Keterlibatan Masyarakat Adat Kunci Kelestarian Hutan di TN Gandang Dewata

oleh -224 kali dilihat
Keterlibatan Masyarakat Adat Kunci Kelestarian Hutan di TN Gandang Dewata
Kepala BBKSDA Sulsel, Ir. Thomas Nifinlury dalam sambutannya pada FGD mengenai peran masyarakat adat dalam kelestarian hutan di TNGD - Foto/Ist

Klikhijau.com – Keterlibatan masyarakat adat dalam mendukung kelestarian alam di taman nasional sangatlah penting.

Hal ini mengemuka dalam FGD yang digelar Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sulawesi Selatan (Sulsel) di Kabupaten Mamasa, Provinsi Sulawesi Barat (28/9/2021).

Diskusi multi stakeholders tersebut mengangkat tema “Kolaborasi Masyarakat Adat untuk Mendukung Kelestarian Taman Nasional Gandang Dewata melalui Identifikasi Indikasi Wilayah Hutan Adat di Sekitar Taman Nasional Gandang Dewata (TNGD)”.

Forum diskusi ini dibuka oleh Bupati Mamasa, Dr. H. Ramlan Badawi, dan dihadiri oleh Kepala Balai Besar KSDA Sulsel, Kepala Bapepelitbangda Kabupaten Mamasa, perwakilan dari OPD lingkup Kabupaten Mamasa dan Dinas Kehutanan Provinsi Sulbar.

Hadir juga Kepala KPH Mamasa Timur, Camat dan Kepala Desa peyangga TNGD wilayah Kabupaten Mamasa, 2 Pemangku Adat, yaitu Pemangku Adat Indo’na Tokeran Sepu dan Indo’na Rantebulan Timur.

Selain itu, hadir pula 6 Ketua Lembaga Adat, yaitu (1) Ketua Lembaga Adat Mamasa; (2) Ketua Lembaga Adat Tawalian; (3) Ketua Lembaga Adat Tabang; (4) Ketua Lembaga Adat Bambang; (5) Ketua Lembaga Adat Buntu Malangka; (6) Ketua Lembaga Adat Aralle.

KLIK INI:  Koalisi EoF Apresiasi Menteri LHK atas Penolakan Sawit jadi Tanaman Hutan

Bupati Mamasa dalam sambutannya menyampaikan beberapa point penting, antara lain bahwa untuk mewujudkan pengelolaan TNGD yang baik perlu melibatkan peran serta para pemangku kepentingan, antara lain pemerintah pusat dan daerah, pemangku adat setempat serta masyarakat.

“Program pengelolaan TNGD harus terkoneksi dengan program pembangunan daerah, yang dalam implementasinya perlu berkolaborasi dengan lembaga adat, OPD dan para pemangku kepentingan,” jelas Ramlan Badawi.

Menurut Ramlan, keberadaan TNGD diharapkan dapat mengangkat harkat dan martabat masyarakat Kabupaten Mamasa. Karena itu, seluruh pihak dapat saling berkerjasama untuk menjaga kelestarian TNGD demi generasi yang akan datang serta sebagai kebanggaan daerah Mamasa.

adat taman nasional
Pembukaan acara FGD di Mamasa Barat – Foto/Ist
Peran masyarakat adat

Direktur Jenderal KSDAE sebagai keynote speaker yang dihadiri oleh Direktur Pengelolaan Kawasan Konservasi, Ir. Jefry Susyafrianto, M.M menekankan pentingnya penghormatan terhadap nilai budaya dan adat.

Menurut Jefry, masyarakat adalah subyek atau pelaku utama dalam berbagai model pengelolaan kawasan hutan.

KLIK INI:  Jumat Berbeda, Polsek Sinjai Barat Mengganti Senam dengan Reboisasi

Masyarakat ada berperan penting antara lain dalam pengembangan daerah penyangga melalui ekowisata, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK), jasa lingkungan, air, patroli kawasan, penjagaan kawasan, restorasi kawasan, pengendalian kebakaran, budidaya dan penangkaran satwa, penanggulangan konflik satwa, pencegahan perburuan dan perdagangan satwa.

“Ditjen KSDAE dalam hal ini BBKSDA Sulsel sebagai pelaksana di lapangan, akan bekerja sama dengan desa dan kelompok masyarakat,” katanya.

Peran tersebut dapat ditunjukkan melalui implementasi nilai-nilai lokal dalam kelompok seperti gotongroyong, kebersamaan, kerjasama, dan tanggung renteng dalam rangka membangun tujuan kelompok serta pembelajaran bersama.

“Model ini secara tidak langsung dapat mendorong pelaksanaan dan penguatan prinsip-prinsip demokrasi di tingkat lokal sebagaimana yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa 76 tahun yang lalu,” tambahnya.

Senada dengan itu, Kepala Balai Besar KSDA Sulsel, Ir. Thomas Nifinluri., M.Sc. mengatakan, Kepala Desa merupakan mitra terbaik BBKSDA Sulsel dalam mendukung pengelolaan TNGD dan pemberdayaan masyarakat di desa penyangga.

Thomas menekankan bahwa dalam rangka pengelolaan TNGD, BBKSDA Sulsel telah melakukan berbagai kegiatan seperti inventarisasi ekosistem, Obyek Daya Tarik Wisata Aalam (ODTWA), Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL), pembentukan Masyarakat Peduli Api (MPA) dan Masyarakat Mitra Polhut (MMP), serta sosialisasi TNGD.

Menurutnya Thomas, keberadaan wilayah hutan adat di sekitar kawasan TNGD yang terindikasi beririsan langsung dengan kawasan konservasi, perlu dilakukan identifikasi indikasi wilayah adat yang diawali dengan FGD. Selanjutnya, akan dilakukan pengecekan lapangan bersama para pihak terkait, didampingi langsung oleh tokoh adat masing-masing.

“Diharapkan materi-materi yang disampaikan dalam FGD dapat memberikan pengetahuan dan gambaran tentang pengelolaan kawasan konservasi bersama masyarakat adat,” jelas Thomas.

Sebagai informasi, berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Mamasa Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemberdayaan dan Pengembangan Lembaga Adat disebutkan bahwa terdapat 17 wilayah keadatan.

Dari 17 wilayah keadatan tersebut, terdapat 8 di antaranya yang berbatasan dengan Taman Nasional Gandang Dewata, yaitu Tabulahan, Aralle, Mambi, Bambang, Rantebulahan, Osango, Buntukasisi, Mamasa/Rambu Saratu, Tawalian dan Tabang.

KLIK INI:  BBKSDA Sulsel Menggelar Workshop Pengelolaan TN Gandang Dewata, Ini Rekomendasinya!