Keberlangsungan Ketahanan Pangan dan Energi di Tangan Ketahanan Air

oleh -293 kali dilihat
Dominggus dan Refleksi Peringatan Hari Air Sedunia 2020
Sumber air/Foto-Klikhijau.com
Irhyl R Makkatutu

Klikhijau.com Ketahanan pangan dan energi memang penting. Namun, yang lebih penting adalah sumber daya air.

Karena sumber daya air dan kehidupan adalah dua hal yang tak terpisah. Manusia bisa bertahan tanpa uang, kendaraan bahkan makanan, tapi tak bisa bertahan hidup tanpa air.

Air merupakan senyawa kimia yang paling berlimpah di alam. Namun demikian, sejalan dengan meningkatnya taraf hidup manusia. Karena itu kebutuhan air pun meningkat pula, sehingga akhir-akhir ini air menjadi barang yang “mahal” (Tjutju Susana, 2003).

Air sebagai barang mahal, seperti yang dikatakan Susana akan semakin terasa saat kemarau tiba. Namun meski kemarau belum tiba, dengan adanya pandemi Covid-19 pun  telah  mempengaruhi pencapaian target Sustainable Development Goals (SGDs) Indonesia.

KLIK INI:  Daur Ulang Sampah, Salah Satu Jurus Malaysia Perangi Plastik

Pengaruh pencapain SGDs itu berimbas terutama dalam upaya menjamin ketahanan air, pangan maupun energi secara nasional, khususnya di masa pandemi Covid-19 ini.

Dibanding dengan pangan dan energi, air menjadi jauh lebih penting.  Menurut Direktur Eksekutif APCE-UNESCO, Ignasius D.A. Sutapa ketersediaan air di masa mendatang  tak  lagi menjadi sumber daya. Namun akan menjadi aset penting bagi keberlangsungan sektor ketahanan pangan dan energi.

Itu artinya apabila menginginkan ketahanan pangan dan energi terpenuhi, maka ketahanan air perlu diperhatikan.

“Riset, inovasi dan teknologi sangat diperlukan sebagai dasar pengelolaan sumber daya air. Konsep pendekatan ecohydrology sangat dibutuhkan, karena harus dilakukan secara holistik,”  tutur Ignas.

Tentang air

Tjutju Susana dalam Ross, D,A  (2003) menjelaskan bahwa jumlah air yang terdapat di muka bumi ini relatif konstan, meskipun air mengalami pergerakan arus, tersirkulasi karena pengaruh cuaca dan juga mengalami perubahan bentuk.

Sirkulasi dan perubahan bentuk tersebut antara lain melalui air permukaan yang berubah menjadi uap (evaporasi), air yang mengikuti sirkulasi dalam tubuh tanaman (transpirasi) dan air yang mengikuti sirkulasi dalam tubuh manusia dan hewan (respirasi). Air yang menguap akan terkumpul menjadi awan kemudian jatuh sebagai air hujan.

Air hujan ada yang langsung bergabung di permukaan, ada pula yang meresap masuk ke dalam celah batuan dalam tanah, sehingga menjadi air tanah. Air tanah dangkal akan diambil oleh tanaman, sedangkan air tanah dalam akan keluar sebagai mata air. Sirkulasi dan perubahan fisis akan berlangsung terus sampai akhir zaman.

Apa yang dijelaskan oleh Susana dengan mengutip pendapat Ross menandakan jika ketersediaan air akan terus terjamin sampai akhir zaman.

Sayangnya, ikut campur manusia menjadikan air ke depannya akan semakin sulit. Itu karena sumber air semakin tercemar oleh Industri, ditambah lagi kerusakan alam yang menyebabkan perubahan iklim dan merusak kanton-kanton penyimpanan air.

Ignasius juga mengatakan bahwa saat ini Asia Pasifik dihadapkan pada lima isu persoalan air, salah satunya terkait perubahan iklim. Dampak ketahanan air juga akan berdampak ke indonesia.

Shahbaz Khan, Direktur UNESCO mengatakan jika Indonesia tak segera melakukan antisipasi untuk ketahanan air, Indonesia akan masuk kategori high water stress ke depannya.

“World Resources Institute memprediksikan pada tahun 2040, Indonesia termasuk dalam kategori high water stress, apabila tidak segera melakukan upaya-upaya signifikan untuk ketahanan air,” papar Shahbaz.

Langkah yang harus dilakukan?

Menurut Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Laksana Tri Handoko sebagai upaya menjamin ketahanan air, pangan maupun energi secara nasional, perlu dilakukan penataan, tata kelola, dan koordinasi ulang untuk mencapai target SDGs.

Untuk menjamin tiga aspek ketahanan tersebut, LIPI memiliki fokus riset untuk mendukung ketiganya, khususnya air.

“Sejak lama topik air dan pangan telah menjadi fokus riset. LIPI telah melakukan riset pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan. Riset pangan fokus pada penciptaan nilai tambah dari pangan lokal dari sumber daya alam darat maupun laut. Riset energi  fokus pada pengembangan energi berbasis sumber daya alam nabati. Juga  perkembangan teknologi dengan energi baru terbarukan seperti kendaraan listrik,” ungkap Handoko seperti dikuti dari laman resmi LIPI.

Sedangkan Febrian A. Ruddyard selaku Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri mengakatan bahwa seluruh problem yang muncul termasuk masalah air, pangan dan energi perlu segera diatasi.

”Saat ini adalah dekade untuk aksi pencapaian SDGs 2030. Indonesia mengedepankan SDGs sebagai framework dalam usaha pemulihan pasca pandemi. Usaha ini harus mengutamakan pendekatan interlinkages untuk memajukan beberapa capaian sekaligus,” terang Febrian.

Sementara itu, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, Agung Hendriadi mengatakan, untuk ketahanan pangan, pemerintah telah menyiapkan kebijakan untuk peningkatan ketersediaan pangan di era new normal.

“Kebijakan ini terbagi dalam empat cara bertindak, yaitu peningkatan kapasitas produksi, diversifikasi pangan lokal, penguatan cadangan dan sistem logistik pangan, dan pengembangan pertanian modern,” rincinya.

Untuk ketahanan energi,  Sugeng Mujiyanto selaku Kepala Biro Fasilitas Kebijakan Energi dan Persidangan, Dewan Energi Nasional menyatakan ke depan energi menjadi modal. Kemandirian energi sebagai modal dan optimalisasi pemanfaatan energi diperlukan untuk pembangunan ekonomi, penciptaan nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja.

“Diharapkan penggunaan dan impor energi semakin sedikit dan perlu dilakukan pengembangan renewable energi, konservasi energi, perubahan perilaku penggunaan energi, serta penyimpanan energi untuk mencukupi ketersediaan energi di masa depan,”  jelas Sugeng

Namun, seperti yang diungkapkan di atas bahwa ketahanan pangan dan energi ke depannya akan tergantung pada ketahanan air. Maka mengatasi masalah ketahanan air menjdai sangat penting.

Menjaga sumber daya air agar tetap lestari, berarti menyelamatkan ketahanan pangan dan energi.

KLIK INI:  'Low Technologi', Upaya Tekan Sampah Organik Berbasis Warga