Klikhijau.com – Dari jauh, akan sangat mudah melihat dan mengenali sangitan. Itu disebabkan bunganya yang putih memukau. Sangat indah.
Sangitan (Sambucus javanica) adalah tumbuhan asli Indonesia. Tumbuhan ini biasanya tumbuh di pinggir sawah, di pinggir sungai atau selokan, dan di antara semak belukar di hutan.
Ia mudah dikenali dari rantingnya yang saling berdesakan dan membentuk perdu, bagian daunnya tampak unik.
Tumbuhan dari genus Sambucus ini adalah tumbuhan yang kerap dimanfaatkan masyarakat sebagai tanaman pagar. Tidak sedikit pula yang menjadikannya sebagai tanaman pembatas lahan.
Sebagai tanaman pembatas lahan, sangitan kurang efektif sebab tanaman ini dapat tumbuh melalui akarnya yang menjalar.
Jadi, saat dijadikan sebagai tanaman pembatas lahan. Dapat berakibat fatal karena bisa saja bergeser meninggalkan “induknya”.
Sangitan mudah ditemukan di dataran tinggi dan berhawa dingin. Di Desa Kindang, Bulukumba, misalnya. Tumbuhan ini tumbuh liar saja, bahkan acap dianggap gulma.
Berakar kokoh
Sangitan memiliki akar yang kokoh. Tumbuhan dari famili Adoxaceae ini juga tangguh di segala cuaca dan bisa jadi tanaman penahan longsor dan kikisan air pada sungai atau selokan air.
Juma’ (68 tahun) salah seorang warga Desa Kindang mengatakan, jika raung teh (nama lokal sangitan di Desa Kindang) memiliki akar yang kuat sebagai penahan kikisan air pada selokan air.
“Raung teh adalah tanaman yang kuat menahan kikisan air,” katanya dalam bahasa Konjo. Bahasa yang digunakan masyarakat Kindang.
Di Kindang, raung teh atau sangitan hanya dimanfaatkan sebagai tanaman pinggiran sungai atau pembatas lahan dan pagar saja.
Sementara manfaat lainnya, misalnya sebagai media pengobatan belumlah dilirik. Padahal menurut Handayani dan Daulay, (2022) di Tiongkok, tumbuhan ini sangat terkenal dan dimanfaatkan sebagai ramuan untuk menyembuhkan penyakit hepatitis.
Hasil skrining fitokimia pada simplisia dan ekstrak etanol daun sangitan didapat senyawa-senyawa antara lain, flavanoid, steroid/triterpenoid, saponin, tanin dan alkaloid
Sari dan Mambang, (2022) mengungkapkan jika daun sangitan mempunyai manfaat bagi kesehatan seperti pengobatan untuk sakit ginjal, untuk pengobatan beri-beri, untuk mengobati keram, nyeri tulang, memar, kulit terbakar, reumatik, pegal linu, dan lain-lain.
Daun tumbuhan ini secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan penyakit hati termasuk hepatitis dan perlemakan hati. Ia mengandung senyawa kimia aktif yang terdiri dari alkaloid, saponin, tannin, fenolik, flavonoid, triterpenoid dan glikosida (Hutapean, 1994).
Bagian yang sering digunakan dari tumbuhan ini sebagai obat adalah akar, batang daun dan bunga yang dijemur sampai kering dan disimpan.
Daun tumbuhan dari ordo Dipsacales ini mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, beta sitosterol.
Rasa daunnya sangat pahit, kelat berkhasiat menghilangkat pembengkakan, insektisida, diare, antiinfeksi, luka , menghaluskan kulit, penyakit ginjal, beri-beri, disentri, radang saluran napas kronis, dan eripelasi.
Untuk akarnya digunakan untuk beberapa pengobatan penyakit, antara lain bengkak dan memar, tulang patah, reumatik, pegal linu, dan sakit kuning.
Namun, sebenarnya seluruh bagian tumbuhan ini dapat digunakan untuk pengobatan sakit keram, kulit terbakar, nyeri tulang, memar, bercak hitam di wajah, menghaluskan kulit, dan merangsang saraf.
Sayangnya, selama ini cara penggunaan sangitan sebagai obat masih sangat sederhana, yakni daunnya bisa ditumbuk, direbus yang kemudian airnya diminum atau untuk mencuci bagian tubuh yang sakit atau diperas setelah ditumbuk.
Hal lain yang patut disayangkan dari tumbuhan ini adalah, meski memiliki manfaat kesehatan yang besar, tumbuhan ini cenderung diabaikan dan dianggap gulma. Padahal tumbuhan ini juga berpotensi dijadikan sebagai tanaman hias.
Nama lokal dan asal usul sangitan
Di Indonesia sangitan memiliki banyak nama lokal, di Bulukumba bernama raung teh atau daun teh, di Aceh disebut Abur, di Bengkulu ia dinamai Babalat, di daerah Sunda disebut Kerak Nasi, di Jawa Tengah bernama Brobos Kebo, dan di Maluku disebut Halemaniri
Sangitan tidak hanya dijumpai di Indonesia, tetapi juga di Bhutan, Burma, Kamboja, Tiongkok (kecuali di utara), India, Jepang, Laos, Malaysia (di Sabah), Filipina, Thailand Selatan, dan Vietnam.
Daunnya tidak terlalu lebar, hanya berukuran 2–3 cm. ujung daunnya meruncing membuat daunnya semakin sempit dan helaiannya seperti menutup.
Hal paling menarik dari tumbuhan ini adalah bunganya berwarna putih agak krem di pucuk tanaman sehingga kelihatan menonjol.
Bentuk mahkota bunga seperti bintang, pertumbuhannya mengarah ke atas dan sekilas mirip payung.
Meski memiliki banyak manfaat kesehatan, namun perlu diingat. Rebusan tumbuhan ini tidak cocok dikonsumsi oleh ibu hamil karena dapat menyebabkan kematian janin.