Menikmati Weekend dengan Puisi Bernuansa Hijau dari Nizar Qabbani

oleh -98 kali dilihat
Nizar Qabbani-foto/Istimewa-Tirto

Klikhijau.com – Bagi pencinta sastra, khususnya puisi tentu tidak asing dengan nama Nizar Qabbani. Ia termasuk salah satu penyair dunia yang sangat berpengaruh.

Nizar lahir di Damaskus, Suriah, pada 21 Maret tahun 1923. Selama hidupnya penyair ini pernah bekerja di Departemen Luar Negeri Suriah. Ia   bertugas di Mesir dan Inggris.

Selama hidupnya, Nizar telah menulis 35 buku puisi. Jumlah tidak sedikit bukan? Ia juga termasuk salah satu penyair Arab yang paling terkenal.

Dalam puisi-puis Nizar, pembaca akan menemukan banyak ungkapan dengan menggunakan diksi alam. Lelaki yang konon, karena sikap politiknya, ia pernah dimusuhi oleh para pemimpin negara Arab, yang membuanya  mengasingkan diri ke Inggris. Dan ia meninggal dunia “di perantuannya” itu pada tanggal 30 April 1998.

KLIK INI:  Tafsir Hujan

Dikutip dari berbagai sumber, berikut ini sejumlah puisi dari Nizar Qabbani dengan diksi alam yang memikat:

 

Hukum Baru Penciptaan

 

Pada mulanya adalah Fatimah
Unsur-unsur semesta tersusun
Api dan tanah
Air dan udara

Bahasa dan nama-nama tercipta
Musim panas dan musim semi
Pagi dan sore

Mata Fatimah tercipta
Semesta menyibak rahasia
Mawar-mawar hitam

Selang seribu masa
Perempuan mengada

KLIK INI:  Bocah yang Berjalan Menuju Laut

Klarifikasi Kepada Pembaca Puisiku

 

Orang-orang bodoh menuduhku:
Telah kumasuki kamar perempuan
Dan tak pernah ke luar
Mereka berseru-seru
Untuk menggantungku
Karena kekasihku
Aku, puisi, tercipta

Aku bukan penjual hasis
Aku tak pernah mencuri
Aku tak membunuh
Layaknya para pengacau
Aku, di siang cerah, hanya bercinta
Adakah aku berdosa?

***

Orang-orang bodoh menuduhku:
Aku, dengan puisiku, menentang titah Langit
Adakah cinta
Menyaingi keagungan Langit?
Aku berteman dengan langit
Ia menangis bila aku menangis
Ia tertawa bila aku tertawa
Dan pendar bintang-bintangnya
Kian berkilauan
Ketika aku jatuh cinta

Adakah yang salah
Jika aku bernyanyi atas nama kekasih
Dan seperti pohon kastanye
Kutanam dia
Di penjuru kota?

***

Akan terus kukabarkan cintaku
Seperti pekabar para nabi
Akan terus kukabarkan masa kanakku
Begitu murni
Dan suci
Akan terus kutulis ihwal kekasihku
Hingga kuleburkan warna emas rambutnya
Dalam keemasan langit

Aku—aku berharap
Tetap menjadi seorang bocah
Mencoret dinding-dinding langit
Sesuka hati
Hingga di negeriku
Cinta menjelma udara

Aku akan menjadi kamus
Bagi para pecinta
Dan pada kedua bibir mereka
Aku menjelma alif dan ba’

(Penerjamah: Muhammad Aswar)

KLIK INI:  Dadamu Deru Ombak

Pada Musim Panas

 

Pada musim panas,
kubawa diriku ke pantai
berbaring dan memikirkanmu.
Kutumpahkan ke dada laut
seluruh perasaanku kepadamu.
Laut akan menanggalkan pantai,
meninggalkan karang-karang,
kerang-kerang, juga ikan-ikan,
dan berjalan mengikutiku pulang.

KLIK INI:  Apakah Kau Hanya Akan Datang Sebagaimana Petang?

Puisi tentang Laut

 

Di pelabuhan biru matamu
berembus hujan dan kilau suar
ibarat suara-suara yang merdu.
Matahari gemetar dan layar
melukis perjalanan mereka
ke keabadian.

Di pelabuhan biru matamu
lautan terbuka seperti jendela.
Burung-burung datang dari jauh,
mencari pulau-pulau yang tiada
dalam peta.

Di pelabuhan biru matamu
salju jatuh menyelimuti bulan Juli.
Kapal sarat dengan bebatuan mulia
tumpah ke laut dan tidak tenggelam.

Di pelabuhan biru matamu
aku menyusur pantai bagai anak kecil.
Menghirupembuskan aroma garam
dan memulangkan burung-burung
yang kelelahan ke sarang.

Di pelabuhan biru matamu
karang bersenandung pada malam hari.
Siapa gerangan yang menyembunyikan ribuan puisi
ke dalam lembaran buku tertutup di matamu?
Andai saja, andai saja aku seorang pelaut,
andai saja ada seorang memberiku perahu,
aku akan menggulung layarku setiap malam
dan bersandar di pelabuhan biru matamu.

(Penerjamah: M. Aan Mansyur)

KLIK INI:  Jadi Hujan di Peluk Sendiri

Surat Kecil untuk Cintaku

 

Cintaku, banyak hal hendak kulihat
dari mana untuk ku mula
wahai penyalaan kalimatku, memberi maknanya
ini lagu bernyanyiku, dan aku sendiri
besok, jika kertas mulai membuka halaman baru
dan aku terhiris durinya, dari beberapa huruf
maka janganlah pula kau berkata: Apa kena pemuda ini?
cahaya lampu kan leluasa
kamar malam kan menyanyi
surat-surat lama akan menjadi kehijauan
koma-koma yang ada akan mulai berantai
saat itu jangan kau bertanya: Apa kena pemuda ini?
bercakap-cakap mengenai saya ke jalanan dan muara sungai
kekacang almond dan bunga tulip
Oh maknanya dunia akan mengiringiku ke mana saja ku pergi?
Dan kenapa dia menyanyi lagu-lagu itu?
Nah, bintang sudah hilang
dan itu tidak pernah diwangikan wangianku
besok orang akan melihatku di setiap tulisannya
Dengan manis syarbat mulut mulus itu,
serta rambut yang menutup bahumu
pedulikan apa orang kan kata
kau hanya kan jadi hebat hanya karena cintaku
dunia kan jadi apa jika kita tidak begini
dan jika matamu tidak begini, bagaimanakah pula dunia ini?

(Penerjamah: Zahid M. Naser)

KLIK INI:  Sawah Hilang di Kepala