Identitas Hijau Kaum Muda Nadhliyyin

oleh -506 kali dilihat
Identitas Hijau Kaum Muda Nadhliyyin
Ilustrasi medium.com
Hanapi

Klikhijau.com – Konflik agraria mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, di tahun 2017 ada 659 konflik agraria dengan luasan mencapai 520.491, 87 hektar. Jumlah konflik ini meningkat 50 % dari tahun sebelumnya (KPA, kompas, 27 Desember17).

Banyak persoalan agraria yang belum tuntas telah mendorong anak-anak muda muslim untuk melakukan perjuangan untuk membela kaum tertindas. Terutama mereka yang secara ideologis bagian dari organisasi mereka.

Namun perjuangan kaum muda muslim ini tidak dibatasi oleh aspek geografis, ideologis dan lainnya, melainkan perjuangan berasama untuk melawan praktek kebijakan yang tidak adil dan tidak pro lingkungan.

Gerakan politik hijau kaum muda muslim khususnya NU telah dimulai sejak 2013. Sejumlah intelektual muda progresif kaum muda NU berkumpul untuk memetakkan daerah-daerah yang mengalami konflik agraria dan lingkungan yang dialami oleh basis massa Islam Nusantara di Indonesia.

Bagi kaum muda ini dakwah struktural NU telah gagal dalam menjawab persoalan warga Nadhliyin di akar rumput yang tanah mereka dirampas oleh korporasi bersama negara (Mubarok, 2016).

KLIK INI:  Konflik Agraria dan Banjir Konawe Utara

Para kaum muda ini hadir bukan hanya ingin mengisi kekosongan dakwah ekologis yang radikal di basis massa NU. Tetapi ingin merebut kembali tafsir Islam Nusantara yang selama ini didefinisikan belum menjawab persoalan ekologi konkrit di akar rumput.

Hal ini terlihat dari aktor-aktor Front Nadhliyin untuk kedaulatan sumber daya yang menghadirkan tafsir progresif terkait persoalan ke-Islaman dan agraria.

Gus Al-Fayad, salah satu contoh ulama muda yang memiliki pemikiran progressif persoalan ekologi. Pemikirannya dipraksiskan dalam bentuk pesantren agraria dan kelas ekologi politis.

Perannya, menyebarkan gagasan progresif di kalangan anak-anak muda di Indonesia bahwa pengelolaan sumber daya alam kita tidak berkelanjutan dan tidak adanya praktek keadilan meskipun adanya analis dampak lingkungan. Ini hanya menjadi alat legitimasi yang dilakukan secara teknokratis demi memenangkan konstetasi pengetahuan (Hendra, 2016).

Peran anak muda

Peran anak muda ini sangatlah fundamental dalam menjawab lemahnya gerakan ekologi yang menyangkut struktur kekuasaan karena selama ini gerakan ekologi kaum muda banyak pada persoalan yang ada di permukaan.

Belum menyentuh aspek ekonomi politik dalam persoalan ekologi. Misalnya, gerakan pemuda hijau di Indonesia lebih konsen pada gerakan bersih-bersih sampah, kampanye ekologi dan pendidikan lingkungan.

Meskipun gerakan kaum muda hijau di Bandung termasuk gerakan ekologi yang terkait struktur kekuasaan dan pertarungan ekonomi politik dengan korporasi yang ingin mengkomersialisasi hutan kota (Meredian Alam dan Nilan Pamela, 2018).

Gerakan kaum muda muslim ini telah membangun identitas baru dalam politik anak muda di Indonesia. Dimana persoalan lingkungan tidak cukup hanya dijadikan sebagai gaya hidup (life styles). Karena pola hidup ekologis tidak menyentuh persoalan yang ada di akar yang secara dampak diukur jika pola gaya hidup itu dipraksiskan dalam jamaah umat yang besar.

Kalau jumlahnya kecil maka level transformasinya hanya pada level mikro yang mengabaikan konflik kekuasaan dan lingkungan di berbagai tempat.

KLIK INI:  Di Restoran Ini Seporsi Nasi Hanya Dibayar dengan Sampah

Anak muda NU ini dari sejak awal telah membangun identitas ‘red ecology’ , dimana gerakan lingkungan harus berangkat dari analisis ekonomi politik dan gerakan advokasi politik bukan dengan pemaknaan yang dangkal sebagaimana konsep blue ecology.

