Baje’, Penganan Khas Sulawesi yang Sarat akan Nilai Filosofi

oleh -2,271 kali dilihat
Baje’, Penganan Khas Sulawesi yang Sarat akan Nilai Filosofi
Baje’, Penganan Khas Sulawesi yang Sarat akan Nilai Filosofi-foto/Ist
Irhyl R Makkatutu
Latest posts by Irhyl R Makkatutu (see all)

Klikhijau.com –  Pulau Sulawesi, tak hanya jadi “rumah” bagi banyak flora dan fuana endemik. Namun, juga jadi ladang berkembangnya berbagai jenis penganan.

Baje’ hanyalah salah satu penganan khas di jazirah Sulawesi, khususnya di Sulawesi Selatan dan Barat.

Namun, penganan ini berbeda dengan yang lainnya. Karena ia memiliki funggi ganda, tak hanya sebagai makanan, tapi juga menjadi bagian terpenting dalam menggelar ritual di masyarakat.

Baje’ telah merasuk ke dalam denyut kehidupan masyarakat. Tak akan lengkap ritual tanpanya. Sebagai masyarakat yang suka pesta atau acara, penganan satu ini memiliki peran yang sangat penting.

KLIK INI:  Selain nikmat, Makanan Khas Manggarai Ini Baik untuk Kesehatan
Karena tiga alasan

Pilihan itu jatuh pada baje’ dari beras ketan karena tiga alasan, pertama, proses pembuatannya yang mudah dan cepat, kedua, nilai filosofi yang dikandungnya, dan ketiga bisa tahan lama.

Untuk membuat baje’, bahan dasar yang harus disiapkan adalah keras ketan, gula merah, dan kelapa parut. Khusus kelapa parut, bahan tak terlalu penting, karena bisa saja ditiadakan.

Beras ketan terlebih dahulu direndam lalu dikukus sehingga berubah menjadi nasi beras ketan. Nasi jenis ini bagi masyarakat Makassar disebut songkolo dan masyarakat Bugis menyebutnya sokko’.

Setelah songkolo siap, maka siapkan gula merah. Cairkan gula merah di atas wajan. Setelah mencair masukkan songkolo tadi dan parutan kelapa. Aduk hingga merata dan gula merahnya mengental membaluti songkolo.

Bagaimana cukup mudah, bukan? Baje’ jenis inilah yang dipakai untuk acara syukuran atau ma’baca-baca atau kamu bisa juga menyebutnya ritual.

Namun, ada hal yang perlu diperhatikan jika hendak ma’baca-baca. Sebab baje’ tak bisa berdiri sendiri, harus ada onde-onde yang menemaninya (baca DI SINI). Pada saat akan melakukan ma’baca-baca, kedua penganan ini yang tak bisa dipisahkan.

Maka, jangan heran jika kamu temukan pernyataan, “Biar itu baje dan onde-onde jadiji,” ungkapan itu menunjukkan bahwa syukuran atau bahasa lokalnya ma’baca-baca menjadikan kedua penganan itu beradaa di atas penganan yang lain.

Baje dan onde-onde memang sangat mudah ditemukan, mulai  dari syukuran masuk rumah, membeli kendaraan baru, menunaikan nazar hingga syukuran panen.

KLIK INI:  Pulau Sulawesi, Surganya Kumbang Yodha
Nilai filosofi yang dikandungnya

Baje’ juga sarat dengan nilai filosofi. Karena ia memiliki sifat manis dan lengket—mengikat satu sama lain. Antara satu butir songkolo dengan butir yang lain sulit dipisahkan. Baje menunjukkan persatuan.

Selain itu, rasa manis yang dikandungnya memberi harapan agar kehidupan bisa berjalan dengan manis alias jauh dari marabahaya.

Sifat manis inilah yang diharapkan membawa tuah dalam kehidupan. Sedangkan sifatnya yang mudah dibuat, namun memiliki manfaat yang banyak menunjukkan pula jika ingin berbuat baik, maka sebaiknya jangan terlalu mempersulit diri.

Selain mudah dibuat dan mengandung nilai filosofi, baje’ ini bisa jadi pilihan bagi si perantau atau mahasiswa yang jauh dari rumah.

Itu karena baje’ bisa bertahan lama, dua hingga tiga bulan lamanya. Sehingga banyak yang menjadikannya bekal ketika bepergian dalam waktu yang cukup lama.

Ketika kuliah di Makassar, saya punya beberapa teman dari Sulawesi Barat, mereka sehabis pulang kampung selalu membawa baje’ sebagai bekal.

Baje dari Sulbar ini memiliki kekhasan tersendiri. Dibungkus dengan daun pisang kering dengan ukuran tak terlalu besar dan rasanya sangat manis.

Jika kamu memakan dua biji, kamu akan membutuhkan air untuk mengusir rasa manisnya di tenggorokan. Rasanya baje ini sungguh nikmat.

KLIK INI:  Menanti Terobosan Tempe sebagai Warisan Kuliner Budaya UNESCO
Dua jenis

Baje’ yang terkenal di masyarakat hanya ada dua jenis saja, yakni baje yang terbuat dari songkolo. Baje ini bukan sekadar makanan biasa, tapi memiliki peran penting dalam masyarakat.

Dan baje jenis kedua adalah baje canggoreng atau baje kacang tanah. Karena terbuat dari kacang tanah. Cara membuatnya sama dengan baje songkolo. Hanya saja jenis baje ini tak digunakan dalam ma’baca-baca.

Dulu ada ciri khas dari kedua jenis baje ini ketika dijual, yakni menggunakan daun jagung sebagai pembungkusnya. Dibentuk bulat memanjang mirip piala Liga Champions, namun minus dua pegangan di pinggirannya.

Baje canggoreng ini dikenal pula dengan nama tenteng. Perihal tenteng ini banyak ditemukan di wisata alam Malino, Gowa. Tenteng telah menjadi oleh-oleh khas Malino.

Namun, apa pun jenis bajenya, penganan ini akan selalu nikmat jika dinikmati bersama kopi hitam tanpa gula. Dan baje dari songkolo selalu jadi pilihan ritual bagi masyarakat, entah itu acara besar atau bukan.

Selamat menikmati!

KLIK INI:  Menyesap Nikmatnya Berkah Jahe Merah dan Kopi di Tengah Pandemi