Meredam Emisi Transportasi dengan Makanan Lokal

oleh -168 kali dilihat
Mudik Lebaran Menyisakan Lonjakan Emisi Karbon
Asap kendaraan slah satu penyebab polusi udara/foto-Ist

Klikhijau.com – Terkadang kita bangga memamerkan makanan atau barang impor. Karena itu menunjukkan status sosial di masyarakat.

Makanan atau barang lokal kerap diabaikan. Status sosial memang berharga mahal. Harga mahal itu kerap pula dibayar dengan sangat mahal pula. Misalnya barang atau makanan yang datang dari jauh akan menyebabkan lebih banyak emisi transportasi atau kendaraan.

Karena makanan atau barang tersebut membutuhkan waktu angkut lebih lama. Ada sebuah studi yang dipimpin oleh para ilmuwan dari University of Sydney baru-baru ini yang menunjukkan, pengangkutan makanan secara umum bertanggung jawab atas tiga gigaton emisi besar setiap tahun. Itu setara dengan hampir 20 persen dari semua emisi terkait makanan.

Studi yang dipublikasikan di jurnal Nature Food, menunjukkan bahwa emisi yang dihasilkan dari pengangkutan bahan makanan, mencapai tujuh kali lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya, dan juga jauh melebihi emisi yang disebabkan oleh pengangkutan komoditas lain.

KLIK INI:  PBB Targetkan Penerbangan Sipil akan Bebas Emisi pada 2050

Penulis studi menekankan bahwa ada kebutuhan mendesak untuk mengurangi emisi transportasi dan oleh karena itu konsumen harus fokus pada makan makanan yang diproduksi secara lokal.

Perihal makanan lokal dan diproduksi secara lokal pula, menurut Ibrahim Abdul-Matin dalam bukunya Greendeen bahwa ada sebuah hadis dari Nabi Muhammad SAW yang terkenal, yang menyatakan bahwa ketika makan, Nabi Muhammad SAW  selalu meng ambil hidangan yang dekat dengannya.

Matin mengakui, ia  telah mendengar hadis itu berkali – kali, tetapi ketika ia telaah maknanya secara lebih dalam untuk mengembangkan konsep Agama Hijau, terlintas pemikiran bahwa hadis ini mendorong kita untuk mendapatkan makanan dari sumber-sumber lokal. Hadis ini menganjurkan kita untuk memanfaatkan sumber daya yang ada di sekitar kita.

KLIK INI:  7 Langkah Kerja KLHK Atasi Pencemaran Udara Wilayah Jabodetabek
Berkontribusi sekitar 30 persen

Apa yang diungkapkan oleh Matin itu, jika ditilik dari emisi yang disebabkan transportasi yang mengangkut makanan, rupanya cukup besar.

Dr. Mengyu Li, penulis studi tersebut mengatakan, studi yang dilakukannya memperkirakan sistem pangan global, karena transportasi, produksi, dan perubahan penggunaan lahan. Telah berkontribusi sekitar 30 persen dari total emisi gas rumah kaca yang dihasilkan manusia.

Jadi, transportasi makanan menyumbang sekitar enam persen. Itu adalah proporsi yang cukup besar dari keseluruhan emisi.

“Emisi transportasi makanan menambah hampir setengah dari  emisi langsung dari kendaraan jalan,” ungkapnya.

Sedangkan rekan penulis, Profesor David Raubenheimer mengatakan bahwa sebelum penelitian tersebut, sebagian besar perhatian dalam penelitian pangan berkelanjutan adalah pada emisi tinggi yang terkait dengan makanan yang berasal dari hewan, dibandingkan dengan tanaman.

“Studi kami menunjukkan bahwa, selain beralih ke pola makan nabati, makan secara lokal sangat ideal, terutama di negara-negara makmur,” kata para peneliti.

Mereka menganalisis emisi dari pengangkutan berbagai barang di 37 sektor ekonomi yang berbeda, seperti sayuran dan buah-buahan, peternakan, batu bara, dan barang-barang manufaktur.

