- Monolog Sebatang Pohon - 25/08/2024
- Membuang Sampah ke Kepala - 11/08/2024
- Menyelami Filsafat Lingkungan Hidup Bersama Dr. A. Sonny Keraf - 02/07/2024
Seekor Camar di Bahu Mercusuar
Seekor camar bertengger di bahu mercusuar
Tak ada yang menyangsikan persahabatan mereka
Kecuali lampu menara yang kian redup
Mercusuar itu telah hidup beratus tahun
Menyelamatkan berbagai kapal dan kepala nelayan yang tersesat
Tiang penopangnya meringkih rintih
Camar tahu betul, usia sahabatnya hampir karam
Suatu sore, mereka bercakap
Memamitkan beberapa hal yang barangkali tak mampu dicerna otak manusia
Laut memandang lepas mereka, seakan menyaksikan sebuah peristiwa bersejarah
Penuh nostalgia dan air mata
Burung camar terbang membelah dan belai langit
Di tengah badai, ia mendengar mercusuar sahabatnya berderak hebat.
“Kau memang telah tua, sahabatku. Sudah waktunya kau beristirahat.”
Mercusuar itu roboh, tak ada penyesalan baginya
Tugasnya telah purna
Dan begitulah, ia hidup di ingatan camar
Menjadi wangi yang begitu samar
2023
Plastik yang Bertandang ke Meja Makan
Kau mungkin memikirkan sepasang burung dara menelisik bulunya di pagi buta
Menggugurkan bulu-bulunya di teras depan rumahmu
Kadang kala, kepalanya yang lucu dimiringkannya seolah menengokmu
Yang baru saja terbangun dari tidur dengan wajah belepotan iler
Di teras depan
Adikmu terduduk menghadap ke jembatan
Menerka masa depan yang berkejaran dalam hujan
Beberapa motor lewat dan berhenti. Mengambil plastik besar dan melemparkannya ke bawah jembatan sana. Lalu isi plastik itu berhamburan, berular menuju laut
Tempat ikan-ikan berenang lalu berpindah ke meja makanmu.
Sampah. Lagi-lagi sampah.
Adikmu menggerutu
Gerutu yang barangkali gagal kau pahami
Sampah yang senantiasa ia bersihkan berkali-kali
Yang semua-semuanya bersumber dari kali
2023
Sungai dan Rangkul Ayah
Sungai mengantarkanmu pada rangkul ayah
Juga mainan yang terombang-ambing di tengah arusnya
Sebagai anak pengepul barang rongsok
Kau mengamini mainan itu dengan senyuman.
Tiada peduli asalnya
Tak ada yang salah
Saat kau berharap
Mainan lebih banyak jatuh dan di buang ke sungai
Tak ada
Jika dahan-dahan mangga
Yang ditebas tetanggamu
Pun terseret hanyut ke hilir.
Tak ada yang salah
Bahkan saat kau berdoa hujan mengantar banyak mainan
Ke dalam rumahmu
Meski mencuri sepasang sepatumu.
Yang salah hanyalah hujan
Tak kenal waktu dan tempat
Menyumbat hilir sungai
Memaksa aliran sungai memutar ke hulu
Ke rumahmu
Rumah yang senantiasa lekat dalam ingatan secangkir kopi susu
Yang diseduh barista sebelum tibamu.
Kau suka menatapi air sungai yang berubah kopi susu
Meminta ayahmu berdiri di pinggir sungai
Menggawangi mainan yang di bawa air, oleh banjir
Sungai telah membawa mainan ke ruang tamu
dan kau merangkul ayah yang memanggul mainan dari sungai keruh itu
2023