Pohon Ludah

oleh -73 kali dilihat
Pamata
Lukisan: Inggrita Putri Kusuma Wardani dengan judul Kemana Melaju Air Mata?
Irhyl R Makkatutu
Latest posts by Irhyl R Makkatutu (see all)

Jam menunjukkan angka 10 lewat 57 menit. Aku tiba sangat terlambat. Harusnya aku tiba dari jam 9 pagi. Waktu yang disepakati untuk pertemuan mendadak itu.

Pertemuan biasanya diadakan di kantor. Namun, kali ini dipindahkan ke warkop Rintih Gerimis. Warkop yang bersebelahan dengan kantorku.

Baik, akan kuceritakan kenapa bisa terlambat. Namun, sebelum itu aku akan menceritakan perihal pintu kantor yang berubah.

Bukan karena dibongkar, bukan. Pintu kayu itu, entah bagaimana tetiba saja tumbuh. Ia hidup. Rasanya aneh dan tak masuk akal. Bagaimana bisa kayu yang sudah dipotong-potong, digergaji, dicat, diangkut melewati empat kabupaten bisa tumbuh.

KLIK INI:  Segelas Kopi Pertemuan

Kayu yang telah bersalin wajah jadi daun pintu itu, telah tiga puluh tujuh tahun terpasang—sudah sangat kering dan kehidupannya telah lama terampas.

Ketika aku sampai hampir di warkop Rintih Gerimis yang bersebelahan dengan kantorku. Orang-orang ramai melihat fenomena aneh itu. Tak ada celah. Sesak penuh. Aku tertahan.

Hari ini harusnya aku libur, tapi karena fenomena itu. Si Bos meneleponku. Rapat mendadak. Aku bergegas menuju lokasi rapat yang di di depannya  berdiri kantor partai politik itu.

Si Bos yang berkacamata minus tebal itu, berinisiatif meliburkan kantor hingga seminggu ke depan atau memindahkannya. Bahkan rapat pun dipindahkan ke warkop Rintih Gerimis, sebab pintu kantor tak bisa lagi dibuka.

KLIK INI:  Anak Kecil dalam Hujan
Atina

Semua bermula ketika Atina diterima sebagai karyawan. Gadis berkulit agak gelap itu setahun terakhir menjadi pengangguran. Setelah lulus kuliah. Ia pulang kampung, mengurusi ibunya yang sakit-sakitan.

Begitu ibunya sembuh, ia kembali ke kota mencari kerjaan. Dan keberuntungan berpihak kepadanya. Di kantorku, sedang butuh karyawan baru yang sesuai dengan jurusannya—teknik perencanaan wilayah kota.

Tanpa banyak pertimbangan dan ia menjadi pelamar satu-satunya. Atina pun diterima. Bosku yang berkacamata minus itu, memang sudah puyeng dengan tata kota.

Sejak Kurasiri menjabat sebagai walikota dua periode. Pohon-pohon besar di Kota D tiada tersisa. Sang Walikota menggantinya dengan tanaman hias dan bangunan beton.

Karenanya, keberadaan Atina akan jadi senjata si Bos untuk merancang ulang kota. Meski itu terasa mustahil. Namun, si Bos adalah tipe orang yang aneh. Ia akan menjalankan apa yang diinginkannya.

Hanya saja, baru tiga hari bekerja, Atina telah minta izin. Ia ingin pulang kampung menjemput ibunya.

KLIK INI:  Berkenalan dengan Akasia, Pohon Kenangan yang Kembali Diidamkan

Si Bos yang juga sangat mencintai ibunya itu, tak berkutik saat Atina mengutarakan niatnya. Atina memang ingin selalu dekat dengan ibunya—membalas jasa yang ia tahu tak akan pernah terbayarkan.

Tak jauh dari kantor, Atina mengontrak sebuah kamar. Ukurannya 4×4 meter. Kamar mandinya di dalam.

Aku tahu detail kamarnya saat membantunya mengangkat barang-barangnya. Tak banyak, seadanya saja. Sejak membantunya mengangkat barang-barang itu, teman-teman kantorku menjodohkanku dengan Atina.

“Parandi, Atina cocok untukmu,” goda si Bos. Aku hanya tersenyum saja.

KLIK INI:  Rumah Pohon Alea
Berawal dari ludah Atina

Karena sering dijodohkan denganku. Atina jadi jengkel. Maka suatu hari, menurut Pak Mardi—si sekuriti kantor, Atina tanpa sengaja meludah ke pintu kantor—melepas kejengkelannya. Dari bekas ludahnya itulah tumbuh akar, batang, daun lalu ranting. Dan hanya dalam waktu dua belas jam saja. Sebatang pohon telah tumbuh.

Awalnya tak ada yang peduli, bahkan para karyawan di kantorku pun tidak. Apalagi pegawai di kantor partai itu.

Pengunjung warkop Rintih Gerimis, yang bergandengan dengan kantor di mana  aku bekerja tak menyadarinya pula.

Tempat kerjaku, yang bergerak di bidang pelestarian lingkungan, memang lebih memilih interior kayu ketimbang besi. Lebih ramah lingkungan, kata si Bos.

Begitu orang-orang sadar jika ada pohon besar tumbuh di kantorku. Spontan saja banyak yang datang. Apalagi itu pohon besar pertama yang tumbuh sejak Kurasiri menjabat walikota.

