Klikhijau.com – Taman Buru Ko’mara atau Komara merupakan kawasan konservasi yang ada di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan.
Kawasan ini dikenal memiliki nilai historis yang kuat tentang tradisi berburu rusa atau jonga. Sebuah tradisi yang sudah ada sejak zaman Kerajaan Gowa/Tallo.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Taman Buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai kawasan wisata berburu. Sedangkan menurut PP Nomor 13 Tahun 1994, taman buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat diselenggarakan perburuan secara teratur.
Legalitas kawasan hutan Komara dimulai sejak tahun 1961 – 1963 yang awalnya berstatus kawasan hutan lindung. Tingginya potensi Keanekaragaman hayati Hutan Komara membuat kawasan ini diusulkan sebagai kawasan konservasi pada tahun 1981.
Pada tahun 1987 keluar keputusan Perubahan status Hutan Lindung Komara seluas 8.000 hektare di Takalar menjadi Taman Buru Komara seluas 4.610 hektare dan Suaka Margasatwa Komara seluas 3.390 hektare.
Namun, pada tahun 1990 keputusan penunjukan kawasan ini direvisi dengan adanya perubahan sebagian kawasan hutan suaka margasatwa dan taman buru seluas 2.250 hektare menjadi Hutan Produksi Tetap.
Dengan demikian, kawasan Taman Buru Komara berkurang menjadi sekira 3.260 hektare dan Suaka Margasatwa Komara berkurang seluas 2.490 hektare.
Status penetapan resmi kawasan Taman Buru Ko’mara terbit pada tahun 1997, sedangkan suaka Margasatwa pada tahun 1999. Proses penetapan ini memerlukan waktu cukup lama yakni sekira 6 tahun. Lalu, dari penunjukan sampai penetapan membutuhkan waktu sekira 10 tahun dan 12 tahun untuk suaka Margasatwa.
Historiografi perburuan rusa di Komara
Konon sejak masa Kerajaan Polongbangkeng, populasi rusa di kawasan Komara sangat melimpah. Masyarakat sekitar kerap berburu rusa untuk mengambil dagingnya sebagai sumber protein.
Perburuan rusa di masa itu dilakukan secara konvensional yakni dengan sistem jerat bukan dengan panah. Menariknya, rusa hasil buruan tidak dikonsumsi sendiri melainkan dibagi-bagi ke masyarakat lainnya. Bahkan, sebagian diberikan ke toko masyarakat atau bangsawan di daerah tersebut. Mekanisme pembagiannya juga punya aturan khusus yang harus dipatuhi.
Masyarakat yang mendapatkan rusa secara diam-diam dan tidak dibagi-bagi akan terancam sanksi sosial jika ketahuan. Kaum bangsawan di masa itu juga sangat sering berburu jonga sebagai hiburan dan hobi.
Tak sekadar sebagai sumber makanan dan hiburan, daging rusa saat itu juga dinilai sangat mewah dan prestise. Rusa hasil buruan bahkan bisa dijadikan mahar pernikahan.
Dalam pertemuan atau semacam rapat khusus para bangsawan yang dinamai “tudang sipulung”, rusa dijadikan sebagai hiburan khusus. Acara ini digelar di sekitar kawasan Hutan Komara.
Pihak kerajaan membuat semacam arena khusus di depan baruga pertemuan. Beberapa ekor rusa yang gesit dilepaskan di arena lalu para bangsawan pemburu rusa yang dikenal dengan pajonga akan beraksi.
Perburuan dilakukan dengan menunggang kuda sambil memegang patado’ dan kentongan. Para pajonga dengan sigap akan mengejar rusa-rusa di area yang telah dibatasi.
Patado’ adalah semacam tali jerat yang disematkan di ujung tombak. Para pajonga’ akan mengarahkan tali tersebut ke leher rusa atau tanduknya. Rusa yang terjerat kemudian tidak bisa bergerak. Dalam sejarahnya, momen ini dilakukan tidak untuk membunuh rusa, tetapi sekadar sebagai momen hiburan para bangsawan.
