Melacak Penyebab Lebah Menghasilkan Madu Lebih Sedikit

oleh -28 kali dilihat
Madu, salah satu HHBK/foto-IlmuGeografi.com

Klikhijau.com – Saat kemarau, lebah biasanya menghasilkan madu yang banyak. Baik itu lebah jenis Apis cerana atau dikenal dengan lebah lokal yang biasa bersarang di celah-celah batu atau kayu berlubang maupun jenis Apis dorsata atau lebah liar.

Jenis lebah liar adalah penghasil madu paling jempolan, sebab bisa menghasilkan 50 hingga 60 kg/sarang atau pohon. Hanya untuk memanen madunya tidaklah mudah. Sebab bersarang di atas pohon. Tingginya bisa mencapai puluhan meter.

Di Bulukumba, lebah liar dinamai bani. Sedangkan lebah lokal bernama bampo. Untuk jenis bani, tidak semua orang bisa memanennya, harus yang berani memanjat dan tahan sengatan.

Bani termasuk lebah yang ditakuti karena sengatannya. Lebah ini tidak kenal kompromi. Tercatat ada beberapa kasus orang kehilangan nyawa oleh lebah ini. Ia bisa menyerang targetnya dalam jumlah besar. Sehingga targetnya akan sulit lolos.

KLIK INI:  Pasangan Romantis Bisa Atasi Perubahan Iklim dengan Cara Lebih Pribadi

Para pencari madu akan memburu sarang lebah ini karena satu sarang dapat menghasilkan madu yang banyak. Meski harus bertaruh nyawa.

Sayangnya untuk tahun ini, jenis madu, baik lebah lokal maupun lebah liar tidak menghasilkan madu yang banyak.

Kurang cani’na, lohe opa ‘kurang madunya, banyak yang kosong melompong,’” kata Nanring, salah pencari madu dari Desa Kahayya, Bulukumba.

Belum lama ini, Nanring (48 tahun) memanen madu hutan (lebah liar) bersama ketiga temannya. Lebah hutan itu bersarang pada kayu dengan ketinggian sekira 30 meter.

Tallung botoloji ‘hanya 3 botol saja,’” terangnya.  Di Bulukumba, khususnya Desa Kindang dan Kahayya,  alat ukur madu umumnya tidak menggunakan liter atau kilogram. Tapi, menggunakan botol. Botol yang biasa dipakai adalah botol kecap.

Nanring mengaku kaget, sebab biasanya jika kemarau bani maupun bampo akan massi (sarangnya terisi penuh madu). Namun, tahun 2023 lalu. Hal itu tidak terjadi.

KLIK INI:  Menstabilkan Populasi Satwa Liar dengan Perburuan yang Diatur

Bukan hanya Nanring yang mengalami hal itu. Puang Mili pun mengalaminya. Ia mengaku sarang lebah liar yang didapat di hutan pun madunya kurang. Hanya menghasilkan beberapa botol saja.

Kurang kalea ‘kurang sekali’,” katanya.

Baik Nanring maupun puang mili dan pencari madu lainnya mengaku tidak mengerti, kenapa lebah tahun 2023 lalu tidak menghasilkan banyak madu seperti biasanya saat  kemarau.

Perkiraan Nanri dan Puang Mili, karena faktor kemarau yang panjang, sehingga banyak bunga yang layu. Sebagaimana kita ketahui, makanan lebah adalah nektar bunga.

Faktor penyebab lebah kurang menghasilkan madu

Sebuah studi baru yang dilakukan oleh para peneliti di Penn State University sepertinya bisa menjawab keresahan para pencari madu itu. Meski studi tersebut dilakukan jauh di Amerika Serikat sana.

Menurut studi yang diterbitkan dalam jurnal Environmental Research Letters itu. Di Amerika Serikat produksi madu telah mengalami penurunan sejak tahun 1990.

KLIK INI:  13 Alasan Paling Masuk Akal Kenapa Penggunaan Kantong Plastik Harus Dilarang

Tren tersebut membuat para peneliti dan produsen madu kebingungan. Apa penyebabnya? Dilansir dari Ecowatch, para peneliti memeriksa data selama lima dekade dari seluruh negeri.

Mereka menganalisis kemungkinan mekanisme dan faktor yang dapat mempengaruhi jumlah bunga yang tumbuh di berbagai wilayah, serta jumlah madu yang dihasilkan oleh lebah madu.

