Revolusi dari Dapur, Praksis Ekologi Kaum Muda

oleh -437 kali dilihat
Revolusi Dari Dapur, Praksis Ekologi Kaum Muda
Hanapi

Klikhijau.com – Gerakan ekologi anak muda sebagian besar berangkat dari kegelisahan akan krisis lingkungan yang melanda kehidupan sekitar mereka.

Anak-anak muda secara politik sadar akan implikasi dari pembangunan yang tidak bisa berdamai dengan alam dan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Yang mana paradigma pembangunan konvensional telah gagal menghadirkan perdamaian dalam kehidupan warga.

Alternatif terhadap paradigma konvensional ini disebut sebagai paradigma pembangunan sebagai perdamaian (Lambang, 2007).

Paradigma pembangunan alternatif dan kebaharuan ini belum diterapkan secara serius dalam pembangunan kita sehingga politik pembangunan kita masih bersandar pada model pembangunan konvensional.

Yang dalam bidang energi kita masih banyak menggunakan energi yang tidak dapat diperbaharui seperti batu bara, minyak dan gas bumi.

Fondasi kehidupan masyarakat Indonesia ditopang oleh energi ini yang memiliki daya hancur anarkis. Dimana rasio untuk memenuhi kebutuhan publik selalu dilapisi dengan penderitaan dan tanggisan masyarakat kecil (marhaen) di belahan bumi Indonesia (tonton, sexykillers).

Film sexykillers yang dirilis Watchdoc telah menggambarkan bagaimana bisnis tambang bekerja. Yang secara prakteknya banyak merampas tanah dan hak-hak warga negara yang dijamin oleh konstitusi.

Tetapi arena pemenuhan hak-hak kewarganegaraan itu adalah arena kontestasi dan perjuangan (Van Klinken, 2019).

KLIK INI:  Politik yang Minim Isu Lingkungan

Warga negara benar-benar dirugikan oleh pembangunan nasional yang ditopang energi yang tidak berkelanjutan. Film ini menjadi energi sekaligus politik pencerahan bagi generasi muda. Membuat mereka semakin sadar bagaimana politik bekerja dalam menghancurkan ruang hidup masyarakat.

Kaum muda kita telah bahkan terus aktif menginisiasi beragam model gerakan ekologi di Indonesia untuk menjawab persoalan ekologis. Melawan praktek bisnis hancur lebur meminjam istilah David Efendi.

Gerakan kaum muda ini mulai dari gerakan ekologi dangkal menuju ekologi progressif yang mempersoalkan kondisi ekonomi politik dimana penguasaan lahan dikuasai oleh aktor-aktor oligarkis.

Reformasi agraria dan ekologi jalan utama yang harus ditempuh bagi kaum muda progressif. Namun titik persoalannya bukan pada model gerakan ekologi yang dipilih oleh anak-anak muda melainkan politik ekologi belum menjadi kekuatan dominan dalam kontestasi elektoral kita.

Hal ini terbukti dari putaran debat pemilu pada 2018 yang pada debat pilgub Jawa Timur dan Jawa Tengah isu lingkungan hanya dibicarakan kurang dari 10 menit dari tiga putaran debat.

Pada pemilu Jawa Tengah Sudirman Said pernah menyinggung bagaimana persoalan pendirian listrik panas bumi di Gunung Slamet yang bisa merugikan masyarakat dan merusak ekologi gunung.

Sudirman mempermasalahkan pemberian izin yang diberikan oleh Gubernur Ganjar. Namun debat ini tidak menempatkan kepedulian yang serius pada persoalan lingkungan.

Petahana pun merespon dengan nada sindiran dimana izinpun dikeluarkan oleh Sudirman Said sewaktu menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (www.tirto.com, 05 Juli 2018).

Isu lingkungan didiskusikan secara agak serius berada di Jawa Barat dimana debat pilgub ini tentang lingkungan berlangsung selama 36 menit 30 detik. Ini disebabkan oleh banyaknya persoalan lingkungan yang dihadapi baik sampah, air dan sungai citarum.

KLIK INI:  7 Filosofi Daun Hijau yang Membuat Hidup Anda Semakin Bermakna

Dari tiga provinsi ini masih banyak pemimpin daerah yang memiliki keberpihakan ekologi melalui visi dan misi mereka tentang lingkungan hidup. Dari 15 Provinsi, sebanyak 30 calon gubernur dan wakil gubernur tidak memiliki visi dan misi mengenai lingkungan.

Kandidat yang memiliki kepedulian secara visi dan misi hanya sebanyak 19 orang yang dari awal agak serius diantaranya, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Wilayah lainnya seperti Lampung, Bali, NTT, dan Maluku tidak memasukkan persoalan lingkungan dalam visi dan misi mereka. Meskipun wilayah dan daerah ini memiliki persoalan lingkungan yang serius (www.tirto.com, 05/07/19).

Belum hadirnya narasi politik ekologi secara serius, menjadi bukti belum kuatnya gerakan lingkungan sebagai blok politik dalam kontestasi politik. Kelahiran partai hijau Indonesia yang diinisiasi oleh para aktivis lingkungan belum mampu hadir dalam pertarungan elektoral.

Perjuangan menghadirkan kekuatan politik baru di Indonesia masih sangat panjang khususnya bagi para aktivis lingkungan.