Meredian Alam (2018) mengatakan level tertinggi kesadaran dan identitas hijau itu berada pada gerakan lingkungan merah yang menyetuh aspek ekonomi politik bukan hanya membangun ecological habitus. Namun, identitas hijau ini bersifat saling mengisi meskipun gerakan politik hijau terpecah dalam berbagai mazhab ideologis.

Identitas yang dimiliki kaum muda NU dengan ‘red ecology’ mengisi gap gerakan lingkungan anak muda yang hanya membangun gerakan di permukaan. Walau begitu, dalam beberapa aspek tertentu ecological habitus kaum muda NU perlu diresearch dengan lebih serius karena kebanyakan aktivis agraria memiliki tradisi merokok yang kuat. Sesuatu yang berbeda dengan aktivis lingkungan yang tidak merokok dan memiliki praktek hidup ramah lingkungan dalam keseharian.

Tetapi, kaum muda NU memiliki keberpihakan dalam memilih produk yang menjadi elemen perlawanan dalam kehidupan sehari-hari yang dalam istilah Michele (2003) sebagai ‘individualized collective action’. Yakni, individu membeli produk dengan keberpihakan akan ekonomi sekaligus lingkungan.

Hal itu karena perlawanan individu dilakukan individu maka ini diartikan aksi kolektif yang mengalami individualisasi.

Tindakan aktivis agraria yang merokok di dalam FNKSDA, sebagian besar memakai rokok kretek yang dibeli langsung dari petani yang secara emosional mereka kenal baik.

Sikap dalam membeli produk inilah keberpihakan yang tidak bisa dijustifikasi bahwa anak muda NU tidak ramah lingkungan.

Padahal mereka memiliki kesadaran ekologis yang tinggi. Hanya saja, identitas hijau itu tidak ditunjukkan sebagai gaya hidup melainkan gerakan keberpihakan di akar rumput terutama terhadap warga yang mengalami konflik lingkungan.

KLIK INI:  Meninjau Ulang Rencana Bupati Bulukumba Datangkan Perusahaan Sawit
Melampaui Identitas, Membangun Solidaritas Kaum Muda

Gerakan lingkungan yang semakin radikal dalam melawan sistem kapitalisme dan memiliki ecological habitus yang menjadi sistem sosial dalam komunitasnya akan mengalami ekslusi karena mereka membangun sistem organik yang menjadi kesepakan politik di dalam komunitas yang membuat mereka membedakan mana pihak luar dan dalam (Meredian, 2018).

Ekslusi semacam ini bentuk dari politik identitas yang belum teoritisasikan dalam kajian politik identitas selama ini. Cara ilmuwan politik dalam mendefinisikan identitas selalu berkaitan dengan agama, ras, etnik dan lainnya.

Namun, jarang menyentuh aspek identitas hijau dimana tingkat kesadaran dan praktek keberpihakan lingkungan sehari-hari mempengaruhi pola interaksi kelompok dengan kelompok lain.

Identitas hijau yang banyak dibangun melalui praksis dan pendidikan lingkungan membuat anak muda menjadikan ini sebagai gaya hidup, gerakan politik dan lainnya.

Namun, kuatnya identitas hijau anak muda tidak berarti tingkat mengekslusi dirinya tinggi bahkan gerakan ekologi anak muda di Indonesia malah membangun jejaring yang luas untuk memperkuat gerakan mereka, bukan mengeklusi.

Walaupun anak muda ini memberikan tawaran dan membangun praksis alternatif dalam menyelamatkan bumi dari kerusakan.

Pada posisi ini, politik kaum muda FNKSDA secara individual hingga kolektif malah melampaui identitas ke NU-an meskipun secara basis massa dan pengaruh.

Anak muda ini memiliki pengaruh yang besar di dalam NU dan basis massa NU. Tetapi anak muda NU membangun solidaritas aktif dimana ada konflik sumber daya alam, para anak muda ini ikut terlibat dalam advokasi dan memberikan dukungan dengan pernyataan sikap politik terhadap masalah yang terjadi di belahan Indonesia.

Keterlibatan anak muda ini ingin memperkuat sekaligus memberdayakan gerakan rakyat di daerah daerah konflik agar rakyat mampu mengorganisir diri mereka sendiri tetapi tetap bekerja bersama dengan FNKSDA (Dwi Cipta, wawancara, 18 April 2019).

KLIK INI:  Menyadari Ancaman Nyata, Warga Pulau Lae-lae Gelar Parade Perahu Tolak Reklamasi
Advokasi dan upaya membangun diakursus sosial

Kaum muda Nadhliyin telah memainkan peran strategis dalam kehidupan masyarakat secara umum dengan jaringan organisasi yang tersebar di Indonesia. Kaum muda ini terlibat aktif dalam advokasi banyak kasus konflik agraria dan lingkungan.