Para peneliti menemukan bahwa penggunaan lahan, seperti berkurangnya program konservasi yang mendukung penyerbuk, penggunaan herbisida dan anomali cuaca tahunan. Semuanya mempengaruhi hasil madu.

Studi itu juga menemukan bahwa produktivitas tanah dan kondisi iklim merupakan faktor penting dalam memperkirakan hasil panen madu.

Mereka menemukan bahwa tanah yang produktif menghasilkan hasil madu yang lebih tinggi di negara-negara yang berlokasi di daerah sejuk dan hangat.

KLIK INI:  Presiden Jokowi: Sebagai Negara Kepulauan Indonesia Sangat Berdampak Perubahan Iklim

Menurut laporan studi tersebut, hasil madu di seluruh Amerika Serikat telah menurun secara signifikan sejak tahun 1990 an, bersamaan dengan perubahan iklim, penggunaan lahan, dan penggunaan pestisida skala besar. Meskipun banyak faktor yang dapat mempengaruhi akumulasi madu. Hal ini menunjukkan bahwa penyebab stres antropogenik mungkin memiliki dampak besar terhadap sumber daya tanaman yang menjadi andalan penyerbuk untuk mendapatkan nutrisinya.

Penulis utama studi, Gabriela Quinlan, seorang rekan postdoctoral NSF di Departemen Entomologi dan Pusat Penelitian Penyerbuk Penn State mengatakan, tidak jelas bagaimana perubahan iklim akan terus mempengaruhi produksi madu. Namun, temuan mereka dapat membantu memprediksi perubahan ini.

“Misalnya, sumber daya penyerbuk mungkin menurun di Great Plains seiring dengan menghangatnya iklim dan menjadi lebih moderat. Sementara sumber daya mungkin meningkat di Atlantik tengah karena kondisi menjadi lebih panas,” jelasnya.

Christina Grozinger, salah satu penulis makalah itu serta direktur Pusat Penelitian Penyerbuk dan profesor entomologi di Penn State, mengatakan penelitian sebelumnya hanya dilakukan di satu wilayah di negara tersebut.

KLIK INI:  Politik Kewargaan: Anak Muda dan Perubahan Iklim

“Yang benar-benar unik dari penelitian ini adalah kami dapat memanfaatkan data selama 50 tahun dari seluruh benua AS. Hal ini memungkinkan kami untuk benar-benar menyelidiki peran tanah, kondisi iklim eko-regional, variasi cuaca tahunan, penggunaan lahan, dan lahan. praktik pengelolaan ketersediaan nektar bagi lebah madu dan penyerbuk lainnya,” kata Grozinger dikutip dari Ecowatch.

Para peneliti juga mengatakan, kurangnya bunga adalah salah satu penyebab stres paling besar bagi penyerbuk yang mencoba mengumpulkan cukup nektar dan serbuk sari untuk dimakan. Karena berbagai wilayah di AS mendukung beragam tanaman berbunga tergantung pada karakteristik tanah dan iklim, mereka mengatakan minat untuk menentukan lanskap dan wilayah dengan kelimpahan bunga untuk lebah semakin meningkat.

“Banyak faktor yang mempengaruhi produksi madu, tapi faktor utama adalah ketersediaan bunga,” kata Grozinger.

Menurutnya, lebah madu merupakan penjelajah yang baik, mengumpulkan nektar dari berbagai tanaman berbunga dan mengubahnya menjadi madu.

KLIK INI:  Terkesan Menjijikkan, Maggot Menawarkan Beragam Solusi dan Manfaat

“Saya penasaran, jika peternak lebah melihat lebih sedikit madu, apakah itu berarti sumber daya bunga yang tersedia bagi penyerbuk secara keseluruhan juga lebih sedikit? Dan jika ya, faktor lingkungan apa yang menyebabkan perubahan ini?” katanya.

Quinlan menegaskan bahwa temuan mereka memberikan wawasan berharga yang dapat diterapkan untuk meningkatkan model dan merancang eksperimen yang memungkinkan peternak lebah memprediksi hasil madu.

“Petani memahami jasa penyerbukan, dan pengelola lahan untuk mendukung komunitas penyerbuk tanaman dan jasa ekosistem,” tutupnya.

KLIK INI:  Kenaikan Suhu dan Frekuensi Bencana Ekologis Berkorelasi Kuat