Menjumpai Pergam Putih Bersarang di Pohon Kenanga

oleh -65 kali dilihat
Menjumpai Pergam Putih Bersarang di Pohon Kenanga
Burung Pergam putih - Foto: Taufiq Ismail
Taufiq Ismail

Klikhijau.com – Hari yang cerah saat saya mulai melangkah kaki menelusuri jalan setapak berpaping. Jalan setapak yang memudahkan pelancong meramahi kawasan wisata seperti pada umumnya. Ya.. pada hari itu, di akhir Juli 2023, saya menikmati kesejukan pagi di Kawasan Wisata Pattunuang. Salah satu destinasi unggulan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.

Kali ini, saya menenteng kamera. Berharap ada fauna yang berkenan menampakkan diri. Memamerkan kemolekannya.

Saya terpukau dengan kemegahan batu gamping Pattununang. Berdiri megah menjulang ratusan meter. Membenteng di sisi kiri dan kanan. Di antara kedua gugusan karst ini, mengalir sungai dengan arus yang cukup deras. Hujan yang baru saja reda beberapa jam lalu, membuat sungai masih nampak kecoklatan.

Tak hanya itu, ternyata pada batuan gamping ini masih bisa tumbuh permadani pepohonan di kaki dan puncak-puncaknya. Seolah tak percaya. Akar-akar pepohonan menjalar ke mana-mana mencari nutrisi. Menopang batang kekarnya yang menjulang tinggi.

Kehadiran vegetasi inilah menjadi rumah beragam satwa seperti aneka serangga, avifauna, reptil, hingga mamalia besar. Karenanya wajar jika pelancong bertandang untuk mencarinya. Asalkan untuk tujuan wisata karena wilayah ini terlarang untuk perburuan satwa. Mengingat kawasan ini merupakan bagian dari taman nasional.

KLIK INI:  Ngeri, 1.400 Spesies Burung Musnah di Tangan Manusia?

Belum berapa lama saya berjalan, saya mendapati tujuh rumah warga berjejer rapi. Sungai mengalir persis di belakang rumah mereka. Beberapa warga sedang asyik duduk bersantai di teras. Sesekali melemparkan senyum saat bertatap muka. Begitu ramah.

Tak jauh dari rumah warga, terdengar suara burung. Suaranya seperti siulan. Saya kemudian memelankan langkah. Mencari sumber suara.

Benar saja, dua ekor burung sejenis merpati sedang bertengger di atas pohon. Tak hanya diam. Berjalan, sesekali terbang kecil menuju dahan lainnya. Sepertinya sedang mencari makan.

Saya lalu bersembunyi. Berlindung di salah satu batu besar tak jauh dari pohon pertemuan kami. Dengan sigap: menyalakan kamera, mencari posisi, dan mulai membidik. Melesatkan bidikan secara beruntun. Sesekali si doi berpaling, mencari sumber suara shutter shot.  Namun ia tak menemukannya. Ia lalu kembali beraktivitas.  Seolah tak tahu ada yang mengintainya.

Tak lama kemudian, burung yang belakang saya ketahui namanya adalah pergam putih, berpindah tempat. Terbang dari pohon kenanga ke pohon jati. Wah kali ini bisa lebih leluasa mengamatinya. Daun jati tak begitu lebat. Memudahkan mengabadikan parasnya.

Betapa senang hari itu, memotret burung bernama latin: Ducula luctuosa ini dengan leluasa.

KLIK INI:  Kelor, Pohon Ajaib dan 4 Fakta Menarik yang Akan Membuat Anda Jatuh Hati Padanya

Rasanya pengel juga memotretnya, apalagi tanpa menggunakan tripod. Hanya mengandalkan kekuatan lengan dengan lensa yang cukup panjang. Namun semuanya sirna kala menyalakan layar kamera dan menyaksikan pergam putih yang beku. Apalagi dengan kulitas ketajamannya yang mumpuni membuat hati berbunga-bunga. Begitulah kebagiaan seorang penikmat kehidupan satwa liar. Tak harus memenjarakannya dalam kendang sempit. Cukup memantaunya beraktivitas dan memotretnya. Itu sudah lebih dari cukup.

