Ruang Publik Perkotaan yang Lebih Cair dengan Lomba Senam Longwis

oleh -307 kali dilihat
Ruang Publik Perkotaan yang Lebih Cair dengan Lomba Senam Longwis
Suasana usai pemberian hadiah pada juara I lomba senam longwis di Manggala - Foto: Ist
Anis Kurniawan

Klikhijau.com – Kota memang bising dan riuh dengan segenap problematikanya, namun kepenatan warga kota cenderung menumpuk dalam kepala tiap individu. Karenanya, diperlukan satu ruang dimana tercipta keterhubungan rasa satu sama lain. Melalui interaksi atau pengalaman-pengalaman kesenian, pesta rakyat, perlombaan olahraga dan lainnya.

Sayangnya, ruang temu itu nihil dijumpai. Jika pun ada, sifatnya cenderung sporadis dan politis. Tidak diusung dari akar rumput atas panggilan semangat kewargaan (citizenship).

Ruang publik minim sensasi

Ruang publik kita yang basisnya nature (alam terbuka) memang belumlah memberi sensasi keterhubungan antar personal.

Ada dua masalah serius tampaknya mengapa ruang publik itu tidak fungsional, pertama karena memang tidak menawarkan desain fisik yang memadai. Selain memang karena di beberapa kota, ruang publik amat terbatas, tidak terurus dan nihil estetika ruang. Kedua, tiadanya sensasi di ruang publik tersebut katakanlah di taman kota yang bisa membawa warga pada satu pengalaman kolektif.

Sebagai contoh, taman kota membuat pagelaran rutin baik itu bertema seni budaya atau olahraga yang memungkinkan ada interaksi dan luapan rasa bersama. Jadi, orang-orang bisa hadir tak sekadar killing time dan larut dalam renung sendirian, tetapi dapat terlibat dalam suatu atraksi sosial misalnya.

KLIK INI:  Kota, Suhu Panas dan Ketimpangan Sosial

Besar kemungkinan dua hal ini yang membuat ruang publik perkotaan hanya sekadar sampiran tata ruang kota. Padahal, di tengah keriuhan dunia perkotaan dengan selaksa masalah yang mendera warganya, warga kota butuh ruang temu.

Hal inilah yang terbayang dalam benak saya ketika melihat kemeriahan para peserta lomba senam ‘Longwis’ di lapangan kecil Perumnas Antang Kecamatan Manggala Kota Makassar, Minggu (23/07).

Tidak sekadar lomba yang saling mempertemukan lintas warga, kegiatan ini rupanya menjelma jadi panggung rakyat. Para warga berduyung-duyung menyaksikan pagelaran skala kecil ini dengan riang. Ruang interaksi tersedia di sela-sela kegiatan. Warga menikmati perlombaan senam sekaligus tenggelam dalam satu niatan terdalam penyelenggaranya: membangun keakraban warga lewat olahraga.

Penyelenggaraan kegiatan murni menggerakkan sumber daya komunitas, warga dan pelibatan multi-stakeholders. Hal itu terlihat pada keterlibatan warga di sekitar Perumnas Antang. Mereka menyambut baik terlaksananya kegiatan dengan hadir langsung menyaksikan prosesi lomba. Suasana meriah tampak jelas dari raut wajah para penonton yang hadir.

Sesekali bersuara memberi penilaian subjektif pada para penampil yang terdiri dari komunitas warga yang didominasi perempuan. Apresiasi spontan muncul dari warga antara lain saat menyaksikan kostum peserta yang bagus-bagus juga semangat 45 para peserta untuk tampil maksimal. Terlepas dari tujuan menjadi yang terbaik, ada kesan para peserta lomba senam sangat enjoy. Mereka menikmati betul panggung rakyat semacam ini sembari meresapi gerakan-gerakan senam longwis yang bernuansa culture Makassar.

KLIK INI:  Paradoks Politik Hijau

“Sudah lamami tidak ada kegiatan begini, seru ini karena ada senam khas lokal diperlombakan. Semoga kedepannya ada lagi digelar kegiatan serupa,” kata seorang warga setempat yang menonton.