Misalnya, di Yogyakarta anak muda FNKSDA Yogya ikut dalam mengadvokasi warga pada konflik pembangunan Bandara di Kulon Progo dan Di urut Sewu. Mereka mengorganisir warga untuk melakukan perlawanan terhadap tentara yang merampas tanah warga.

Bahkan, dalam kasus Pembangunan Pabrik Semen di Kendeng, kaum muda NU mengirim utusannya ke PB NU untuk meminta NU melakukan negosiasi dengan pimpinan negara akan implikasi dari pembangunan pabrik semen di Rembang.

Usaha dan perjuangan yang dilakukan FNKSDA melalui jalur kultural advokatif sekaligus jalur struktural NU menunjukkan gerakan kaum muda ini memiliki pengaruh yang kuat di level elit hingga jamaah Nadhliyin.

Walhasil, gerakan ini secara tidak langsung atau langsung sedang melakukan radikalisasi agenda-agenda ekologis ke dalam tubuh NU struktural dan kultural untuk melakukan transformasi sosio-ekologis.

Widayati dan Suparjan (2019) mengatakan gerakan FNKSDA berperan besar dalam mainstreaming persoalan sumber daya alam di dalam tubuh NU. Dimana anak muda ini mewakili wajah NU yang progressif dan telah memperkuat identitas Jamaah Nadhliyyin yang selama ini begitu rapuh.

Banyaknya warga NU yang menjadi korban perampasan tanah dan konflik sumber daya alam dengan korporasi, membuat identitas Nadhliyyin rapuh. Kaum muda NU menyadari akan hal ini, makanya mereka membangun gerakan yang membela Jamaah Nadhliyyin dan warga negara secara umum.

Perjuangan kaum muda NU ini dilakukan pada dua basis utama NU yakni, anak muda NU dan Jamaah NU. Dua komponen inilah yang diradikalisasi dan dibangun pemikiran kritis untuk memperbanyak agen-agenda yang berjuang demi identitas massa. Artinya, perjuangan yang melampaui identitas ke NU-an (Widayati dan Suparjan, 2019).

Gerakan ini membangun anak muda yang kritis dan mempunyai kesadaran ekonomi politik secara praksis yang bisa membuat mereka semakin peka atas kondisi sosial politik yang ada disekitarnya.

Pesantren agraria, kelas ekologi politis dan pendidikan lingkungan adalah cara FNKSDA membangun kaum muda progressif baik di internal maupun dieksternal NU.

KLIK INI:  Koalisi Masyarakat Sipil Kecam Tindak Kekekerasan Aparat pada Aktivis Agraria di Gowa
Resolusi Jihad Jilid II: Perjuangan Menegakkan Kedaulatan Ekologis

Gerakan ekologi melampaui identitas konvensional yang dipahami oleh banyak ilmuwan politik. Gerakan ini membangun formasi identitas baru di kalangan anak muda muslim.

Kaum muda Nadhliyyin (FNKSDA) dari awal berdirinya memanggil semua kalangan bangsa untuk bersatu dalam melakukan jihad melawan aktor korporasi ataupun negara yang merampas dan menghancurkan sumber daya alam masyarakat yang menjadi tumpuan hidupnya.

Seruan Jihad melawan kapitalisme ekstraktif ini dilakukan kepada tiga aktor yakni, negara, PBNU, warga Nadhliyyin dan warga negara Indonesia (Widayati dan Suparjan, 2019).

Seruan ini bentuk ajakan kaum muda Nadhliyyin agar masyarakat memiliki solidaritas yang kuat dalam melawan bentuk penjajahan baru khususnya di sektor sumber daya alam.

Faktanya, problematika pengelolaan sumber daya alam kita belum mewujudkan asas keadilan dan kesejahteraan bagi warga negara.

Kaum muda ingin agar perjuangan ini adalah perjuangan semua elemen. Panggilan Jihad Jilid II ini upaya kaum muda menafsirkan ulang arah, visi dan gerakan kaum muda muslim ke depan. Sehingga adanya solidaritas yang utuh yang mampu membuat kekuatan kolektif menggempur kapitalisme ekstraktif dari berbagai sisi.

Penafsiran kembali Jihad oleh kaum muda, sebuah bentuk keberanian anak muda yang tidak terkungkung di dalam organisasi NU yang besar.
Jihad ini adalah politik perlawanan kaum muda kepada korporasi yang merampas dan menderitakan rakyat.

