Pakai Kostum Brasil dan Jepang, Aktivis Tuntut Hapus Konsesi PT Vale di Pegunungan Lumereo

oleh -321 kali dilihat
Pakai Kostum Brasil dan Jepang, Aktivis Tuntut Hapus Konsesi PT Vale di Pegunungan Lumereo
Pakai Kostum Brasil dan Jepang, Aktivis Tuntut Hapus Konsesi PT Vale di Pegunungan Lumereo - Foto: Ist

Klikhijau.com – Cuaca panas tak menyurutkan antusias para pemerhati lingkungan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan saat melakukan aksi di depan Kantor PT. Vale Indonesia di Jalan Somba Opu Kota Makassar, Senin (29/05).

Mereka membentang spanduk bertuliskan “Hapus konsesi tambang PT Vale Indonesia di Pegunungan Lumereo (Tanamalia)”. Konsensi tambang yang dimaksudkan berada di Kecamatan Towuti Kabupaten Luwu Timur (Lutim).

Saat penyampaian aspirasi tersebut tidak tampak pihak perwakilan PT. Vale menemui para pengunjuk rasa dalam memberikan keterangan merespon aspirasi.

Kepala Departemen Eksternal WALHI Sulsel, Rahmat Kottir mengatakan aksi ini memperingati Hari Anti Tambang 2023 yang diperingati setiap 29 Mei.

“Momentum Hari Anti Tambang ini, kami meminta kepada Pemerintah untuk menghapus konsesi PT. Vale Indonesia di Pegunungan Lumereo,” kata Kottir.

KLIK INI:  Lirik Lagu: “Tongkat Kayu Jadi Tanaman”, Ternyata Benar Adanya!

Tuntutan aktivis lingkungan

Pemandangan unik tampak tak seperti biasanya, peserta aksi ini menggunakan kostum negara Brazil dan Jepang sebagai simbol protes atas negara pemilik saham yang ada di PT Vale Indonesia.

“Kami menggunakan kostum Brasil dan Jepang karena kantor pusat para pemegang saham PT. Vale Indonesia ada di Brazil dan Jepang, untuk itu kami meminta agar seluruh komponen di PT. Vale menghormati hak-hak masyarakat dan memperhatikan tata kelola lingkungan,” terang Kottir.

PT. Vale Indonesia yang dulu bernama PT. Inco adalah perusahaan tambang nikel terluas di Indonesia yang menguasai tanah seluas 118.435 hektar yang terbentang di 15 kecamatan di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara. PT. Vale disebut menjadi pelaku deforestasi terbesar di Kabupaten Luwu Timur. Luas hutan yang hilang di konsesi milik PT. Vale Indonesia Tbk. mencapai 16.138 hektar, terdiri atas 6.031 hektar hutan primer dan 10.107 hektar hutan sekunder selama 1 dekade (2009-2019).

“Konsesi PT Vale meliputi wilayah kelola masyarakat yang kemudian mengancam sumber-sumber kehidupan, seperti halnya yang terjadi di Pegunungan Lumereo atau masyarakat sering menyebutnya Tanamalia, Kecamatan Towuti, Luwu Timur,” urai Kottir, Kepala Departemen Eksternal WALHI Sulsel.

KLIK INI:  Jalan Panjang Perjuangan Masyarakat Toraja Tolak Tambang

Menurutnya, ancaman aktivitas pertambangan tidak hanya menggerus sumber perekonomian masyarakat, tapi juga berpotensi memberi dampak pada mata air, sungai, dan danau towuti. Bahkan juga berpotensi menimbulkan bencana seperti daerah-daerah lain yang telah berubah alam dan lingkungannya karena aktivitas pertambangan seperti longsor yang terjadi di pegunungan Kuari desa Asuli Luwu Timur yang membahayakan pemungkiman penduduk.

