Surga Penelitian Biodiversitas itu Bernama Indonesia

oleh -12 kali dilihat
Keberagaman flora fauna indonesia akan diangkat dalam film animasi. Foto: Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Indonesia.

Klikhijau.com – Sebanyak 49 taksa baru ditemukan oleh peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada tahun 2023 lalu.

Penemuan tersebut didominasi oleh fauna. Jumlahnya 1 marga, 38 spesies, dan 2 subspesies. Sisanya adalah flora, yakni 7 spesies, dan mikroorganisme 1 spesies.

Dilansir dari laman BRIN, Kepala Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, Bayu Adjie mengatakan, dengan adanya penemuan 49 taksa tahun lalu  tersebut. Menjadi bukti bahwa Indonesia adalah “surga” bagi penelitian biodiversitas.

Bayu menegaskan pula bahwa pengungkapan biodiversitas nusantara, khususnya melalui penemuan spesies baru, menjadi salah satu prioritas utama BRIN.

KLIK INI:  Studi: Tanah Tropis Sangat Sensitif Terhadap Pemanasan Global

Penemuan jenis baru memiliki dampak besar dalam asesmen biodiversitas serta menarik perhatian publik dan media massa. Meskipun hanya sebagian kecil dari cakupan riset biosistematika dan evolusi,

Jika tahun lalu peneliti BRIN mampu menemukan 49 taksa baru. Bagaimana dengan tahun 2024 ini.  Untuk tahun ini, BRIN menargetkan penemuan 50 taksa jenis baru, termasuk dari flora dan fauna serta mikroorganisme.

Berbagai skema pendanaan diluncurkan untuk mendukung upaya tersebut, seperti Rumah Program dan Riset dan Inovasi Indonesia Maju (RIIM) Ekspedisi.

“Kami saat ini sedang mempersiapkan RIIM Invitasi Strategis Ekspedisi Biodiversitas Terestrial yang akan difokuskan di pulau Kalimantan,” katanya dinukil dari laman BRIN.

Bayu menerangkan, sekitar 96 persen dari spesies baru yang ditemukan merupakan spesimen asal Indonesia. Ini terjadi karena fokus penelitian yang kuat pada spesies-spesies di Indonesia, yang terkenal dengan kekayaan keanekaragaman hayatinya yang luar biasa.

KLIK INI:  Mengurai 4 Indikator Perubahan Iklim yang Alami Kesuraman

Meskipun sudah dieksplorasi sejak zaman kolonial, masih banyak yang belum terungkap di negeri ini, karena luasnya wilayah Indonesia dengan beragam ekosistem yang menjadi tempat penelitian biodiversitas.

Lebih jauh, Bayu menjelaskan bahwa Indonesia demikian luas, terestrial maupun akuatik. Dengan demikian banyak tipe ekosistem, pulau-pulau, menjadi surga bagi penelitian biodiversitas.

Menurutnya, negara-negara maju, rata-rata memiliki keanekaragaman hayati yang relatif rendah.

Dengan SDM periset, anggaran dan infrastruktur yang maju bisa dianggap riset biodiversitas selesai di negaranya. Sehingga mereka mengincar negara-negara dengan biodiversitas tinggi yang kebanyakan adalah negara berkembang untuk bekerja sama dalam riset biodiversitas.

“BRIN menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, baik dalam maupun luar negeri, seperti lembaga riset, universitas, dan NGO. Kolaborasi menjadi kunci untuk mengatasi kendala-kendala seperti SDM, anggaran, dan infrastruktur dalam riset biodiversitas,” tandas Bayu.

KLIK INI:  Menanti Kelahiran Kopi tanpa Kafein

Langkah selanjutnya yang dilakukan setelah penemuan taksa tersebut oleh BRIN menurutnya adalah melakukan identifikasi dan studi lebih lanjut terhadap spesies baru tersebut. Hal ini meliputi studi biologinya, pemanfaatan atau bioprospeksi, serta upaya konservasi jika diperlukan.

Penemuan jenis baru membuka potensi baru dalam pemahaman kita akan keanekaragaman hayati dan mendesak perlunya perlindungan dan pelestarian spesies-spesies tersebut mengingat berbagai ancaman yang mereka hadapi.

Tidak muda menentukan jenis taksa baru

Sementara itu, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, Amir Hamidy menjelaskan proses pencarian dan identifikasi 49 taksa baru yang baru-baru ini diumumkan. Penemuan itu melalui serangkaian eksplorasi sebelumnya dan validasi spesimen yang ada, peneliti BRIN berhasil mengungkapkan keberadaan taksa-taksa baru yang mengagumkan.

Penentuan taksa atau spesies apakah taksa baru atau bukan. Menurut Amir harus melalui beberapa kriteria utama, termasuk karakter morfologi, molekuler, fisiologi, dan ekologi.

KLIK INI:  7 Dampak Perubahan Iklim Terhadap Sumber Daya Air

“Pengamatan mendalam terhadap ciri-ciri ini membantu para peneliti dalam mengklasifikasikan dan mengidentifikasi spesies baru dengan akurat,” ungkapnya.

Dalam penentuan sebuah taksa baru juga butuh waktu. Meski waktunya sangat bervariasi, bisa kurang dari satu tahun atau bahkan lebih dari 30 tahun. Penentuannya tergantung pada sejauh mana penelitian manusia telah mempelajari taksa tersebut.

Amir menerangkan dalam proses identifikasi, metode DNA Barcoding menjadi alat yang sangat berguna. Dengan menggunakan data sekuen DNA terkait, peneliti dapat dengan cepat membandingkan dan mem-validasi keberadaan taksa baru.

Amir juga membagikan pengalamannya yang berkesan dalam penelitian dan eksplorasi biodiversitas di Indonesia. Menurutnya, setiap pengamatan menawarkan keunikan dan kekayaan keanekaragaman alam Nusantara yang memukau para peneliti.

Jadi, semoga target penemuan 50 taksa jenis baru oleh BRIN bisa tercapai tahun 2024 ini.

KLIK INI:  Belasan Pelajar Belanda Belajar Keanekaragaman Hayati di Indonesia