Orang Kaya, Penyebab Akses Air di Perkotaan Tidak Merata

oleh -111 kali dilihat
Dominggus dan Refleksi Peringatan Hari Air Sedunia 2020
Sumber air/Foto-Klikhijau.com

Klikhijau.com – Memiliki kolam renang dan taman di halaman rumah adalah kemewahan tersendiri. Karenanya, banyak orang berusaha memilikinya.

Hanya saja untuk memilikinya tidaklah mudah, sebab butuh biaya yang banyak, dan juga lokasi yang luas. Karenanya, tidak mengherankan jika yang memiliki kolam renang dan taman yang luas di rumahnya adalah mereka yang tergolong kaya.

Namun, siapa sangka di balik kemewahan memiliki kolam renang dan taman, rupanya memiliki dampak yang buruk bagi ketersediaan air.

Keberadaan kolam renang dan taman ditemukan telah menjadi salah penyebab ketidaksetaraan sosial akses air yang tidak merata. Hal ini mengakibatkan krisis air perkotaan di seluruh dunia yang semakin diperparah oleh  faktor lingkungan, di antaranya perubahan iklim  dan pertumbuhan penduduk perkotaan.

KLIK INI:  Meski Bernutrisi Tinggi, Hindari 6 Hal Ini Saat Konsumsi Sayur Bayam!

Dalam studi yang diterbitkan dalam jurnal  Nature Sustainability itu terungkap bahwa para orang kaya di daerah  perkotaan mengonsumsi air secara berlebihan untuk kesenangan pribadi mereka, seperti mengisi kolam renang, menyirami taman, atau mencuci mobil.

Penelitian yang dipimpin oleh Dr. Elisa Savelli di Universitas Uppsala di Swedia, menganalisis penggunaan air rumah tangga penduduk perkotaan di Cape Town untuk memahami bagaimana kelas sosial yang berbeda mengonsumsi air.

Para peneliti mengidentifikasi lima kelompok sosial mulai dari masyarakat elit, yakni orang yang tinggal di rumah luas dengan taman besar dan kolam renang hingga  mereka yang tinggal di gubuk di pinggir kota.

KLIK INI:  Cuaca Panas Bikin Daun Tanaman Lidah Mertua Layu? Ini Solusinya!
Menyoroti 80 kota

Dilansir dari Newswise, para ahli menemukan bahwa rumah tangga elit dan berpenghasilan menengah ke atas, yang jumlahnya kurang dari 14% populasi Cape Town, mengonsumsi lebih dari setengah (51%) air kota. Sebaliknya, rumah tangga informal dan berpenghasilan rendah, terhitung 62% dari populasi kota, hanya mengkonsumsi 27% air Cape Town.

Tim peneliti berfokus pada Cape Town, Afrika Selatan, di mana terjadi krisis air di daerah perkotaan. Krisis air tersebut berarti banyak orang kurang mampu hidup tanpa keran atau toilet dan menggunakan air mereka yang terbatas untuk minum dan kebersihan.

Selain di Cape Town peneliti juga menyoroti masalah serupa di 80 kota di seluruh dunia, termasuk London, Miami, Barcelona, ​​​​Beijing, Tokyo, Melbourne, Istanbul, Kairo, Moskow, Bangalore, Chennai, Jakarta, Sydney, Maputo, Harare, Sao Paulo, Mexico City, dan Roma.

Profesor Hannah Cloke, seorang ahli hidrologi di University of Reading yang ikut menulis penelitian tersebut, mengatakan bahwa perubahan iklim dan pertumbuhan populasi membuat air menjadi sumber daya yang lebih berharga di kota-kota besar.

KLIK INI:  Plastik Berkontribusi Besar pada Pengasaman Laut

“Tetapi kami telah menunjukkan bahwa ketidaksetaraan sosial adalah masalah terbesar bagi orang miskin yang mendapatkan akses ke air untuk kebutuhan sehari-hari mereka,” katanya.

“Lebih dari 80 kota besar di seluruh dunia menderita kekurangan air karena kekeringan dan penggunaan air yang tidak berkelanjutan selama 20 tahun terakhir. Tetapi proyeksi kami menunjukkan krisis ini masih bisa menjadi lebih buruk karena kesenjangan antara si kaya dan si miskin melebar di banyak bagian dunia,” ungkapnya dinukil dari Newswise.

Hal ini menunjukkan keterkaitan yang erat antara ketimpangan sosial, ekonomi dan lingkungan. Pada akhirnya, setiap orang akan menanggung akibatnya kecuali kita mengembangkan cara yang lebih adil untuk berbagi air di daerah  perkotaan.

KLIK INI:  Mencari Solusi Mencegah Banjir karena Perubahan Iklim
Hal yang mesti dilakukan

Dilansir dari Earth, untuk mengatasi hal tersebut, tim peneliti berpendapat bahwa strategi reaktif, yang berkonsentrasi pada pemeliharaan dan peningkatan pasokan air, tidak cukup dan kontraproduktif.

Sebaliknya, peneliti mengusulkan pendekatan yang lebih proaktif yang ditujukan untuk mengurangi konsumsi air yang tidak berkelanjutan di kalangan elit untuk memastikan distribusi sumber daya air yang lebih adil di kota-kota.

Strategi adaptasi dan mitigasi akan sangat penting untuk mengatasi tantangan ini dan memastikan ketersediaan sumber daya air dan akses air yang setara untuk generasi mendatang.

Strategi-strategi ini mungkin termasuk meningkatkan efisiensi penggunaan air, berinvestasi dalam infrastruktur air, mempromosikan praktik pengelolaan air yang berkelanjutan, dan mengurangi emisi gas rumah kaca untuk membatasi keparahan dampak perubahan iklim.

KLIK INI:  Siklus Air Berputar Lebih Cepat di Tangan Perubahan Iklim