Presiden Jokowi: Sebagai Negara Kepulauan Indonesia Sangat Berdampak Perubahan Iklim

oleh -88 kali dilihat
https://www.cnbcindonesia.com/news/20220106175515-4-305281/jutaan-hektare-izin-kehutanan-dicabut-ini-penjelasan-klhk
Presiden RI Joko Widodo - Foto/Presidenri.go.id

Klikhijau.com – Indonesia sudah sangat merasakan dampak perubahan iklim sebagai negara yang berbasis kepulauan. Demikian pesan Presiden Jokowi pada acara Coalition Ambition Summit  CAS  2021,  Senin malam (25/Januari/2021).

Jokowi menegaskan, dampak perubahan iklim yang dirasakan saat ini antara lain banyaknya bencana alam yang berkaitan dengan hidrometeorologi. Presiden mengajak negara-negara di dunia untuk bersama-sama mengatasi perubahan iklim sekaligus pandemi COVID-19.

Coalition Ambition adalah forum yang diinisiasi oleh Belanda dan pada Summit 2021, Belanda menjadi chair di dampingi co-chair dari Inggris dan Indonesia.

Ikut terlibat pula di forum ini Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte dan keynotes dari Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB) ke-8, Ban Ki-moon, serta utusan perubahan iklim Presiden Amerika Serikat, John Kerry.

Menteri LHK, Siti Nurbaya, menyampaikan catatan sebagai co-chair di hari yang sama dan melanjutkan penekanan pesan dari Presiden Jokowi, bahwa sebagai negara agraris, peningkatan suhu global akibat perubahan iklim tentu akan mempengaruhi produktivitas pertanian yang akan berdampak pada kondisi ekonomi dan kehidupan sosial.

KLIK INI:  Perubahan Iklim Semakin Mengancam Keberadaan Kopi
Tiga isu strategis

Karenanya, Indonesia memasukkan adaptasi perubahan iklim dalam Nationally Determined Contributions (NDC)-nya selain mitigasi perubahan iklim untuk mencapai tiga bidang ketahanan yaitu: ketahanan ekonomi, ketahanan sosial dan kebutuhan dasar hidup, serta ketahanan ekosistem dan bentang alam.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya menjadi satu pembicara dalam Inaugural Annual Ministerial Dialogue on Adaptation Action. Dialog tahunan tentang aksi adaptasi yang diselenggarakan oleh the Global Center on Adaptation (GCA) menjadi salah satu sesi penting pada konferensi tingkat tinggi Climate Adaptation Summit (CAS) 2021.

Dialog ini bertujuan untuk membentuk kerja sama yang berkelanjutan oleh para pemimpin global untuk mengakselarasikan aksi adaptasi baik dalam hal kecepatan maupun dalam skala yang lebih besar.

Forum ini juga menjadi platform bagi negara-negara untuk menampilkan keberhasilan implementasi dan menyampaikan inisiatif baru, kerja sama. Juga tentang tindakan-tindakan lain yang dapat berkontribusi atau berpotensi untuk akselarasi aksi adaptasi perubahan iklim.

Menteri Siti menyampaikan bahwa dari sisi regulasi, Indonesia telah memasukkan adaptasi dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Roadmap NDC Adaptasi sedang disusun untuk memberikan arahan terhadap pencapaian NDC adaptasi pada tahun 2030. Panduan dan perangkat telah disiapkan dalam rangka implementasi adaptasi perubahan iklim di tingkat tapak.

KLIK INI:  Kisah Inspirasi 3 Aktivis Lingkungan Buka Lapangan Kerja

Menteri Siti juga menyampaikan bahwa, pada saat situasi pandemi COVID-19, implementasi adaptasi perubahan iklim dalam bentuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan Food Estate merupakan inisiatif pemerintah Indonesia untuk meningkatkan ketahanan nasional terhadap pandemi COVID-19.

“Inisiatif tersebut bertujuan untuk meningkatan kesejahteraan masyarakat sekaligus mengurangi risiko dampak perubahan iklim melalui upaya Padat Karya Penanaman Mangrove oleh masyarakat dan peningkatan ketahanan pangan melalui Food Estate,” terang Menteri Siti.

Pendanaan dan kolaborasi

Dalam hal pendanaan untuk mengatasi perubahan iklim, Menteri Siti menginformasikan bahwa Indonesia telah membentuk Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) yang berfungsi untuk mengelola dana yang berasal dari dalam negeri, internasional, hingga sektor swasta untuk pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian perubahan iklim.

“Sebagai negara berkembang dengan wilayah yang hampir seluas benua Eropa dan jumlah penduduk nomor 4 di dunia, tentunya akan membutuhkan sumber daya yang besar untuk meningkatkan kapasitas guna meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim, oleh karena itu diharapkan dengan dibentuknya BPDLH dapat mendukung pencapaian NDC baik dari segi mitigasi maupun adaptasi,” ungkap Menteri Siti.

KLIK INI:  Menanti Pengembangan Praktik Pertanian Cerdas Iklim

Terakhir, Menteri Siti menegaskan bahwa sebagai anggota G20, Indonesia juga berkontribusi membantu negara berkembang lainnya melalui South-South Cooperation. Beberapa kerja sama internasional tersebut antara lain adalah berbagi pengalaman dalam pengelolaan lahan gambut dengan Kongo dan Peru yang dikelola oleh International Tropical Peatland Center (ITPC) di Bogor yang didukung oleh UNEP, FAO dan CIFOR.

Kerja sama dengan berbagai pihak juga telah dilakukan dengan mewujudkan Regional Capacity Center for Clean Seas (RC3S) di Bali untuk peningkatan kapasitas negara-negara berkembang dalam menangani sampah laut. RC3S didukung oleh COBSEA, GPA–UNEP, UN-ESCAP, PEMSEA dan Jepang.

“Mengakhiri pernyataan saya, saya ingin menekankan pentingnya adaptasi, sebagaimana tercermin dari ambisi besar kami untuk mencapai agenda pengendalian perubahan iklim,” pungkas Menteri Siti.

Konferensi tingkat tinggi Climate Adaptation Summit (CAS) tahun 2021, adalah konferensi global untuk mengakselarasi, menciptakan inovasi, dan meningkatkan upaya negara-negara dalam beradaptasi dengan efek perubahan iklim.

CAS 2021 diselenggarakan secara virtual pada tangal 25-26 Januari 2021 dengan Belanda menjadi tuan rumah. Masyarakat dapat meangakses informasi terkait CAS 2021 secara virtual melalui tautan CAS2021.com dan menyaksikan para pembicara pada tautan cas2021-onlinesummit.com.

KLIK INI:  Gakkum KLHK Gagalkan Penambangan Emas Ilegal di Parigi Moutong