Gerakan Perempuan Menanam Perkuat Ketahanan Pangan

oleh -547 kali dilihat
Gerakan Perempuan Menanam Perkuat Ketahanan Pangan
Sayuran organik di pekarangan rumah Siti Rahmah (Ketua kelompok petani perempuan PITA Aksi) di Pangkep Sullawesi Selatan - Foto/Ist
Anis Kurniawan

Klikhijau.com – Gerakan perempuan menanam dapat berkontribusi pada ketahanan pangan. Ini bisa didorong sebagai gaya hidup keluarga Indonesia, di desa-desa dan terutama di perkotaan.

Hal ini penting mengingat ancaman krisis pangan menghantui kita. Lihat saja, jika zaman dulu bahan pangan bisa dengan mudah didapatkan dari halaman, pekarangan rumah, sawah atau kebun sendiri, saat ini masyarakat mendapatkannya dengan cara lebih praktis; beli.

Perilaku masyarakat modern yang ingin serba praktis semacam ini ternyata juga mendorong pemenuhan kebutuhan pangan yang juga serba ingin mudah. Namun di sisi lain, masyarakat tidak lagi cukup sabar untuk menanam bahan pangan lokal sendiri sedari menyemai hingga siap panen.

Mereka cukup sedia uang dan tinggal menunggu atau bertandang sejenak ke jajakan tukang sayur.

Di desa-desa sekarang, tanaman singkong, umbi-umbian, sayur, dan buah sudah mulai jarang kita temukan. Berganti menjadi tanaman keras, tanaman tahunan, atau dikonversi menjadi pemukiman dan industri. Sebagian lahan justru malah dijual untuk modal mengadu nasib menjadi pekerja di negara lain.

KLIK INI:  10 Lembaga Lingkungan Hidup Internasional yang Penting Anda Ketahui

Luas lahan untuk tanam singkong, misalnya. Berdasarkan Data Kementerian Pertanian (2014-2018) turun dari 1,003 juta hektar menjadi 792.952 hektar. Luas tanam umbi jalar dari 156.758 hektar jadi 106.226 hektar.

Data dan realitas tersebut menunjukkan bahwa cara masyarakat memenuhi kebutuhan bahan pangan sehari-hari masyarakat pedesaan saat ini sama dengan masyarakat urban. Bedanya hanya harga jual dan harga beli.

Akses pangan dan pandemi

Dalam situasi pandemi Covid -19 seperti sekarang ini, perubahan perilaku dasar dalam mengakses sumber bahan pangan masyarakat yang ”serba beli” tentu akan sangat memengaruhi ketahanan pangan nasional. Masyarakat juga musti terpaksa mengencangkan ikat pinggangnya untuk tetap bertahan hidup.

Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) memperingatkan negara anggotanya untuk menjaga ketersediaan pangan nasional masing-masing.

Mengutip Hermas E Prabowo dalam tulisannya di Kompas 27 April 2020 bertajuk Mengantisipasi Ancaman Kelaparan Nasional di Era Pandemi Covid-19, kebijakan pangan Kementerian Pertanian yang business as usual, seperti jaminan ketersediaan pangan, jaminan harga, dan stabilitas pasokan saja tidaklah cukup, baik stoknya dari lokal maupun impor.

KLIK INI:  Limbah Makanan, Masalah Global yang Belum Terurai

Ancaman ketahanan pangan merupakan problema multidimensi dan sangat kompleks. Banyak faktor yang mempengaruhinya. Bukan semata menyoal stok dan harga, melainkan juga soal daya beli yang turun drastis. Bahkan bisa mencapai Rp 0, juga bagaimana pemerintah mempunyai otoritas untuk mengatur ikhwal rantai pasok bahan pangan dengan kalkulasi yang tepat (Aulia Putri Pandamsari, 2020).

Oleh karenanya, perlu adanya kesadaran baik individu maupun kolektif untuk tanggap atas kedaruratan pangan dengan menjalankan strategi yang nyata di tengah pandemi. Salah satunya dengan menginisiasi gerakan menanam.

Memulai Gerakan Menanam di pekarangan

Warga di Jawa Tengah, terutama di Kota Semarang sudah menerapkan gerakan menanam. Mulai dari ibu-ibu, kelompok tani, lembaga swadaya masyarakat (LSM), masyarakat sipil yang tergabung dari berbagai macam latar belakang, pelaku bisnis rintisan sampai perusahaan.