Rusa di kawasan Komara mengalami penurunan populasi seiring dikenalnya senjata senapan, bersamaan dengan ditinggalkannya model perburuan tradisional. Perburuan rusa yang masif membuat rusa di kawasan ini, seolah tinggal kenangan. Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sulawesi Selatan, sedang berupaya untuk menjadikan kawasan ini sebagai habitat rusa sebagaimana jejaknya di masa lalu.
Potensi keanekaragaman hayati
Populasi rusa di Taman Buru Ko’mara memang sudah sangat sedikit. Kawasan ini sejatinya merupakan habitat alami Rusa Timor (Cervus timorensis), sebagai ikon utama. Di kawasan ini juga banyak dijumpai Babi hutan (Sus celebensis) dan Macaca maura yang oleh masyarakat sekitar kawasan dianggap sebagai hama pengganggu.
-
Potensi flora
Potensi flora di kawasan Komara termasuk sangat minim. Hal ini cukup paradoks mengingat, satwa utama yang ada yakni rusa adalah satwa herbivora alias pemakan tumbuhan.
Berikut beberapa flora yang ada di kawasan Taman Buru Komara: beringin, kemiri, bitti, ketapang, bambu duri, semak belukar, alang-alang, putri malu, jati, lento-lento, kenanga, mangga hutan, ebony dan lainnya.
-
Potensi fauna
Selain rusa sebagai satwa utama di kawasan ini, ada puluhan fauna lainnya yang juga bisa dijumpai. Berikut daftarnya:
Nama Indonesia | Nama Latin |
Babi hutan | Sus celebensis |
Rusa Timor | Cervus Timorensis |
Kera Sulawesi | Macaca maura |
Kelelawar | Pteropus vampyrus |
Tukus | Ratus ursinus |
Raja udang | Holcyon chloris |
Rangkong Sulawesi | Rhyticeros cassidix |
Kangkareng Sulawesi | Penelopides exarhatus |
Kepodang | Oriolus chinensis |
Tekukur | Columba liviadomestica |
Clay | Holiotus spp. |
Ayam hutan merah | Gallus gallus |
Puyuh | Turnix sp. |
Punai | Tekeron sp. |
Walet Kunelet | Aerodramus vamcorenis |
Walet | Collocalia sp. |
Kepodang | Caracina sp. |
Srigunting | Dicrurus hottentottus |
Gagak | Corvus macrorhynchus |
Kucica | Copsychus sp. |
Pergaum | Duceula sp. |
Putipili | Turena monodensis |
Burung kepas | Rhipidura perlata |
Jalak | Stumus sp. |
Burung madu | Nectaria sp. |
Bandol hijau | Erychura prasina |
Bandol | Lachura malaca |
Burung Hantu | Bubo sp. |
Burung Cabe | |
Kutilang | Pycnotus aurigaster |
Elang | Accipiter sp. |
Elang Sulawesi | Spizaetus lanceolatus |
Kadal | Mabuya sp. |
Biawak air tawar | Varanus salvator |
Ular sawah/sawa | Phyton reticulatus |
Ular pucuk | Dryophis prasinus |
Ular tanah | Boiga dendrophilla |
Bunglon | Golatus sp. |
Tokek | Gecho-gecho |
Cicak terbang | Draco sp. |
Kupu-kupu | Troides sp. |
Kupu-kupu mal (moth) | Artiidae spp. |
Capung | Odonata spp. |
Kumbang | Dorcus sp. |
Congret | Cicadidae spp. |
Kawasan Taman Buru Ko’mara berjarak sekira 60 km dari Kota Makassar dengan durasi perjalanan yang dibutuhkan lebih kurang 1 jam. Rute perjalanan dimulai dari Makassar – Gowa – Palleko – Desa Barugaya. Demikianlah perkenalan dengan Taman Buru Komara, salam lestari!
*Sumber: Dokumen Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan KLHK (2018)