Konsesi PT Vale di Blok Tanamalia mencakup dua desa, yakni Ranteangin dan Loeha. Petani merica di blok Tanamalia berdomisili di lima desa (Rante Angin, Loeha, Bantilang, Tokalimbo, dan Masiku) di kecamatan Towuti. Kehidupan seluruh petani di Blok Tanamalia terancam oleh perluasan konsesi PT Vale Indonesia.

Kini kegiatan PT Vale Indonesia di Blok Tanamalia sudah memasuki tahap eksplorasi. Dalam tahap ini, Vale mulai melakukan pengeboran yang merusak beberapa pohon merica milik petani.

“Selama ini kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh PT Vale di kebun merica dilakukan tanpa konsultasi dengan warga. Mereka telah melakukan pengeboran untuk mendapatkan bahan uji sampel sejak 2022 lalu. Perusahaan itu tidak menerapkan Environmental Social Governance (tata kelola sosial) yang seharusnya diemban oleh perusahaan multinasional seperti PT Vale,” sambungnya.

Seluruh petani di Tanamalia sudah merasakan kesejahteraan dengan bertani merica. Mereka tak ingin kembali miskin akibat pengrusakan lahan merica yang telah menghidupkan mereka hingga menyekolahkan anaknya sampai sarjana. Bahkan masyarakat mampu mempunyai kendaraan mewah karena hasil dari merica, bukan pertambangan.

KLIK INI:  Ribuan Petani Merica Demo PT Vale, Tuntut Keluar dari Blok Tanamalia

Dilain sisi masyarakat juga cukup cerdas dalam menjaga ekosistem yang ada. Petani tidak akan membuka lahan di daerah rawan longsor dan lokasi mata air, sebab mereka paham betul bahwa jika merusak vegetasi di sekitaran mata air sama halnya merusak sumber air mereka.

Dalam aksinya, WALHI sulsel menuntut kepada PT Vale dan Pemerintah untuk mengakui dan melindungi hak kelola masyarakat dan petani merica di pegunungan Lumereo (Tanamalia), serta menghapus konsesi PT Vale di Pegunungan Lumereo/Blok Tanamalia.

“Satu-satunya solusi adalah PT Vale harus menghentikan penambangan di Luwu Timur dan bertanggung jawab atas kerusakan ekologis yang telah terjadi!” Tutupnya.

Respons PT Vale

Secara terpisah, Head of Communications PT Vale Indonesia Tbk, Bayu Aji, memberikan keterangan dan uraian atas tuntutan yang dipersoalkan para aktivis, mulai dari yang berterkaitan konsultasi publik dan persetujuan masyarakat setempat.

“Perseroan bersama pemerintah desa telah membentuk forum koordinasi pemangku kepentingan sebagai upaya untuk melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam setiap tahapan pelaksanaan eksplorasi dan membahas isu isu yang ada di masyarakat. Melalui forum koordinasi ini Perseroan juga telah melakukan sosialisasi rencana eksplorasi dan dukungan sosialisasi penghentian perambahan hutan dalam wilayah kawasan hutan dan PPKH PT Vale,” kata Bayu.

KLIK INI:  Perihal Korupsi Gubernur Malut, TII Desak KPK Dalami Keterlibatan Korporasi Tambang

Ia menyebutkan pihak PT Vale Indonesia Tbk (PT Vale) memastikan segala operasi perusahaan menerapkan good mining practices, memastikan segala persyaratan terpenuhi dalam rangka pengelolaan lingkungan dan sosial, melakukan Kajian Kerentanan Masyarakat melalui Social Economic Baseline dan Rencana Pengelolaan Pemangku Kepentingan Proyek (Stakeholder Engagement Plan) agar segala keputusan dalam menjalankan aktivitas terkomunikasikan dengan baik dengan para pemangku kepentingan terkait.

Perihal kedua,  terkait HAM, juga dijawab oleh Bayu Aji dengan memberikan keterangan, bahwa Perseroan memiliki komitmen terhadap penghormatan dan perlindungan HAM baik kepada masyarakat maupun karyawannya.