Sebagai contoh, Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) menginisiasi Gerakan Perempuan Menanam sebagai upaya membentuk ketahanan pangan di tengah pandemi Covid-19.

KLIK INI:  Keberlangsungan Ketahanan Pangan dan Energi di Tangan Ketahanan Air

Gerakan yang melibatkan para perempuan dari semua latar belakang ini memanfaatkan momentum social distancing dan #DiRumahSaja untuk tetap produktif dengan menanam tanaman pangan yang lekas panen.

Gerakan ini dimulai dengan diskusi dengan berbagai komunitas mengenai tanaman pangan yang cepat panen. Lalu, mengampanyekan gerakan dan mendokumentasikan aktivitas menanam lalu mempublikasikannya di media sosial.

Pada diskusi yang diselenggarakan via WhatsApp Grup (WAG) pada selasa 12 Mei 2020 lalu, Sri Rahayu dari Kelompok Perempuan Tani (KPT) sekaligus Komunitas Perempuan Dewi Sinta dari Kelurahan Bandarharjo memberikan testimoni menarik perihal trik menanam di lahan sempit.

“Aktivitas menanam bahan pangan cepat panen ini sebenarnya bisa dilakukan oleh siapa saja, sekalipun di tempat dan lahan yang kelihatannya sempit” tutur Sri

Pasalnya, Sri tinggal di rumah susun. Meskipun keterbatasan lahan merupakan kendala utama, namun Sri tetap bisa mengakalinya dengan memanfaatkan lahan yang ada di lantai dasar rusun.

KLIK INI:  Tips Memilih Pot yang Tepat untuk Menanam Sayuran

“Kami menanam pohon daun katuk, terong, capai, kemangi dan sebagainya.  Semuanya ditanam di media tanam tanah, pupuk, dan air, baik di pot maupun polybag,” jelas Sri saat memaparkan pengalamannya di WAG.

Selain itu, Sri juga memaparkan cara pembuatan pupuk kompos dari sisa sayur yang mereka masak. Cara ini familiar disebut eco enzyme.

“Pupuk kompos bisa dibuat dari sisa-sisa sayuran, dipotong-potong lalu tambahkan gula pasir beberapa sendok dan cangkang telur yang sudah dihaluskan. Tambahkan sedikit air untuk melarutkan gula pasir tadi. Lalu, dimasukkan di tempat komposer. Sekitar tujuh hari kemudian akan keluar airnya,” imbuh Sri.

Di akhir diskusinya, para perempuan yang tergabung menyepakati nama gerakan besutan LRC-KJHAM tersebut dengan sebutan KELEPON (Kelompok Perempuan Nandur).

“Gerakan KELEPON ini rencananya juga berkelanjutan, tak sebatas ketika pandemi saja. Untuk kegiatan selanjutnya yang jangka panjang masih dalam pembahasan,” ujar Lenny Ristiyani, Staff Muda LRC-KJHAM, saat dihubungi tim klikhijau.com pada Minggu 7 Juni 2020.

KLIK INI:  Atasi Lahan Kritis Persemaian Modern akan Dibangun di Labuan Bajo

Lenny, panggilan akrabnya, berharap dengan adanya gerakan perempuan menanam ini para perempuan bisa mandiri, memotivasi perempuan, dan masyarakat luas pada umumya untuk sama-sama menanam guna mengantisipasi krisis pangan.

***

Gerakan menanam seperti yang dilakukan perempuan sebagai wujud kemandirian mayarakat menyoal kesediaan bahan pangan. Aksi ini bisa didorong sebagai gaya hidup masyarakat baik di desa maupun di perkotaan.

Bahan pangan berbasis umbi-umbian, sayuran, dan buah adalah yang paling mudah dibudidayakan, murah, dan bisa cepat berproduksi.

Selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, bahan pangan lokal tersebut dapat pula menjadi cadangan pangan di saat masyarakat mengalami krisis pangan.

Pemenuhan kebutuhan dan kedaulatan pangan sejatinya bisa dilakukan bila ada tekad untuk mewujudkan. Sudah saatnya kita bahu-membahu untuk menghadapi ancaman krisis pangan.

KLIK INI:  Praktis dan Alami, Begini Cara Mengolah Buah Maja sebagai Pestisida Nabati!