Sejak pintu itu berubah menjadi kayu yang hidup. Kejadian aneh selalu saja muncul, misalnya tetiba banyak yang menjadi pengemis, ada tukang parkir dadakan, penjual minuman dan makanan memenuhi badan jalan. Dan teror dari orang-orang walikota tak pernah alpa menyerang karyawan di kantorku.

KLIK INI:  Nama pada Masa Depan

Karena banyak yang datang ingin menyaksikan keanehan itu, sampah-sampah pun berserakan. Bau menyengat, dan lalat berdengung mengalahkan musik dangdut dari warkop Rintih Gerimis.

Rupanya bukan hanya karena pintu yang telah puluhan tahun itu dapat tumbuh kembali. Bukan itu satu-satunya alasan kenapa warga kota dibikin heboh.

Alasan lainnya, sebab itu adalah pohon satu-satunya yang tumbuh di kota D. Banyak memang tanaman, tapi hanya tanaman hias saja yang dipelihara. Warga kota suka hidup yang berwarna-warni seperti bunga.

Karenanya, pohon-pohon besar ditebang, lalu diganti dengan taman bunga. Pohon besar dikerdilkan, hingga tumbuh tak lebih tinggi dari anak-anak.

Warga kota menamainya seni. Tak mengherankan sebenarnya, ketika ada pohon besar yang tumbuh dari sebuah pintu. Maka warga geger, utamanya generasi muda kota—mereka tak pernah melihat pohon besar.

“Kenapa terlambat,” semprot si Bos begitu melihat saya muncul.

“Anu, Bos,” jawab saya dengan sedikit gugup.

KLIK INI:  Gelas Plastik di Bibirmu

Aku ingin menjawab, jika aku tak bisa lewat karena orang berjubel ingin menyaksikan pintu yang puluhan tahun itu bisa tumbuh.

Namun, jawaban itu pasti akan menimbulkan suara gaduh, jadi tertawaan.

Pertumbuhan pohon itu sungguh ajaib, hanya kurang dari dua puluh empat jam saja. Batangnya telah melampaui atap kantor yang berlantai tiga itu. Akar-akarnya telah menjalar jauh. pohon itu menguasai kantorku. Kantorku saja, tak menyeberang ke warkop Rintih Gerimis atau ke bangunan yang lain. Aneh kan?.

Teror yang meneror

Sejak tersiar kabar, jika ludah Atina mampu menumbuhkan pintu kayu yang telah puluhan tahun mati. Atina menjadi manusia super sibuk.

Kantor tempatku bekerja menjadikannya sebagai duta pohon. Si Bos tanpa pikir panjang menaikkan gajinya.

Wajar saja, bosku pernah merasakan dinginnya penjara selama tiga bulan karena memprotes walikota yang menebang pohon seenaknya.

KLIK INI:  Sepasang Mata Hujan

Makanya, ketika ludah Atina terbukti mampu menghidupkan pintu kayu menjadi pohon besar. Ia berkali-kali sujud syukur.

Ia bahkan rela mengantar Atina ke mana pun sesuai panggilan. Tugas Atina ringan saja, hanya meludahi pintu kayu yang terpasang, maka kayu itu akan tumbuh.

Sialnya, banyak penduduk kota yang tak lagi menggunakan material kayu pada pintunya, banyak yang menggunakan besi.

Ludah Atina akan mati kutu jika bersentuhan dengan besi. Pun hanya berfungsi pada pintu kayu saja. Pada yang lainnya, misalnya kusen, lemari yang terbuat dari kayu, ludah Atina tak berkutik.

Apa yang dilakukan Atina sampai juga ke telinga walikota. Walikota melalui orang-orangnya, kemudian mencari Atina dan juga bosku.

Perintah tangkap dalam kondisi apapun dikeluarkan oleh walikota. Kehidupan Atina terancam. Sebab jika tak ditangkap, Kota D bisa saja berubah jadi hutan dengan pohon-pohon besar tumbuh berimbun.

KLIK INI:  Pohon Kenangan

Jika demikian, tentu taman yang dikerjakan walikota dengan dana yang tak sedikit akan gagal total.

Buktinya sederhana saja, setiap ada pintu yang berubah jadi pohon. Orang-orang berjibaku bernaung di bawahnya. Mereka mengerumuninya.

Karena banyak pohon yang kembali tumbuh. Pohon di kantorku, yang pertama tumbuh dari pintu tak lagi begitu ramai dikunjungi. Namun, pohon yang tumbuh itu memangsa seluruh ruangan kantor. Tak ada lagi akses pintu masuk.

Namun, si Bos tak lagi peduli. Misinya menghijaukan kota telah terwujud. Yang ia peduli adalah Atina. Ia menjaga gadis itu seperti menjaga nyawanya sendiri.

Teror dari orang-orang walikota semakin beringas. Bahkan bagi siapa yang melihat atau melaporkan keberadaan Atina dan Bosku akan diberi imbalan berupa uang yang tak terhitung jumlahnya.

Hanya saja, karena orang-orang mulai merasakan udara bersih dan kesejukan  kota dengan banyaknya pohon yang tumbuh, tak ada yang tega melaporkan keberadaan Atina dan si Bos.

Bahkan kini, ludah Atina diperjualkan di pinggir jalan. Bagi siapa yang ingin menumbuhkan pintunya menjadi pohon, tinggal siramkan saja ludah Atina.

Saat ini, kota D semakin hijau. Sementara walikota semakin geram. Taman-taman yang ia bangun semakin sepi.

2023

KLIK INI:  Mata Sulida