Secangkir Kopi yang Hutan

oleh -712 kali dilihat
Secangkir Kopi yang Hutan
Ilustrasi minum kopi - Foto/Ist
alfian nawawi

Di tepi sebuah kota yang terkubur dalam samudra sampah, sebuah kafe kecil mengintip dari balik jendela, seolah-olah malu menunjukkan diri. Nyaris tidak ada yang mengetahui bahwa di dalamnya, terdapat sebuah dunia ajaib yang tersembunyi.

Dia hanya dapat diakses oleh mereka yang berani memasuki pintu kecil yang tertutup rapat. Itulah tempat di mana Maya, seorang barista dengan hati yang gemetar dan penuh kasih, menyajikan secangkir kopi dengan kehalusan dan keindahan yang mengejutkan.

Maya adalah seorang barista yang bersemayam dengan indah, seperti bunga teratai yang sedang mekar di antara aspal dan beton. Dengan tatapan tajam yang melintas di balik sepasang mata cokelatnya, Maya melangkah dengan keanggunan yang menyegarkan setiap langkahnya.

Rambutnya, panjang dan lembut , hampir saja tergerai dengan bebas, mengalir seiring hembusan angin yang membelai kota. Namun, ada sesuatu yang istimewa pada rambut Maya. Terik kopi yang selalu mengisi udara kafe, menyulut keajaiban dalam setiap helainya. Baunya yang harum memancar dari setiap urat rambutnya.

Maya adalah seorang penyihir rasa di balik manual brewing dan biji-biji kopi pilihan yang terhampar di meja kerjanya. Dengan lembutnya, dia menggiling biji kopi yang hangat dan meresapi aroma yang memenuhi udara. Setiap gerakan tangannya, setiap sentuhan yang ia lakukan adalah tarian yang tak ternilai harganya, mengubah bahan mentah menjadi cairan yang membangkitkan jiwa.

KLIK INI:  Benarkah Kopi Bungkus Mengandung Mikroplastik?

Pelanggan-pelanggan datang dan pergi, dibawa oleh daya tarik yang tak terelakkan yang ada pada Maya dan keajaiban kopi yang ia ciptakan. Mereka terpesona oleh senyumnya yang tulus dan sambutan hangatnya, seolah-olah menyiramkan cinta pada setiap tetes kopi yang ia hidangkan. Dan ketika mereka menggenggam secangkir kopi yang dibuat oleh Maya, mereka merasakan cinta itu menyatu dengan rasanya yang memanjakan lidah dan jiwa.

Pada suatu pagi yang cerah, saat sinar matahari menembus jendela kafe dan menari-nari di atas meja-meja kayu yang terhampar, Maya berdiri di depan cermin di sudut kafe. Dia memandang dirinya dengan rasa keajaiban yang tak tergambarkan. Rambutnya yang tergerai panjang itu memiliki semburat warna cokelat yang dalam, dan pada setiap helainya terdapat jejak-jejak kopi yang terangkai   indah.

“Kopi telah menyatu dalam diriku,” bisiknya dengan suara lembut yang hampir tak terdengar.

“Di setiap helaian rambut ini, ada aroma yang membawa kenangan dan kehangatan. Aroma yang mengingatkan pada setiap momen yang berharga di kafe ini.”

Maya melambaikan tangannya di hadapan cermin, menyilangkan jari-jarinya dengan lembut. Seakan-akan memanggil kekuatan dari dunia yang tak terlihat, memohon agar keajaiban kopi selalu mengalir dalam setiap langkah hidupnya.

Dalam kecantikan yang tak terbantahkan, Maya melangkah  seperti seorang penyair yang menyusun puisi dengan setiap sentuhan jari, Maya menghidupkan kembali cerita-cerita dan kenangan-kenangan melalui setiap cangkir kopi yang ia sajikan. Rasa kopi yang dipadu dengan seni dan keahlian Maya menjadi karya sastra yang mampu menggetarkan hati pelanggannya.

KLIK INI:  Dihantui Kanker Esofagus Karena Sering Seruput Kopi Panas, Klik Penjelasan Ini!

Namun, pada suatu pagi yang menyimpang dari alur waktu, sesuatu yang benar-benar tak terduga terjadi.

Ketika Maya mengulurkan secangkir kopi hangat kepada seorang pelanggan, gelas itu bergetar dengan ganas. Mata Maya terpaku pada keanehan itu, tanpa mampu memahami apa yang terjadi. Tiba-tiba, secangkir itu mulai tumbuh, seperti memiliki kehidupan sendiri.

Akar dan batang yang tak terhingga membelit bangku kayu dengan kekuatan yang luar biasa, menjulang tinggi menembus atap kafe kecil itu. Dalam sekejap, di hadapan Maya, terbentanglah hutan kopi yang begitu hijau, dengan pepohonan yang menjulang gagah seperti penjaga-penjaga alam.

Dalam gemuruh sunyi, sebatang pohon kopi di depan Maya mulai bicara dengan suara lembut, seperti menggugah tidur dari waktu yang tak terhingga.

“Selamat pagi, Maya,” bisiknya, suaranya bergetar dengan nada yang magis.

