Alarm Bahaya, Hutan Tropis Dapat Berubah dari Penyerap Karbon Menjadi Sumber Karbon

oleh -14 kali dilihat
Hari Hutan Sedunia, Saat Tepat Merawat Kesadaran akan Pentingnya Peran Hutan
Ilustrasi hutan/foto-Ist

Klikhijau.com – Secara historis, hutan tropis berperan sebagai paru-paru bumi. Mereka menyerap karbon dioksida dalam jumlah besar dan melepaskan oksigen sebagai balasannya.

Hutan memiliki kemampuan menakjubkan sebagai penyerap karbon. Perannya sangat penting. Terutama dalam melawan peningkatan kadar gas rumah kaca dan mengurangi dampak perubahan iklim.

Karena itu, melestarikan dan menjaga hutan tropis adalah keharusan. Hanya saja jika hutan tropis mengalami anomali iklim ekstrem seperti El Niño. Perannya sebagai penyerap karbon bisa berubah jadi sumber karbon.

Jika fungsi hutan tropis benar-benar berubah arah. Secara otomatis alarm bahaya sedang berbunyi nyaring.

KLIK INI:  Saatnya Berkenalan dengan Beberapa Jenis Kerang Penghasil Mutiara

Belum lama ini, sebagaimana dilansir dari Earth, sebuah penelitian yang dipimpin oleh Dr. Amy Bennett dari Universitas Leeds mengungkapkan hal tersebut.

Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa kemampuan hutan tropis untuk menyerap karbon. Mengalami penurunan selama kondisi panas dan kering yang ekstrem.

Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Climate Change itu merupakan upaya kolaboratif. Tim peneliti memanfaatkan sumber daya dari jaringan penelitian RAINFOR dan PPBio.

Lebih dari 100 ilmuwan dengan cermat mengukur hutan selama beberapa dekade. Studi mereka mencakup 123 plot percobaan yang mencakup Amazon, Atlantik, dan hutan tropis yang lebih kering di Amerika Selatan.

Upaya yang dilakukan adala pengambilan data yang rumit, yang dengan susah payah dicatat per pohon. Hasilnya mengungkapkan bahwa selama hampir tiga dekade, sebagian besar hutan ini berfungsi sebagai penyerap karbon yang dapat diandalkan.

KLIK INI:  El Nino, Sejarah dan Dampaknya terhadap Cuaca Global juga Lingkungan

Dari 123 plot yang diteliti, 119 plot mengalami kenaikan suhu rata-rata bulanan sebesar 0,5 derajat Celcius, dan 99 plot mengalami defisit air.

Bisa ditebak, ketika suhu naik, kondisinya akan lebih kering. Sebelum terjadinya El Niño, para peneliti memperkirakan bahwa lahan ini menyerap sekitar sepertiga ton karbon per hektar setiap tahunnya. Namun angka ini anjlok hingga nol di tengah bencana yang disebabkan oleh El Niño.

Pengamatan penting adalah dampak El Niño yang relatif lebih tinggi pada hutan yang sudah cenderung lebih kering. Itu  menunjukkan bahwa pohon-pohon tertentu mungkin sudah bergulat dengan batas kondisi yang dapat ditoleransi.

Penemuan itu meningkatkan kekhawatiran mengenai dampak jangka panjang perubahan iklim terhadap hutan-hutan tersebut.

Studi baru tersebut menimbulkan kekhawatiran mengenai kemampuan hutan untuk mempertahankan perannya sebagai penyerap karbon jika berada di bawah tekanan iklim ekstrem.

KLIK INI:  Perihal Hutan Boreal dan Sederet Fakta Menakjubkan yang Mengiringinya
Fenomena El Nino

Hal ini dilihat dari kasus  selama peristiwa iklim El Niño pada tahun 2015-2016. Di mana saat itu telah terjadi kekeringan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Bahkan suhu tertinggi yang pernah tercatat menyebabkan hutan di Amerika Selatan tidak lagi berfungsi sebagai penyerap karbon.

Fenomena El Niño menyebabkan peningkatan tajam suhu permukaan laut di Samudera Pasifik. Hal ini memicu perubahan signifikan dalam sistem iklim dunia. Bagi Amerika Selatan, hasil pada tahun 2015-2016 sangat buruk. Peristiwa El Niño serupa sedang berlangsung.

“Hutan tropis di Amazon memainkan peran penting dalam memperlambat penumpukan karbon dioksida di atmosfer,” kata Dr. Bennett dinukil dari Earth

Menurutnya, para ilmuwan telah menyadari sensitivitas pohon Amazon terhadap fluktuasi suhu dan ketersediaan air yang bervariasi.

KLIK INI:  Hari Bumi, Slank Dukung Upaya Perlindungan Hutan di Maluku dan Papua

Namun, dampak pasti dari perubahan iklim di masa depan terhadap masing-masing hutan masih menjadi teka-teki. Peristiwa El Niño yang sangat besar ini telah memberikan kita pandangan ke depan mengenai bagaimana anomali kondisi iklim dapat mempengaruhi hutan-hutan ini.

Terjadinya El Niño pada tahun 2015-2016 mengganggu keseimbangan tersebut. Alasan utamanya? Peningkatan signifikan dalam angka kematian pohon disebabkan oleh panas ekstrem dan kekeringan.

Profesor Beatriz Marimon berasal dari Universitas Negeri Mato Grosso Brazil. Ia mencatat, “Di Amazon bagian tenggara, di tepi hutan hujan, pepohonan mungkin telah bertransisi dari menyerap karbon menjadi melepaskannya. Meskipun pertumbuhan pohon bertahan pada suhu yang lebih tinggi, angka kematian meningkat selama iklim ekstrem ini.”

Sementara itu, Profesor Oliver Phillips, seorang ahli ekologi di Universitas Leeds yang juga mengawasi penelitian ini, tetap optimis meskipun ada pandangan yang buruk.

“El Niño kali ini, meskipun merupakan kekeringan terparah yang pernah tercatat, tidak lebih merusak hutan utuh dibandingkan kekeringan sebelumnya. Peningkatan kematian pohon terutama terjadi di wilayah kering di pinggiran Amazon, dimana hutan sudah terfragmentasi,” kata Profesor Phillips.

KLIK INI:  Pertama di ASEAN, Google Luncurkan 'Environmental Insights Explorer' di NTB

Profesor Phillips menerangkan pula bahwa pembukaan lahan memperburuk kondisi lingkungan. Hal itu menjadikannya lebih kering dan panas. Pada gilirannya menambah tekanan pada pohon-pohon yang tersisa.

“Tantangan terbesar yang harus dihadapi adalah memastikan hutan-hutan ini tetap tidak terganggu. Jika hal ini tercapai. Bukti empiris kami menunjukkan bahwa mereka dapat terus berperan sebagai penyerap karbon, dan memitigasi perkembangan perubahan iklim,” tutup Profesor Phillips dikutip dari Earth.

KLIK INI:  Apa Perbedaan El Nino dan La Nina?