Generasi muda millenial memiliki kemungkinan untuk membangun kekuatan politik baru. Beragamnya gerakan lingkungan anak muda hari ini menjadi kekuatan tersendiri bagi kemajuan bangsa.

Para anak muda ini memulai gerakan mereka dengan beragam kreativitas untuk mendorong terbangunnya fondasi warga negara hijau. Munculnya kekuatan minoritas berdaya tahan untuk mendorong perubahan dalam skala mikro diberbagai titik di Indonesia.

Salah satunya gerakan ekologi kaum muda ini yang secara radikal ada di Rumah Baca Komunitas Yogyakarta. Komunitas ini didesain sejak awal menjadi ruang kaum muda untuk saling berbagi dan berjejaring dalam memperkuat peran aktivisme kebangsaan.

Di tengah galaksi gerakan lingkungan, anak muda RBK memainkan peran tersendiri dalam menjawab krisis lingkungan di kalangan generasi muda.

Komunitas literasi yang didirikan di tahun 2012 ini memulai gerakan ilmu berupa penyadaran, akses pengetahuan yang mudah hingga praksis ekoliterasi (ekologi) demi menjawab krisis ekologis yang ada disekitar mereka.

KLIK INI:  Retornous A La Nature!

Anak-anak muda di RBK mengadopsi model gerakan lingkungan liberatif yang dipraktekkan dari hal-hal sederhana.

Misalnya, mengurangi jumlah penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari, berkebun sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup, memasak makanan khas lokal dan belanja di warung tetangga.

Aksi-aksi sederhana ini yang secara mazhab keilmuwan RBK membangun tradisi keilmuwan yang tidak berjarak dengan aksiologis praksis dimana ilmu berada pada posisi amal.

Memasak, Daya Tahan dan Perlawanan Sosial

Memasak makanan sendiri menjadi tindakan politis dan perlawanan paling penting ditengah masyarakat konsumtif. Banyak anak anak muda terjebak dalam budaya konsumtif. Kehilangan identitas mereka terutama yang berkaitan dengan masakan lokal.

Anak-anak muda yang hidup di perkotaan lebih sukak membeli makanan cepat saji dari pada belajar memasak dan membeli bahan makanan dari pasar tradisional.

Memasak sendiri adalah tindakan perlawanan dari dalam selain anak anak muda berbicara revolusi sosial-ekologi dalam agenda-agenda yang cakupannya lebih luas.

Gerakan memasak sendiri telah dilakukan anak-anak muda khususnya di Rumah Baca Komunitas yang berasal dari berbagai daerah Indonesia. Seperti Sulawesi, Bengkulu, Jawa Timur, Jambi dan lainnya telah memperkuat kesadaran, perlawanan sosial dan pembentukan warga negara hijau.

Memasak ini bukan dalam definisi sederhana tetapi ada proses menanam makanan sendiri untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari berupa cabai, sayur dan lainnya.

KLIK INI:  Tentang Hanapi dan 7 Manfaaf Ekologi Bagi Manusia

Ini menunjukkan ada rantai perlawanan panjang yang dilakukan sebelum melawan untuk tidak membeli makanan cepat saji yang disukai kaum muda perkotaan.

Tradisi memasak makanan lokal di Rumah baca komunitas ini sudah dimulai sejak dari 2014 yang terus diperkuat dengan kebiasaan berkebun. Ini model perlawanan politik sehari-hari (Scott, 2000).

Gerakan memasak di RBK ini memiliki dua tujuan pokok yaitu: pertama, memperkuat ecological habitus atau praktek ramah lingkungan dalam kehidupan sehari-hari sebagai perlawanan terhadap produk makanan yang tidak ramah lingkungan.

Kedua, pembentukan warga negara hijau (ecological citizenship) untuk memperbanyak aktor lingkungan dalam menyelamatkan bumi.

Michele dan Stolle (2014:111) mengatakan warga negara hijau telah melahirkan politik baru yang kita sebut sebagai politik konsumsi. Dimana persoalan produksi dan konsumsi makanan adalah arena yang sangat politis.

Warga negara hijau memiliki peran dan tanggungjawab untuk menyelamatkan bumi dan mewujudkan keadilan sosial.

Gerakan memasak yang dilakukan kaum muda hijau di RBK ini, hanya salah satu perjuangan dari banyaknya gerakan perlawanan yang dilakukan kaum muda dalam menyelamatkan lingkungan dan menggempur sistem kapitalisme yang merusak alam.

Perlawanan dari dapur ini menjadi model politik konsumsi baru yang dilakukan anak muda untuk menolak makanan yang telah disediakan oleh pasar karena pasar terus menggempur kehidupan kita dari berbagai sisi.

Keberdayaan anak muda dan kemandiriannya menjadi energi untuk menyalahkan politik konsumsi baru. Dimana perjuangan ekologis itu harus tumbuh dari dalam rumah hingga meluas ke ranah politik advokasi lingkungan.

Ini hanya narasi kecil komunitas literasi dalam berkontribusi untuk menyelamatkan bumi dari kehancuran. Selamat hari bumi, pemuda peduli lingkungan.

KLIK INI:  Defisit Narasi Lingkungan dalam Politik Lokal di Indonesia