Saat bergeser, mencari posisi yang lebih baik, sang pergam menyadari kebaradaan saya. Karena itu, ia terperangah, lalu terbang menjauh. Terbang lebih tinggi menuju ke pohon kenanga. Pohon kenanga itu tinggi ramping. Percabangannya hampir serupa dengan pohon jabon. Batangnya lurus dengan cabang seperti seseorang membentangkan tangan. Cabangnya bejejer rapi.

Pohon kenanga ini memliki tinggi sekitar 20 meter. Pada ketinggian sekitar 15 meter, saya memerhatikan sang pergam bertengger. Lalu lalang, tak lama kemudian berdiam. Saya lalu membidiknya dengan kamera. Bermaksud memerhatikan lebih dekat aktivitasnya. Ternyata ia sedang bersarang. Bersarang pada ujung cabang pohon kenanga.

Saya menunggu beberapa puluh menit. Nampaknya sang pergam sedang bertelur ataukah malah mengerami telurnya. Ia tak keluar dari sarang. Hanya berdiam dalam sarang. Seperti ayam yang sedang mengeram.

Tak lama kemudian seekor lagi mendekati sarang. Berjalan di cabang yang lurus. Berkativitas sekitar sarang. Saya lalu mengasumsikan bahwa yang baru saja datang adalah sang jantan. Menjaga betina yang sedang di dalam sarang. Sungguh romantis.

Saya jauh di bawahnya, hanya bisa senyum-senyum sendiri. Merasa senang, sang burung sedang meneruskan generasinya. Perilaku mereka juga menegaskan bahwa Pattunuang menjadi habitat si pergam putih. Tak hanya mencari makan namun juga berkembang biak di sini.

Karenanya kemudian saya menyudahi perburuan foto hari itu. Kembali menjalani rutinitas sebagai aparat negara. Menjalankan tugas yang diamanatkan. Sebenarnya, mengamati satwa adalah bagian dari tugas saya sebagai Pengendali Ekosistem utan di taman nasional yang juga terkenal dengan kupu-kupunya ini.

Perjumpaan dengan pergam memberi kebahagiaan tersendiri bagi saya. Ini adalah perjumpaan pertama. Saya jatuh hati padanya. Bulunya nampak putih bersih. Matanya hitam. Nampak jelas. Seolah bermata sipit. Mungkin karena warna putih badannya yang begitu luas.

Apalagi burung ini adalah salah satu jenis burung endemik Sulawesi. Endemik berarti hanya hidup di daerah tertentu di muka bumi.

Hasil berburu foto pergam putih ini kemudian saya bagikan ke media sosial pribadi saya. Beberapa teman mengomentari. Salah satu kawan mengatakan bahwa pergam putih termasuk jenis yang sudah sulit dijumpai di alam. Penyebabnya adalah karena perburuan liar.

“Wah.. keren masih jumpa di sana. Kami di sini, di Palu, Sulawesi Tengah, sudah sulit ketemu. Terlalu sering ditembaki pemburu,” komen Donny Kristanto, kawan petugas Taman Nasional Lore Lindu di akun Instagram.

Berbeda dengan Pandu, petugas Taman Nasional Bunaken, menuturkan bahwa pergam putih jarang ia temukan. Ia lebih sering berjumpa dengan pergam laut. Komunikasi tersebut kami lakukan melalui Whatsapp. Namun bagi  Muh. Hasan Sahri, petugas Taman Nasional Bunaken, justru pernah mendapati keduanya dalam satu tangkai pohon.

“Saya juga pernah ketemu pergem putih, beraktivitas di sekitar pantai bersama dengan pergam laut. Membentuk seperti sebuah kelompok, antara 4-6 ekor,” terang Muh. Hasan Sahri, petugas Taman Nasional Bunaken.

Betapa senang jika bisa berjumpa dengan burung idaman membentuk koloni. Terbang dan mencari makan bersama. Kesenangan yang tak terkira.

KLIK INI:  Selain Keindahan, Kacang Hias Juga Menawarkan Manfaat Lain yang Mengesankan