Sesi foto bersama dengan juara II Lomba senam Longwis

Warga kota dan komunitas berdaya

Kegiatan ini memang terbilang spesial karena digagas oleh suatu komunitas bernama Manggala Tanpa Sekat (MTS). Sekelumit perihal MTS, komunitas ini bertumbuh dari akar rumput di Kecamatan Manggala Kota Makassar. Usianya baru sekira tiga tahunan, namun sejak berdirinya puluhan kegiatan berbasis warga telah dihelat. Selain kegiatan olahraga, MTS juga aktif dalam kampanye penanganan sampah berkelanjutan.

Visi penanganan sampah dan bagaimana menumbuhkan kesadaran warga agar terlibat dalam mengelola sampahnya inilah yang sejatinya menjadi ruh dari Komunitas MTS. Kita tahu, kecamatan Manggala merupakan kecamatan dengan beban sosial yang tidak ringan, selain populasinya terbesar ketiga di Kota Makassar dengan jumlah penduduk sekira 147.549 jiwa di tahun 2021. MTS hadir merespons tantangan sosial di Manggala terutama mengenai persampahan.

MTS bergerak menghimpun sumber daya dalam kampanye penanganan sampah organik melalui eco enzyme. Komunitas ini sangat konsisten sosialisasikan perlunya aksi sederhana penanganan sampah rumah tangga yang dimulai dari diri sendiri, dari rumah.

Dua tahun terakhir ini, MTS benar-benar fokus pada eco enzyme. Akhir tahun lalu, mereka meluncurkan program Lumbung eco enzyme. Misinya sangat keren, bagaimana partisipasi warga meningkat dalam kesadaran lingkungan. Semuanya digerakkan dengan nafas panjang dan konsistensi. Di sela tak berkegiatan, MTS dibawa arahan ketua umumnya, Mashud Azikin (51) tidaklah berdiam diri. Mereka terus bergeliat dalam sunyi antara lain melakukan eksperimen dalam membuat eco enzyme dengan uji coba bahan organik tertentu. Selebihnya, MTS terus membangun satu tradisi baik yakni semangat kolaborasi dan diskusi.

KLIK INI:  Lelaki Rumahan, Teori Crack, dan Serbuan Botol Plastik

Menariknya MTS memiliki basis jejaring militan di Manggala yakni ibu-ibu rumah tangga yang setiap pekan senam bersama. Kegiatan olahraga ini sudah berjalan lebih dulu dari kehadiran komunitas. Basis inilah yang sangat membantu komunitas MTS dalam setiap kegiatannya. Selain itu, MTS juga sudah berjejaring secara khusus dengan Klikhijau. Dukungan satu sama lain memberi warna tersendiri pada komunitas berbasis warga ini untuk tetap konsisten dan berkelanjutan.

Visi kewargaan belum selesai

Pagelaran lomba senam longwis cukup berhasil, mulai dari keterlibatan warga, teknis penyelenggaraan hingga hasil perlombaan yang cukup kredibel. Panitia misalnya menghadirkan langsung tiga dewan juri profesional, ketiganya adalah pelatih senam ternama. Satu diantaranya bahkan pencipta senam longwis.

Antusias warga menandakan betapa kegiatan serupa perlu terus dihelat demi memberi sensasi tersendiri di ruang-ruang publik perkotaan. Tampaknya ini jadi pekerjaan rumah ke depan bagi Komunitas MTS, mereka harus terus bergerak memperkuat visi kewargaan.

Mengaktivasi geliat warga untuk terlibat pada komunitas dan hal-hal baik. Komunitas MTS memberi pelajaran menarik, ada begitu banyak orang yang pelan-pelan terbangun dari tidurnya. Dari yang tidak peduli dengan kehidupan orang lain dan lingkungan menjadi lebih peduli. Lebih terbuka mata bathinnya untuk melihat bahwa ada banyak hal bisa digerakkan dengan semangat berkomunitas. Bahkan andai tidak mendapat dukungan dari stakeholder pemerintah.

Inilah visi kewargaan yang sejatinya diusung oleh MTS. Memantik rasa percaya diri warga kota bahwa modal sosial itu begitu nyata dan kuat bilasaja digerakkan. Melalui senam misalnya kita dapat memanen kegembiraan dan optimisme.

Terpenting adalah hadirnya kesadaran bersama bahwa ruang publik semisal taman perumahan atau ruang terbuka hijau harus diaktivasi – sebab di sanalah interaksi dan pengalaman kolektif berkelindan tanpa sekat.

KLIK INI:  Defisit Narasi Lingkungan dalam Politik Lokal di Indonesia