menggunakan mangrove sebagai Objek Pelestarian dan Pemajuan Kebudayaan,” kata Myra.

Sementara itu, penasihat Senior Menteri LHK, KLHK, Soeryo Adiwibowo dalam epilognya di sesi penutup diskusi menekankan bahwa arti penting karbon biru di Indonesia tidak hanya untuk strategi penanganan iklim, tapi juga keanekaragaman hayati dan nilai kultural yang sangat luar biasa.

“Mangrove menjadi sarana edukasi di tempat wisata sehingga bisa menambah informasi pengunjung. Mangrove juga diterapkan dalam muatan lokal sekolah dan harapannya kurikulum yang ditanam bisa berbuah,” ujar Soeryo.

KLIK INI:  Saksi Kunci Korupsi Lobster Meninggal, KIARA: Penyelidikan Harus Terus Dilanjutkan