Ubaidillah mengatakan “kapitalisme ekstraktif asing dan lokal yang datang ke Indonesia banyak menjalankan penguasaan dan perampasan sumber daya alam. Sehingga terjadi banyak kejahatan dan kekejaman yang mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum di masyarakat. Pemerintah pun, belum memiliki ketegasan dan tindakan yang nyata menghadapi sistem tersebut. Padahal, sudah ada aturan dan ditegaskan dalam konstitusi dan para pejuang (utamanya para ulama Nahdliyin) dulu telah menyerukan ‘jihad fi sabilillah’ saat melawan penjajah pada 1945. Saat ini, kami menyerukan jihad juga untuk melawan kapitalisme ekstraktif,” (www.nu.or.id).

Abdul Kodir (2017) mengatakan Jihad kaum muda NU, jihad melawan kapitalisme yang menguasai ekonomi politik Indonesia. Ini telah mengancam kedaulatan bangsa. Kedaulatan ini bukan dalam bentuk yang abstrak tetapi nyata dirasakan oleh warga negara yang tanahnya dirampas. Mereka kehilangan akses akan kehidupan yang layak dan ekploitasi sumber daya alam membuat mereka berada dalam garis kemiskinan.

Resolusi Jihad, jalan politik kaum muda agar ketimpangan agraria segera diatasi, penguasaan lahan hendaklah berdasarkan tata kelola, tata milik dan tata guna masyarakat yang dikokohkan oleh kaum muda Nadhliyin (Mubarok, 2015).

KLIK INI:  Hari Anak Nasional, Penting Mengajak Anak Cinta Lingkungan Sejak Dini

Pengokohan kedaulatan ini diwujudkan dalam gerakan advokasi sosial anak muda NU yang tersebar di berbagai tempat di Indonesia. Kaum muda NU mengorganisir komunitas dan warga muslim yang mengalami konflik sumber daya alam.

Di Urut Sewu Kebumen, FNKSDA bergerak bersama warga melakukan penyadaran dan mengorganisir pemuda untuk peduli atas persoalan urut sewu dimana tanah yang dirampas oleh TNI AD yang mengklaim itu tanah TNI akan ditambang pasir besi di sana.

Anak muda NU memainkan peran dengan memberikan pengajian Fiqih sumber daya alam dengan menghadirkan KH. Imam Aziz untuk memperkuat keberanian warga agar memperjuangkan haknya sehingga warga NU yang menjadi korban dari pemiskinan ini memiliki sikap satu suara secara utuh. Persoalan di urut Sewu ini dibawak oleh kaum muda NU ke dalam Munas NU (Mubarok, 2015).

Advokasi politik NU yang sangat militan juga dilakukan di kasus Kendeng. Dimana banyak kaum muda NU mengorganisir anak anak muda dari berbagai organisasi sosial untuk mendukung perjuangan para kartini Kendeng dalam melawan pabrik semen.

Pengorganisiran kaum muda Nadhliyin telah berhasil membuat banyak gerakan sosial terlibat dalam kerja kerja lapangan. Ini suatu sikap politik inklusif kaum Muda NU dalam menghadapi korporasi.

Gerakan advokasi ini tidak hanya di dua tempat ini, hampir semua daerah yang ada konflik sumber daya alam di Indonesia.

Maka di situ ada gerakan ekologi FNKSDA yang turut membela warga termasuk dalam pembuatan film sexy killer, santri-santri NU mengambil peran dalam mendokumentasikan sekaligus melakukan wawancara bersama masyarakat yang merasakan dampak pembangunan.

Studi tentang FNKSDA ini, membutuhkan research serius dan lanjutan sebagaimana perjuangannya yang menyebar di berbagai pelosok Indonesia.

Hal yang yang tidak boleh diabaikan bahwa kebangkitan wacana lingkungan di dalam tubuh NU termasuk keputusan mengharamkan penggunaan sampah plastik sekali pakai tidak terlepas dari pengaruh radiasi gerakan kaum muda NU yang telah mewacanakan isu ekologi ke dalam tubuh organisasi dengan kinerja intelektual dan praksis.

Radiasi ini tentu menyebar ke dalam PB NU, anak anak muda ini telah mengisi wacana progressif kembali ke dalam dakwah struktural NU (Dwi Cipta, wawancara, 18 April 2019).

KLIK INI:  Ultah ke 121, Tommy Jadi Hewan Peliharaan Tertua di Dunia