Klikhijau.com – Sampah plastik masih terus saja meneror. Teror terbaru dan mengejutkan ditemukan oleh para peneliti di Universitas Portsmouth.
Para peneliti telah menemukan bahwa sampah plastik di lingkungan perairan mungkin sangat mengganggu perilaku reproduksi hewan laut.
Penelitian sebelumnya mengenai polusi plastik di laut biasanya meneliti bahaya fisik, seperti terjepitnya dan tertelannya plastik. Sebaliknya, studi Portsmouth mengeksplorasi komposisi kimia plastik, khususnya bahan aditif yang meningkatkan sifat-sifatnya.
Sebebarnya, para ahli mengatakan bahwa sampah plastik di dalam air mungkin menghentikan atau mengganggu reproduksi beberapa makhluk hidup. Jadi, bukan hanya hewan laut saja.
Namun, penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti Universitas Portsmouth mengungkapkan bahwa bahan kimia yang biasa ditemukan dalam plastik mengubah perilaku reproduksi Echinogammarus marinus
Perlu digaris bawahi bahwa penelitian tersebut secara khusus difokuskan pada amphipod laut Echinogammarus marinus—makhluk mirip udang yang memiliki sebaran luas.
Mengancam seluruh ekosistem laut
Dengan adanya hasil dari penelitian tersebut, kita dapat mengetahui bahwa sampah plastik dapat menimbulkan konsekuensi serius. Tidak hanya bagi spesies Echinogammarus marinus, tetapi juga bagi seluruh ekosistem laut.
“Perilaku perkawinan yang gagal ini mempunyai dampak yang serius, tidak hanya bagi spesies yang diuji tetapi juga berpotensi bagi populasi secara keseluruhan,” jelas Profesor Alex Ford dari Institut Ilmu Kelautan Portsmouth dikutip dari Earth.
Ford juga mengungkapkan bahwa, hewan-hewan ini berpasangan untuk bereproduksi. Begitu mereka terkena bahan kimia. Mereka akan terpisah dari pasangannya dan membutuhkan waktu lebih lama, bahkan berhari-hari untuk pulih dan terkadang tidak sama sekali.
“Makhluk ini umumnya ditemukan di pantai-pantai Eropa, tempat mereka menjadi makanan utama ikan dan burung. Jika hal ini dilanggar, hal ini akan berdampak pada keseluruhan rantai makanan,” tambahnya.
Studi yang dipublikasikan di jurnal Pencemaran Lingkungan tersebut menyoroti meluasnya penggunaan bahan kimia dalam produk sehari-hari.
Dari lebih dari 350.000 bahan kimia yang digunakan secara global. Sekitar 10.000 digunakan dalam plastik untuk berbagai tujuan, termasuk fleksibilitas, peningkatan warna, perlindungan terhadap sinar matahari, dan ketahanan terhadap api.
Hal yang mengkhawatirkan, karena sepertiga dari bahan kimia ini beracun bagi kesehatan manusia, mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, saraf, atau reproduksi.
Para peneliti menguji empat bahan tambahan plastik yang umum, yakni ftalat (DEHP dan DBP), Trifenil fosfat (TPHP), dan N-butil benzenasulfonamida (NBBS).
Bahan kimia ini ditemukan dalam berbagai produk, mulai dari perlengkapan medis dan kemasan makanan hingga peralatan elektronik dan peralatan memasak.
Menurunkan kualitas sperma
Studi tersebut mengungkapkan bahwa semua zat aditif yang diuji menghambat proses berpasangan amphipoda, dan beberapa bahkan menyebabkan seluruh ekosistem laut.
“Meskipun hewan yang kami uji terpapar pada konsentrasi yang jauh lebih tinggi daripada yang biasanya Anda temukan di lingkungan, hasil menunjukkan bahwa bahan kimia ini dapat mempengaruhi jumlah sperma,” kata Profesor Ford.
“Bisa dibayangkan jika kita melakukan percobaan pada udang yang terpapar dalam jangka waktu lama atau selama tahap kritis dalam sejarah hidupnya, hal ini akan mempengaruhi tingkat dan kualitas sperma mereka.”
Penulis utama studi Bidemi Green-Ojo, seorang peneliti PhD di bidang Toksikologi Lingkungan, menekankan pentingnya memahami efek bahan kimia ini terhadap kehidupan akuatik .
Green-Ojo mengatakat, kita harus memahami lebih banyak tentang bahan kimia ini dan bagaimana pengaruhnya terhadap perilaku. Banyak jenis perilaku, seperti cara makan, cara bertarung atau lari, dan reproduksi. Hal tersebut sangat penting dalam kehidupan hewan, dan perilaku apa pun yang tidak lazim dapat mengurangi peluang untuk bertahan hidup.
“Kami mendesak badan-badan lingkungan hidup di seluruh dunia untuk lebih memperhatikan data perilaku, karena terkadang data tersebut memberi tahu kita hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh uji toksisitas biasa. Studi seperti ini memberikan perspektif berbeda mengenai potensi kerusakan yang disebabkan oleh polutan tertentu,” tegasnya.
Sumber: Earth