KLIK INI:  Polusi Plastik dan Pemanasan Global Berada dalam Lingkaran Setan
Negara kaya berkontribusi besar

Para peneliti mempertimbangkan emisi transportasi yang dihasilkan dari transportasi domestik dan internasional, baik di dalam negara produsen maupun di dalam negara tujuan ekspor barang. Mereka memperhitungkan jarak yang ditempuh dan massa barang yang diangkut.

Temuannya mengungkapkan, negara-negara kaya berkontribusi secara tidak proporsional terhadap emisi yang dihasilkan dari pengangkutan bahan makanan.

Secara keseluruhan, Amerika Serikat, India, dan Rusia adalah penghasil emisi transportasi makanan teratas. Tetapi negara-negara berpenghasilan tinggi pada umumnya berkontribusi lebih banyak terhadap emisi ini.

Negara-negara kaya seperti Amerika Serikat, Jerman, Prancis, dan Jepang merupakan 12,5 persen dari populasi dunia. Namun menghasilkan hampir setengah (46 persen) dari emisi transportasi makanan.

Australia ditemukan sebagai pengekspor emisi transportasi makanan terbesar kedua, mengingat luas dan volume produksi utamanya. Emisi transportasi juga bergantung pada jenis makanan. Dengan buah dan sayuran, misalnya, transportasi menghasilkan hampir dua kali lipat jumlah emisi dibandingkan produksi.

Hal ini sebagian disebabkan oleh fakta bahwa mereka memerlukan transportasi yang dikontrol suhu untuk memastikan mereka tiba di tempat tujuan dalam kondisi segar. Transportasi buah dan sayuran menyumbang lebih dari sepertiga dari semua emisi transportasi makanan.

KLIK INI:  Memerangi Pemanasan Global Melalui Lahan Basah

Agar emisi transportasi bisa diredam, maka penulis menyarankan, konsumen perlu memilih makanan produksi lokal yang sedang musim, daripada makanan di luar musim yang perlu diangkut dari jarak jauh.

Mengubah sikap konsumen

Meskipun begitu, penulis mengakui skenario ini tidak realistis karena banyak daerah tidak dapat mandiri dalam pasokan makanan. Mereka mengatakan ada hal-hal yang dapat dilakukan negara-negara kaya untuk mengurangi emisi transportasi makanan mereka.

Ini termasuk menggunakan kendaraan energi yang lebih bersih dan mendorong bisnis untuk menggunakan metode produksi dan distribusi yang mengurangi emisi.

Profesor Manfred Lenzen yang juga rekan penulis mengatakan, ada potensi yang cukup besar untuk pertanian pinggiran kota untuk memberi makan penduduk perkotaan.

KLIK INI:  Kabar Baik, Ditemukan 30.000 Enzim yang Dapat Mengurai Plastik

“Baik investor dan pemerintah dapat membantu dengan menciptakan lingkungan yang mendorong pasokan makanan berkelanjutan,” katanya.

Selain itu, sikap konsumen sangat penting. Pasokan makanan didorong oleh permintaan, artinya konsumen memiliki kekuatan tertinggi untuk mengubah situasi ini.

“Mengubah sikap dan perilaku konsumen terhadap pola makan berkelanjutan dapat menuai manfaat lingkungan dalam skala terbesar,” kata Profesor Raubenheimer.

“Salah satu contohnya adalah kebiasaan konsumen di negara-negara kaya yang menuntut makanan musiman sepanjang tahun, yang perlu diangkut dari tempat lain. Makan alternatif musiman lokal, seperti yang kita miliki sepanjang sebagian besar sejarah spesies kita. Itu akan membantu menyediakan planet yang sehat untuk generasi mendatang.”

KLIK INI:  Studi: Wewangian Menawarkan Solusi untuk Mengobati Depresi

Sumber:

https://www.earth.com/news/eating-locally-produced-foods-can-reduce-transport-emissions/

Matin, Ibrahim Abdul, 2010: Greendeen (Inspirasi Islam dalam Menjaga dan Mengelola Alam). Zaman. Jakarta