Kenormalan Baru Bawa Ancaman Sampah bagi Dunia Pariwisata

oleh -1,493 kali dilihat
Sampah Terbanyak Kedua di Pantai adalah Kemasan Makanan dan Minuman
Sampah kemasan air minum yang menghuni pantai Mandala Ria, Bulukumba/foto-Ist
Irhyl R Makkatutu

Klikhijau.com – Dunia pariwisata kembali menggeliat setelah bebrapa bulan tutup. Ini seiring  dengan diberlakukannya kenormalan baru atau yang lebih suka kita sebut new normal.

Setelah isu penerapan kenormalan baru, dunia wisata seolah menari bahagia. Banyak orang menyerbunya. Kejenuhan tinggal di rumah seolah mendapat pelarian.

Di media sosial, orang-orang dengan riang mengunggah fotonya sedang mengunjungi tempat wisata bersama keluarga atau kekasihnya.

Di bukanya kembali dunia pariwisata menjadi kabar menggembirakan, sebab bisa mendatangkan keuntungan secara ekonomi. Banyak pariwisata berbenah saat pandemi, mempercantik dirinya.

KLIK INI:  Tekan Polusi Udara, Menteri Siti Resmikan Dua Fasilitas RTH di Indramayu

Itu karena prospek pariwisata di Indonesia yang makin menjanjikan, juga menuntut adanya usaha-usaha signifikan yang dapat meningkatkan daya saing wisata dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya bagi para pelaku industri kreatif di sekitar lokasi wisata ((Rany Puspita Dewi1, 2017)

Namun, ada ancaman di balik peningkatan kesejehateraan itu,  semakin banyaknya kunjungi pada destinasi wisata. Ancaman  yang cenderung diabaikan, yakni sampah, khususnya sampah plastik.

Sebab aktivitas pariwisata yang dilakukan antara wisatawan dengan pelaku wisata, secara langsung dan tidak langsung, dapat menyebabkan adanya timbulan sampah setiap harinya.

Sampah meningkat seiring meningkatnya pengunjung

Kajian dari United Nations Environment Proggramme (UNEP) menyatakan bahwa wisatawan rata-rata menghasilkan enam kali lebih banyak sampah saat mereka berlibur (WWF-Indonesia, 2015).

KLIK INI:  Polhut Gagalkan Penyelundupan Ratusan Ekor Burung Branjangan di Sumba Timur

Akibatnya, volume sampah akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisata pada satu destinasi wisata (Sri Nurhayati Qodriyatun, 2018)

Para pengunjung tidak hanya datang membawa diri dan uang untuk meramaikan tempat wisata, tapi juga membawa sesuatu yang bisa berujung menjadi sampah.

Mirisnya, banyak tempat wisata yang tidak memiliki pengelolaan sampah yang baik, bahkan tidak sedikit tempat wisata tidak menyiapkan tempat sampah. Maka pengunjung leluasa membuang sampah sembarangan tempat. Di tambah lagi banyak pengunjung yang memang terbiasa membuang sampah sembarangan

Padahal sampah yang tidak terkelola dengan baik di kawasan wisata dapat mengganggu kenyamanan wisatawan dalam berwisata (Kurihara dalam Khalik, 2014). Sementara itu, (Qodriyatun dalam Kovari & Zimanyi, 2018)  kenyamanan menjadi kondisi sangat penting dalam industri pariwisata, selain keamanan.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Siti Nurbaya pada tahun 2019 lalu juga mengakui jika ancaman nyata dunia pariwasata adalah sampah.

KLIK INI:  KLHK-Kemenparekraf Gagas Pengembangan Wisata Konservasi

Siti mengungkapkan bahwa dari segi ancaman terhadap upaya konservasi dan pariwisata, sampah plastik adalah sampah yang paling dominan ditemukan di destinasi wisata, khususnya Taman Nasional, baik di gunung maupun di laut, dan paling sulit terurai.

Saat itu, Siti  mencontohakn destinasi seperti Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru, sebanyak 56% sampah merupakan sampah plastik, sementara sampah organik hanya 14%. Sementara komposisi sampah nasional pada 2018, sebanyak 57% sampah organik dan hanya 15% sampah plastik.

Daya tarik dunia pariwisata bukan hanya karena mudah dijangkau dan promosi yang gencar. Namun,   kebersihan merupakan salah satu faktor daya tariknya. Karenanya, sampah-sampah yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak pencemaran lingkungan dan mempengaruhi kebersihan dan kenyamanan daerah wisata.

Sistem pengelolaan sampah di daerah wisata sangat diperlukan untuk mengatur pengelolaan sampah yang dihasilkan di sekitar lokasi wisata. Pengelolaan sampah meliputi pengelolaan sampah organik dan sampah anorganik (Rany Puspita Dewi, 2017).

KLIK INI:  Tentang Limbah Rumah Tangga, Pengertian dan Jenisnya
Tempat wisata jadi tempat sampah

Pada akun facebook, Wisata Aceh, pada tanggal 21 Juni 2020 memposting foto tempat wisata baru di Tanggul Air Terjun Alue Lhok, Tangse yang disesaki sampah. Aku facebook tersebut mempertanyakan apa yang harus dilakukan untuk mengatasi persoalan itu.

“Bagaimana menurut kalian? Apa yang harus kita lakukan. Kebersihan sebagian dar iman, apa g ada iman orang yang buang sampah ini?” tulisnya.

Salah seorang warganet dengan akun Win Pungi Iradah mengomentari jika semua tempat wisata mengalami hal yang sama, banyak sampah.

“Di semua tempat wisata, semua banyak sampah, jadi yang berkunjung harus bertanggung jawab atas sampahnya. Jangan salahkan tempat wisatanya. Jadi, siapa-siapa yang pernah berkunjung ke tempat itu harus kembai mengambil sampahnya. Kalau merasa pernah membuang sampah di tempat wisata tersebut. Karena Anda telah mengotori alam yang sudah diciptakan Allah, kalau takut sama dosa, Anda harus bertanggung jawab,” tulisnya.

KLIK INI:  Ratas Pengembangan Destinasi Pariwisata Prioritas, Ini 6 Poin Arahan Presiden!

Sementara itu akun facebook bernama Rams memposting sebuah tulisan di grup Lembanna  Adventure tentang Malino yang bukan tempat sampah

“Malino bukan tempat sampah. Jadi kalau mauki naik cuma buang sampah mending ke TPA Antang maki saja. Salam lestari,” tulisnya.

Persoalan sampah di dunia pariwisata memang kompleks, padahal sampah di tempat wisata bisa disulap jadi barang yang bernilai. Baik sampah organik maupun sampah anorgani.

Potensi sampah ini apabila dimanfaatkan secara optimal sebagai sumberdaya, dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat, selain dapat mengurangi pencemaran dan meningkatkan kebersihan lingkungan, (Rany Puspita Dewi1, 2017)

Semoga ke depannya, dunia pariwisata bisa selamat dari ancaman sampah yang dibawa oleh pengunjung.

KLIK INI:  Hutan Muda dan Kontribusi Besarnya dalam Menyerap Karbon