Lembaga Konservasi Berperan Penting dalam Mendukung Pengelolaan TSL dan Pengurangan Emisi

oleh -19 kali dilihat
Strategi Penyelamatan Keanekaragaman Hayati di Indonesia
Ilustrasi konservasi/foto-greeners.co

Klikhijau.com – Lembaga Konservasi (LK) merupakan mekanisme pengelolaan satwa di luar habitat (ex-situ).

LK berperan untuk mendukung  pengelolaan Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) di dalam habitatnya (in-situ).

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya menegaskan, LK untuk kepentingan umum memiliki fungsi penting yang menyatukan elemen konservasi, pendidikan, dan rekreasi yang sehat.

“LK seperti kebun binatang, baik yang besar maupun kecil, Public Service Obligation-nya sangat kuat, utamanya untuk melindungi dan melestarikan (TSL), serta edukasi kepada masyarakat,” terang Menteri Siti saat membuka workshop Peran LK Dalam Mendukung Upaya Penyelamatan TSL Serta Penurunan Emisi di Jakarta (30/1/2024).

KLIK INI:  Pohon Nagasari, Tumbuhan Bertuah yang Terpinggirkan

Selain aspek konservasi, LK juga memiliki aspek komersil yang memerlukan perizinan dari pemerintah. Menteri Siti menerangkan bahwa izin tersebut adalah otoritas dari negara kepada manajemen operasional LK.

“Kalau kita lihat bahwa wildlife belong to the state atau milik negara, artinya ada constitusional rights untuk rakyat dan negara. Apabila diberikan izin maka menjadi operational rights, dan apabila izin dengan segala persyaratannya dipenuhi hingga beroperasi menimbulkan nilai ekonomi, maka jadi economic rights yang manfaatnya dapat diterima oleh masyarakat secara finansial maupun sosial,” jelas Menteri Siti.

Pada kesempatan tersebut, Menteri Siti menyampaikan, selain pengelolaan TSL, LK juga berpotensi memiliki nilai ekonomi karbon. Di mana tutupan vegetasi yang ada di areal Lembaga Konservasi dapat mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) juga menyimpan dan menyerap karbon.

KLIK INI:  Kebun Binatang Surabaya Berhasil Tetaskan 74 Telur Komodo

“Dan bahkan kita bisa mengembangkan nilai-nilai pembeda dari aktivitas lembaga konservasi dengan High Conservation Value yang relevan dengan substansi karbon,” ungkap Menteri Siti.

Menurut Menteri Siti, saat ini KLHK tengah mengimplementasikan FoLU Net Sink 2030 yang selaras dengan target dan tujuan pada Kunming Montreal Biodiversity Global Framework, Convention Biological Diversity (CBD).

“Dalam ruang lingkup FoLU Net Sink 2030, konservasi keanekaragaman hayati menjadi aksi mitigasi, misalnya melalui intervensi dalam pembinaan populasi dan habitat,” jelas Menteri Siti.

KLIK INI:  Tentang Limbah Rumah Tangga, Pengertian dan Jenisnya
Dapat jadi peluang pendapatan

Lebih lanjut, pemanfaatan nilai ekonomi karbon dari sisi status lahan di LK yang secara umum menjadi hak milik. Berpeluang dikembangkan skema karbon melalui program-program Aforestasi, Rehabilitasi, dan Reboisasi (ARR).

Skema karbon di LK juga dapat menjadi peluang pendapatan (financial additionality) untuk mendukung pengelolaan satwa yang lebih baik dan memenuhi standar mutu. Tentu perlu exercise dan perumusan metodologi yang tepat terlebih dahulu.

“Dari sinilah dapat dilihat keterkaitan erat antara perubahan iklim dengan keanekaragaman hayati, krisis iklim dapat mengubah habitat, mengganggu proses ekologis, dan meningkatkan risiko kepunahan TSL,” terang Menteri Siti.

KLIK INI:  Peneliti Temukan Karang di Hawai Tangguh di Laut yang Lebih Hangat

Saat ini tercatat 82 unit LK untuk kepentingan umum yang teregister di KLHK. Namun demikian, Menteri Siti menyadari bahwa belum semua LK mempunyai sarana prasarana dan sumber daya yang memadai dalam pengelolaan TSL.

Menteri Siti menuturkan, perlu dibangun sebuah konsep Akademia Konservasi. Di mana para staf pengelola dapat memperoleh ilmu dan pengetahuan dalam pengelolaan satwa.

Kemudian, pengetahuan dan sumber daya manusia yang profesional di bidangnya antara lain seperti kurator, keeper, studbook keeper, dan penggunaan teknologi pengembangbiakan dapat berbagi pengetahuan dengan LK lain, penangkar atau bahkan petugas-petugas konservasi di lapangan.

Dirinya juga menegaskan bahwa dari banyaknya peran dan fungsi penting yang diemban oleh LK, menuntut agar lembaga ini dikelola secara profesional, menyediakan sarana prasarana representatif, serta staf pengelola yang memiliki keahlian di bidangnya.

KLIK INI:  Film Semesta Tayang di Makassar, Balai Perubahan Iklim KLHK Nobar di Nipah Mall

“Saya kira kebutuhan-kebutuhan Pendidikan dan pelatihan terkait konservasi spesies satwa liar bisa diintegrasikan disini, termasuk pengembangan akademia konservasi. Dalam pelaksanaannya bisa dibangun dalam skema kerjasama KLHK, Universitas/PT, dan TSI sebagai lembaga konservasi,” harap Menteri Siti.

Empat tujuan

Workshop yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) ini bertujuan untuk:

  • Mengembangkan potensi nilai ekonomi karbon di Lembaga Konservasi;
  • Mengembangkan potensi wisata terintegrasi yang bukan wisata massal, namun memiliki potensi ekonomi tinggi;
  • Mengembangkan Pusat Edukasi Pengelolaan Lembaga Konservasi (Center of Excellent); dan
  • Menghasilkan rekomendasi kebijakan dan kelembagaan terkait nilai ekonomi karbon, pengembangan wisata dan pusat edukasi pengelolaan satwa liar.

Workshop tersebut diikuti oleh berbagai pihak terkait dari unsur Pejabat Eselon I dan II Lingkup KLHK, Kepala UPT Lingkup Ditjen KSDAE, Kepala Bagian Lingkup Ditjen KSDAE, Perguruan Tinggi/Akademisi/Praktisi dari Unversitas Gajah Mada, Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, Universitas Brawijaya, Universitas Airlangga, Universitas Nasional, PKBSI, pimpinan lembaga konservasi, praktisi, serta dari unsur Pimpinan Kementerian/Lembaga Lain yang terkait. (*)

KLIK INI:  Gara-gara Burung, Aulia Harus Berurusan dengan Polisi