- Perihal Buncis dan Pengalaman Pertama Memanennya - 28/03/2024
- Bongo’, Meski Dibenci Tetap Memberi Banyak Manfaat - 26/03/2024
- Mikroplastik di Dada Ibu - 10/03/2024
bagaimana jika akhirnya, jalan itu bukan hanya ke rumahmu?
tapi juga ke matamu yang menyimpan awan?
di mana aku cari tempat teduh
saat sedang gerah
berkeringat
keringat air didih di tubuh penuh tanda seru berangkulan
dan jalan menujumu, tak pernah ada cukup
kau semua mungkin pada doa
melangit, hujan tiba
tumpah
kau selalu jadi jalan setapak
tak mungkin di hindari menuju tujuan: dirimu.
meski luka menetak berkali-kali
berkali-kali.
terus saja kujernihkan rindu dalam hujan
aku menadah airnya dari atap
aku sedang di depan tv menonton banjir
tak sadar, di luar air telah meluap
merasuk lembut ke dalam rumah
celanaku basah dan kupikir kopi sedang tumpah, warna cokelat.
ketika sadar, rupanya pembalut telah jadi tempat dudukku
di bawa banjir dari saluran air yang tersumbat depan rumah
pembungkus permen karet menempeli bajuku
aku baru tahu, rupanya musim hujan telah tiba
membawa luka yang lebih luka dari pergimu
dan jalan menuju rumahmu tertimbun sampah
aku ingin mencari gelas plastik yang menyimpan bekas bibirmu
Penulis: Burhan Basri, lahir 23 Mei 1993 di Makassar. Menyukai puisi sejak duduk di kelas 2 Sekolah Menengah Atas. Saat ia jatuh cinta pada adik kelasnya