Ibu Nurhayati dan Hutan Adat di Ujung Kampung

oleh -57 kali dilihat
Akhirnya Peta Hukum Adat Ditetapkan
Penanda hutan adat/foto-Greeners.Co
Irhyl R Makkatutu
Latest posts by Irhyl R Makkatutu (see all)

Ibu Nurhayati dan Hutan Adat di Ujung Kampung

 

abu panas merapi telah sampai ke hatimu
pikiranmu
lakumu
sulit diredam-padamkan
meski hujan
meski gelombang
sirami dengan rindu bergelimpang
abu di hatimu tetap menggumpal
tak terkikis, tak ada sesal
wajahmu riang, sakumu mendalam
kau tak henti mendulam

cerita terus berkejaran
abu panas di hatimu terus merambat
ikuti lakumu
atau tepatnya memerintahmu

hasilnya…
hutan adat di ujung desa
ikut pula kau babat
dan ciptakan sekat-sekat
“ini tuk sejahterakan warga,” katamu
tapi jerit rakyat tak kau hirau

mula-mula hanya air yang keruh
lalu sawah kering, ladang-ladang tandus, kehidupan rapuh
kemudian pohon-pohon meranggas, lepuh
dan puncaknya, ah itu bukan puncak
di tiap musim hujan, banjir menjenguk
longsor lihai menari, menggeliak
di kemarau, kering keropos
warga kian meranggas
kampung kita berlangganan bencana
namun abu panas di hatimu tetap kau tabur, tak ada iba

musim hujan kali ini, rumah Ibu Nurhayati, guru SMP kita
yang selalu mengajarkan pentingnya hutan dilestarikan dan dipelihara
tertimbun longsor
sawah dan ladang warga pun disapu banjir
namun abu panas di hatimu tak juga beku, tetap kau tabur
kau tak juga puasa membabat hutan adat di ujung kampung
membiarkan jerit-jetit warga kian nyaring

Bulukumba, Februari 2011

KLIK INI:  Para Pembunuh Bumi

Kali Belakang Rumah

 

aku ingin mengajakmu ke kali di belakang rumah
agar kamu bisa bercermin, melihat wajahmu memerah-putih
ketika kanak, aku sering bermain di kali itu
airnya jernih, aku bisa lihat wajah luguku
karenanya, kelak aku ingin mengajakmu

tapi kemarin, ketika aku pulang dari rantau
kudapati kali itu kering, wajahku juga hilang di dalamnya, aku risau
kubayangkan kecewamu
untungnya, aku urung mengajakmu ke kampungku

kamu tahu penyebabnya apa?
di hulu kali itu, pohon-pohon telah dimangsa
oleh mereka yang ingin cicipi empat sehat lima sempurna
namun tak pernah merasa cukup
hingga pohon-pohon itu pun di santap, sangat lahap

maaf sayang, kau tak lagi bisa melihat kenangan masa kecilku
di kali belakang rumah jika berkunjung ke kampungku
kali itu telah tiada untukku dan untukmu

Bulukumba, 16 Februari 2011

KLIK INI:  7 Puisi Tema Lingkungan dengan Metafora Terbaik dan Menyentuh