Klikhijau.com – Jalak bali kini telah resmi jadi maskot Pemilu 2024 mendatang. Maskot tersebut diberi nama Sura dan Sulu. Sura adalah singkatan dari suara rakyat dan Sulu adalah suara pemilu. Keduanya mewakili pemilih laki-laki dan perempuan.
Ketua KPU RI, Hasyim Asyari mengatakan, makna dari maskot Pemilu 2024 menggambar karakter pemilih Indonesia yang terdiri dari laki laki dan perempuan. Sura (jantan) yang mewakili pemilih laki-laki dan Sulu (betina) yang mewakili pemilu perempuan.
Sura dan Sulu merupakan pemenang desain maskot Pemilu 2024. Maskot ini adalah karya pemuda berusia 19 tahun bernama Stephanie. Ia merupakan mahasiswi Program Studi Desain Komunikasi Visual (DKV) Universitas Pradita Tangerang, Banten.
Bagaimana rupa jalak bali itu? Jika sahabat hijau pernah melihat uang logam nominal 200 rupiah yang terbit pada tahun 2008. Sahabat hijau tentu tidak akan asing dengan jalak bali, sebab burung inilah yang terpampang pada uang logam tersebut.
Jalak bali pernah berada pada titik terendah. Tepatnya di tahun 2005-2006 hanya tersisa enam ekor saja di habitat aslinya di Taman Nasional Bali Barat.
Hal itu disebabkan masifnya perburuan liar karena adanya permintaan yang tinggi untuk dijadikan koleksi. Permintaan yang tinggi itu diikuti pula dengan melambungnya harga jual satwa ini, baik di pasaran domestik maupun di pasar internasional.
Ancaman lain dari burung yang pertama kali ditemukan pada tahun 1910 ini oleh Dr Walter Rothschild, seorang pakar satwa berkebangsaan Inggris adalah predator yang juga meningkat.
Jadi dua maskot
Penobatan jalak bali sebagai maskot pemilu 2024 menjadikan burung dari famili Sturnidae menjadi burung yang menyandang dua maskot. Karena selain jadi maskot Pemilu, burung ini telah menjadi maskot Pulau Dewata Bali sejak tahun 1991.
Warnanya yang putih cerah dan kicauannya yang merdu serta bentuk tubuhnya yang menawan. Menjadikan burung bernama ilmiah Leucopsar rothschildi ini banyak diminati.
Minat yang menggunung itulah yang menjadikan burung dari filum Chordata ini diburu dan mendorongnya pada status langka.
Jalak balik atau yang dikenal juga dengan curik bali ini mudah dikenali. Ia memiliki bulu dominan berwarna putih, ada corak hitam pada sayap dan ekornya. Pada bagian pipinya tidak ditumbuhi bulu, warnanya biru cerah, kakinya berwarna keabu-abuan, matanya berwarna cokelat tua, daerah di sekitar kelopak matanya tidak berbulu, warnanya biru tua, dan kepalanya dihiasi jambul.
Burung endemik Pulau Bali yang memiliki berat 107 gram ini habitat asli terbatas. Dilansir dari ksda-bali.go.id burung berparuh lancip dengan panjang 2-3 cm hanya terkonsentrasi di bagian barat Pulau Bali, yakni Taman Nasional Bali Barat (TNBB).
Upaya menjaga jalak bali
Convention on International Trade in Endangered Spesies of Wild Fauna and Flora (CITES) memasukkan jalak bali ke dalam satwa yang terancaman punah. Ia masuk kategori Appandix 1. Artinya satwa ini tidak boleh lagi diperdagangkan dan ada larangan untuk mengambil dan menjualbelikannya karena terancam punah.
Bukan hanya CITES yang memasukkannya ke dalam kategori terancam punah, tetapi juga International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN).
IUCN bahkan memasukkannya ke dalam kelompok critically endangered atau kritis. Artinya ada risiko besar mengintai burung ini terhadap kepunahan dalam waktu dekat di alam liar.
Agar jalak bali terhindar dari kemerosotan populasi, maka pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya konservasi untuk mempertahankaannya.
Salah satu Langkah yang diambil oleh pemerintah adalah menetapkan burung dari kelas Aves ini sebagai satwa liar yang dilindungi oleh undang-undang.
Perlindungan hukum itu tertuang dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 421/Kpts/Um/8/1970 tanggal 26 Agustus 1970.
Perlu diingat, pada tahun 1970, jalak bali juga pernah mengalami masa suram. Tercatat hanya tinggal 112 ekor saja di alam bebas.
Perlindungan hukum lainnya juga terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Jalak Bali.
Pada peraturan tersebut terdapat larangan perdagangan satwa, kecuali hasil dari penangkaran generasi ketiga atau bukan berasal dari indukan burung alam.
Untuk menjaga jarak bali agar terhindar dari kepunahan, dapat ditempuh dengan dua cara, yakni,
-
Ex-situ
Ex-situ adalah upaya pelestarian atau penangkaran yang dilakukan di luar habitat aslinya, misalnya di kebun binatang dan penangkaran lainnya.
-
In-situ
In-situ adalah upaya pelestarian atau konservasi yang dilakukan di habitat aslinya.
Upaya lain yang harus ditempuh aadalah pengurangan laju deforestasi serta upaya reboisasi dan reforestasi, larangan perburuan liar, dan pengurangan akses masyarakat memasuki habitat aslinya.
Upaya konservasi itu terbukti tetap. Pihak Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) mencata pada tahun 2015 populasinya 75 ekor TNBB. Pada tahun 2017 meningkat menjadi 81 ekor. Setahun kemudian, yakni 2018 menjadi 109 ekor.
Lalu pada 2019 jumlahnya mencapai 256 ekor dan pada awal tahun 2020 telah berkembang menjadi 303 ekor angka itu kemudian naik lagi per September 2020 menjadi 355 ekor.
Meski angkanya terus menanjak, ada kekhawatiran dari Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik, Indra Exploitasia.
Menurut Indra, meski saat ini jalak bali telah memenuhi habitat aslinya dari hasil pelepasliaran, ada tantangan yang menanti, yakni bagaimana cara menimbulkan kembali sifat ini dan juga kemampuannya beradaptasi di alam bebas, termasuk dalam hal membangun sarang secara alami sebagai tempat bertelur.
Penobatan jalak bali sebagai maskot Pemilu 2024, adalah upaya memperkenalkan jalak bali lebih luas ke masyarakat dan semoga menjadi titik balik bagi kelestariannya agar terhindar dari kepunahan.