“Akhirnya, kami bisa bernapas lagi.”

Kegelisahan melingkupi Maya, namun dia tetap mempertahankan akal sehatnya.

“Kamu bisa berbicara?” tanyanya dengan ragu.

“Kami bukan hanya pohon kopi biasa, Maya,” jawab sang pohon dengan bijaksana.

“Kami adalah penjaga dan penghuni roh alam ini. Kami selalu mengawasi setiap detik yang berlalu di dalam kafe ini. Kami menyaksikan cinta dan kehalusan yang telah engkau curahkan pada kopi-kopi yang kami berikan.”

KLIK INI:  Tersebutlah Daun Bandotan

Hati Maya berdesir dengan penuh kekaguman dan kehormatan.

“Tapi, mengapa kalian muncul di sini? Dan mengapa kafe ini?”

“Hari ini adalah momen yang tak terelakkan, saat ketidakpedulian manusia mencapai puncaknya. Alam telah disakiti dan diabaikan begitu lama. Tumpukan sampah-sampah itu menyayat hati kami, dan meracuni esensi alam. Kami datang untuk mengingatkanmu akan tanggung jawabmu, akan pentingnya memahami dan menghargai keberadaan lingkungan ini.”

Dengan suara yang penuh penyesalan, Maya berkata, “Maafkan kami, kami tak menyadari…”

Kata-kata Maya terhenti oleh pohon kopi yang lain, yang berbicara dengan suara yang lebih rendah namun penuh kebijaksanaan.

“Maafmu diterima, Maya. Namun, maaf saja tak cukup. Sekarang saatnya untukmu mengubah kata-kata menjadi tindakan. Engkau memiliki kekuatan untuk menghidupkan kembali kehijauan yang hilang, untuk menuntun manusia ke jalan yang benar. Kami percayakan padamu.”

Maya merasa beban yang besar diletakkan di pundaknya. Dengan tekad yang kuat, dia meninggalkan kafe dan dengan panggilan dalam hati, meminta pertolongan teman-temannya untuk membersihkan tumpukan sampah yang menjijikkan yang telah merajalela di kota itu. Setiap sampah yang diangkatnya membawa kesadaran yang semakin dalam tentang betapa pentingnya menjaga alam ini, betapa bernilainya setiap makhluk hidup di dalamnya.

Dalam perjalanan pulang, langit kota yang dulu kelam dan penuh polusi perlahan bertransformasi menjadi biru yang cerah. Tumpukan sampah digantikan oleh rerumputan hijau yang mulai merayap dari tanah, menyapu jalan-jalan yang pernah dilanda kekeringan. Maya tersenyum dalam kegembiraan, karena dia tahu bahwa langkah kecilnya telah membawa perubahan yang besar.

KLIK INI:  Mengenang Ajip Rosidi dalam 9 Puisinya yang Bercerita tentang Alam

Kembali ke kafe yang telah menjadi tempat suci bagi keajaiban, Maya duduk di depan hutan kopi yang ajaib. Dia merenung dalam keheningan yang diisi oleh alunan pepohonan dan detak jantung alam.

“Terima kasih,” bisiknya dengan penuh penghormatan.

“Tidak, terima kasih pada dirimu, Maya,” jawab pohon kopi terdekat dengan suara lembut dan hangat.

“Kita semua adalah bagian dari alam ini, dan kita saling membutuhkan. Bersama, kita dapat mengubah dunia ini menjadi tempat yang lebih indah, lebih berkelanjutan.

Dan pada akhirnya, saat matahari terbenam dan kafe menyambut kegelapan malam, Maya duduk di sudut kafe yang tenang. Rambutnya yang tergerai panjang itu berbaring di sekelilingnya, memancarkan aroma kopi yang memikat. Dia tersenyum, karena dia tahu bahwa dia telah menjadi bagian dari kisah yang tak terlupakan, bagian dari misteri dan keajaiban yang bersemi di balik secangkir kopi yang penuh rasa dan cerita.

Maya menghirup aroma kopi yang menguar dari hutan yang hidup di sekitarnya. Ia merasakan kedamaian yang melingkupinya, energi yang mengalir melalui nadinya seperti sungai yang tak berujung. Dalam secangkir kopi ajaib ini, ia menemukan harapan yang muncul dari kegelapan, harapan untuk kota ini yang lebih hijau. Dan tentu saja tetap ditemani kopi.

Sejak hari itu, kota kecil yang dulu penuh sampah kini tidak lagi menemukan kafe ajaib dan Maya. Para penduduk selalu bertanya-tanya pada satu sama lain, “Kemana kafe itu menghilang? Di manakah Maya?”

Kafe dan Maya menghilang secara misterius. Tak ada yang bisa menemukannya. Mereka seperti ditelan bumi. Apakah mereka bersemayam dalam hutan kopi misterius di pinggiran kota?

(*) diseduh di Kedai Kopi Litera, di bawah hujan pada Sabtu, 1 Juli 2023

KLIK INI:  Meresapi 6 Puisi Taufiq Ismail yang Beraroma Alam