Kenalkan Oreophryne Riyantoi, Katak Jenis Baru Endemik Sulawesi

oleh -127 kali dilihat
Oreophryne Riyantoi, Katak Jenis Baru Endemik Sulawesi
Oreophryne Riyantoi, Katak Jenis Baru Endemik Sulawesi-foto/BRIN

Klikhijau.com – Oreophryne riyantoi merupakan nama katak yang baru ditemukan. Ia termasuk endemik Sulawesi.

Katak ini ditemukan pada serasah daun hutan pegunungan. Tepatnya di Gunung Mekongga, Sulawesi Tenggara.  Pada ketinggian 2528 mdpl.

Katak dengan moncong bulat ini ditemukan oleh Tim Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Sebelum penemukan Oreophryne riyantoi. Diketahui hanya ada tiga spesies endemik Oreophryne ditemukan di Sulawesi.

Ketiganya adalah Oreophryne celebensis, Oreophryne variabilis, dan Oreophryne zimmeri. Oreophryne celebensis ditemukan di Pegunungan Boelawa dan Lembah Totoiya, Gunung Sudara di Sulawesi Utara.

KLIK INI:  5 Bayi Lutung Jawa Hasil Sitaan Perdagangan Satwa Liar Ditemukan Mati

Sementara Oreophryne variabilis yang dideskripsikan dari Gunung Lompobatang, Sulawesi Selatan. sedangkan Oreophryne zimmeri  dilaporkan ditemukan di Pegunungan Mekongga, Sulawesi Tenggara.

Dengan adanya penemuan Oreophryne riyantoi. Itu berarti Sulawesi telah menyumbang empat jenis katak endemik.

Kepastian katak berwarna cokelat tersebut sebagai katak jenis baru endemik Sulawesi setelah dilakukan analisis morfologi dan filogenetik oleh tim herpetologi Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi (PRBE) BRIN.

Tim tersebut terdiri dari Auni Ade Putri, Wahyu Trilaksono, Hellen Kurniati, Amir Hamidy, dan tim Institut Pertanian Bogor, University of California, dan Zoological Community of Celebes Sulawesi Tengah.

KLIK INI:  Mengurai Kemisteriusan Penguin Jambul Tegak dan Penyebab Ancaman Kepunahannya
Asal usul penamaan

Asal usul penamaan “Riyanto” menurut Auni pada katak jenis baru tersebut sebagai bentuk didedikasikan untuk Bapak Awal Riyanto yang merupakan seorang peneliti senior yang saat ini aktif meneliti di PRBE BRIN.

“Apresiasi tersebut diberikan sebagai bentuk pengakuan atas kontribusinya yang luar biasa dalam bidang taksonomi dan konservasi herpetofauna di Sulawesi,” ungkap Auni dikutip dari laman resmi BRIN.

Auni menambahkan, dasar penemuan Oreophryne riyantoi didukung oleh data morfologi dan analisis filogenetik gen 16S rRNA.

Hasil penemuan menunjukkan bahwa spesies baru tersebut didiagnosis memiliki moncong bulat jika dilihat dari belakang dan samping. Gendang telinganya tidak jelas.

Sementara jarak orbit sempit. Katak ini memiliki tangan kecil, jari tangan dan kaki tidak berselaput, serta cakram terminal kecil pada jari tangan dan kaki.

Kakinya sangat pendek, terdapat bintil-bintil tidak beraturan di bagian belakang kepala, badan, dan anggota badan dengan tuberkel yang tidak teratur.

KLIK INI:  Ratu Kembali Membawa Kabar Gembira bagi Konservasi Indonesia dan Dunia

“Akhirnya, berdasarkan analisis mendalam dan sejumlah pendekatan identifikasi lainnya. Tim sepakat dan meyakini spesimen kali ini tervalidasi sebagai spesies berbeda, serta belum memiliki nama ilmiah,” ucapnya.

Wahyu dan Hellen menuturkan bahwa ada beberapa hal menarik dari katak yang baru ditemukan kali ini. Biasanya, genus Oreophryne hidup di wilayah terestrial, seperti padang rumput terbuka di dataran tinggi atau padang rumput yang didominasi pakis.

Namun yang berbeda Oreophryne riyantoi, ia ditemukan hidup di hutan pegunungan. menurut Wahyu,  dalam proses identifikasi. Tim memeriksa morfologi 50 spesimen Oreophryne Sulawesi dan mengenali spesies berbeda yang belum terdeskripsikan.

Seluruh spesimen katak tersebut dikumpulkan Wahyu pada 20 November 2011 lalu. Lokasinya di Gunung Mekongga, Pegunungan Mekongga, Kecamatan Wawo, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.

“Holotipe tersimpan di Museum Zoologicum Bogororiense (MZB), Direktorat Pengelolaan Koleksi Ilmiah BRIN, dengan paratipe seekor jantan dewasa dan seekor jantan remaja,” terangnya.

KLIK INI:  14 Ekor Curik Bali Dapat Kebebasan Terbang di TNBB

Sementara itu, Amir menjelaskan, terdapat empat spesies Oreophryne endemik di Sulawesi, setelah penemuannya dipublikasikan pada 12 Oktober 2023 di jurnal Zootaxa Volume 5353 Edisi 5.

“Studi taksonomi Oreophryne dan diagnosis spesies baru telah lama terhambat, karena beberapa spesies tidak ditemukan lagi sejak pertama kali dideskripsi, sehingga sebagian besar belum dipelajari,” katanya.

Ia menambahkan bahwa, kegiatan penelitian herpetologi, termasuk survei daratan tinggi dan studi taksonomi tambahan, masih diperlukan untuk memahami sepenuhnya keanekaragaman Oreophryne dan filogeografinya di Sulawesi.

KLIK INI:  Lebih Dekat dengan Jalak Bali yang Jadi Maskot Pemilu 2024
Mulai terancam

Katak mini Oreophryne mencapai keanekaragaman terbesarnya di daratan New Guinea dan pulau-pulau sekitarnya.

Genus ini juga tersebar luas ke Maluku, wilayah Wallace di Sulawesi, Kepulauan Sunda Kecil, Lombok , Sumbawa, Komodo, Rinca dan Flores, bahkan wilayah Timur Bali, dan Kepulauan Filipina bagian selatan Mindanao dan Biliran.

Secara morfologi dan ekologi, Oreophrynes beragam tetapi pada dasarnya hidup di pegunungan dan arboreal. Akibatnya, banyak spesies yang dideskripsikan mempunyai cakram jari yang membesar dan kaki belakang yang relatif panjang untuk mengakomodasi pendakian.

Sekadar informasi, hewan amfibi Sulawesi yang hidup di dataran rendah hingga pegunungan saat ini terancam akibat hilangnya habitat di pulau tersebut dan perubahan iklim global.

Oleh karena itu, eksplorasi herpetology, khususnya taksonomi tetap menjadi prioritas di daerah yang terkena dampak. Pekerjaan seperti ini juga akan mendukung upaya keanekaragaman hayati dan konservasi para pemangku kepentingan di pulau tersebut. ***

KLIK INI:  Pemerintah Bakal Hapus Penggunaan Markuri, Alih Mata Pencaharian Penambang Berlaku