Di tahun 2022 melalui sosial studi dan lingkungan untuk kebutuhan project tanamalia, telah menghasilkan keluaran berupa :

  1. Data dasar masyarakat terkait aset keuangan, sosial, manusia, fisik dan sumber daya alam;
  2. Catatan tentang konteks kerentanan masyarakat akibat dampak alam dan konflik konflik sosial;
  3. Catatan tentang dinamika penguasaan lahan masyarakat di wilayah proyek Tanamalia dan potensi konflik akibat perampasan sumber daya alam;
  4. Identifikasi masalah, risiko, matriks risiko, dan strategi mitigasi;
  5. Daftar isu pemangku kepentingan yang relevan;

“Hasil studi ini menjadi rekomendasi untuk menjalankan siklus proyek tanamalia mempertimbangkan faktor-faktor sosial ekonomi dan HAM. Kami memiliki Code of Conduct (CoC) mengacu pada Panduan Hak Asasi Manusia PBB tentang Bisnis dan Hak Asasi Manusia, Perseroan juga memastikan seluruh karyawan dan pengambil kebijakan memahami subtansi HAM melalui pelatihan,” tegas Bayu, dalam keterangannya.

KLIK INI:  Baru Hujan Sesaat, Jalan Depan TSM Makassar Banjir, Ini Komentar Menohok Netizen!

PT Vale Indonesia Tbk mengaku membuka kesempatan seluas-luasnya bagi perempuan untuk bisa mengambil peran dan memaksimalkan skill yang dimiliki dalam area operasional.

“Hal itu juga sejalan dengan semangat Diversity, Equity and Inclusion (DEI) yang telah dilakukan dengan membuka peluang kesempatan untuk bekerja di semua jenis pekerjaan dan tidak diplot di tempat-tempat khusus saja. Pola ini juga diterapkan diseluruh area operasional PT Vale di Sorowako, Pomalaa dan Morowali.

Pelibatan perempuan dalam project tanamalia sudah menjadi komitmen perseroan, termasuk menyiapkan sarana berbasis gender. Saat ini total pekerja di Tanamalia mencapai 432 orang, dari jumlah tersebut sekitar 39 orang adalah perempuan atau sekitar 9%,”  tambah, Bayu, Head of Cummunication Vale.

Disebutkan, PT Vale memiliki kanal Vale Whistleblower Channel (VWC). Vale Whistleblower Channel adalah sistem yang independen, diawasi oleh berbagai pihak dan memiliki tindak lanjut yang tegas.

“Apabila anda mengetahui adanya pelanggaran yang terjadi di PT Vale dan termasuk dalam lingkup tersebut di atas, diharapkan kerjsamanya untuk segera melaporkan melalui Vale Whistleblower Channel ini. Dengan melaporkan pelanggaran, anda telah ikut berperan aktif bersama PT Vale dalam mewujudkan lingkungan kerja yang aman, adil dan jujur dalam bekerja,” urainya kepada awak media.

Perihal lahan merica

Terkait dengan lahan merica, Head of Conmmunicatioan menyebutkan PT Vale selalu mengedepankan dialog dengan masyarakat, pemerintah desa, kecamatan dan kabupaten, serta stakeholders terkait lainnya dengan tentunya dengan memperhatikan ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Perlu diketahui bahwa wilayah tersebut merupakan wilayah Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) dari kementrian Lingkungan hidup dan kehutanan. Wilayah PPKH yang merupakan kawasan hutan, telah digunakan oleh masyarakat untuk kegiatan penanaman lada.

“Namun perseroan bersama pemerintah terus melakukan sosialisasi penghentian perambahan hutan dan melakukan komunikasi kepada penggarap lahan untuk mendapatkan akses di kebun kebun mereka pada titik kegiatan eksplorasi. Perseroan tidak melakukan kegiatan eksplorasi bila tidak mendapatkan akses dari penggarap lahan. Perseroan sangat menyayangkan adanya kegiatan perambahan hutan yang cukup massif yang tidak mempertimbangkan daya dukung lingkungan,” kuncinya.

KLIK INI:  Komitmen Pemerintah Percepat Pengakuan Hutan Adat