Aksi Teatrikal Buang Sampah di Balai Kota Tasikmalaya, Inikah Puncak Kemarahan?

oleh -119 kali dilihat
Aksi Teatrikal Buang Sampah di Balai Kota Tasikmalaya, Inikah Puncak Kemarahan?
Screenshot video aksi teatrikal di Tasikmalaya dari Mongabay - Foto: Ist
Anis Kurniawan

Klikhijau.com – Belum lama ini, aktivis lingkungan di Kota Tasikmalaya Jawa Barat menggelar aksi teatrikal buang sampah. Video rekaman aksi tersebut beredar di sosial media. Mongabay Indonesia (2 Agustus 2023) melalui akun Instagramnya menayangkan khusus rekaman tersebut. Respons netizen beragam, ada yang mengecam — sebagian lagi memuji aksi kreatif ini.

Tampak beberapa aktivis membawa tumpukan sampah dan menaruhnya serampangan di depan balai kota. Seorang aktivis yang di sekujur tubuhnya menempel sampah-sampah pun melakukan orasi atau monolog. Seorang lagi tubuhnya terbungkus plastik dan mematung. Lalu, yang lainnya terus berdatangan membawa sampah berkarung-karung dan menghamburkannya di pelataran.

Aksi ini merupakan bentuk kritik keras para aktivis yang menyorot massifnya sampah di Sungai Ciwulan dan Ciloseh. Mereka pun menuntut pemerintah Tasikmalaya untuk memberi perhatian serius pada isu ini. Ide aksi teatrikal ini tentu bertujuan menyampaikan pesan kritik tajam bagi pihak pemerintah dan mungkin juga pada perilaku masyarakat.

Apakah aksi ini menjadi penanda adanya akumulasi kemarahan para aktivis terhadap penanganan sampah di sungai yang tidak berjalan? Boleh jadi ia. Teater merupakan satu seni pertunjukan yang kental dengan kritik sosial. Fokus kritik sebuah pementasan biasanya ditandai dengan property yang digunakan di atas panggung. Lihatlah, satu-satunya property yang ditampilkan di aksi teatrikal ini adalah sampah.

KLIK INI:  Upaya Selamatkan Terumbu Karang Maluku Utara

Dinilai tidak solutif

Meski menyuguhkan suatu aksi teatrikal menohok, respons negatif tetap saja bermunculan. Hal ini wajar saja, sebab tidak semua orang bisa bersepakat dengan kesan dari aksi teatrikal. Katakanlah, mengapa malah membuang sampah? Mengapa tidak terlibat saja membersihkan sampahnya? Mengapa pemerintahnya yang disalahkan? Mengapa bukan masyarakatnya yang diberi edukasi?

Pertanyaan ini berkelindan dan tampaknya mewarnai komentar netizen. Seperti salah satu akun yang menulis begini: yang buang siapa? Yg disalahin siapa? Kesadaran masyarakatnya saja yang kurang…itu kalau habis demo sampahnya gak dibersihin berarti aktivis lingkungan ini otaknya yang gak beres…!

Nada nyinyir pada aksi teatrikal ini juga datang dari netizen lainnya. Seseorang menuturkannya dengan kalimat ini: aktivis berkedok apa? Seharusnya kalian membantu pemerintah, tujuan pemerintah membuat Perda dan sanksi pidana, aktivislah yang monitor aktual, masyarakat diedukasi.

Lebih keras lagi, ada yang bilang begini: gak elok banget aktivis kayak begitu. Aktivis tuh kayak Pandawa. Kerja bukan nyinyir duluan.

Kritik terhadap model aksi ini kelihatannya lebih banyak bermunculan. Tag khusus akun @pandawaragroup bermunculan. Pesannya tentu tidak bersepakat dengan aksi semacam ini. Ingatan akan aksi Pandawa memang membekas di hati para netizen. Bagi sebagian netizen, melakukan aksi heroik dan nyata lebih baik ketimbang sekadar mengkritisi.

KLIK INI:  Tips Ramah Lingkungan ala Astri, Tak Cukup Hanya 3R, Harus 5R

Bahkan dengan nada keras, ada netizen yang menyebut aksi teatrikal ini sebagai aksi edan. Ada pula yang dengan keras menanyakan eksistensi aktivis lingkungan yang menggelar aksi sebagai aktivis lingkungan abal-abal.

Meski begitu, tidak sedikit pula yang memberi sanjungan:  mantap! Juga ada yang apresiasi dengan berkata : Wah cjakep nih…

Akumulasi kemarahan

Apa pun bentuk aksinya dan pro kontra dari netizen, ada satu poin penting dalam hal ini yakni permasalahan sampah kita belum terkelola dengan baik. Di dalamnya ada masalah yang begitu kompleks. Jadi, bila ada yang harus marah dengan situasi persampahan saat ini, kemarahan tersebut bisa saja menerabas kemana-mana.

Bisa ke pihak pemerintah atau juga pada masyarakat. Seorang netizen menegaskan ini: urusan sampah kek gini gak bisa sepihak urusan pemerintah kota saja, tapi juga kontribusi masyarakatnya.

Pemerintah misalnya telah membuat regulasi, namun belum dijalankan secara tegas. Keterbatasan sarana dan petugas bisa jadi kendala teknis di lapangan. Lalu, masyarakat yang membuang sampah ke sungai, tidak melulu karena pengetahuan mereka kurang. Boleh jadi mereka tahu bahwa sampah tidak boleh dibuang sembarangan, namun tidak adanya akses buang sampah berpeluang membuat seseorang apatis.

KLIK INI:  Bagaimana Tanaman Mendengarkan Kita?

Maka bila ingin jujur, pengelolaan sampah perlu dibenahi dari A sampai Z. Masyarakat perlu diberi edukasi bahkan diberi insentif atas kepatutan yang dilakukan. Sebaliknya, sanksi tegas perlu diberikan pada para pelanggar yang buang sampah di sungai. Namun, sarana untuk memonitoring sebuah regulasi dijalankan juga perlu disiapkan. Misal, perlunya ada CCTV pada titik-titik krusial yang akan memonitoring para pelanggar. Penegakan hukum harus dijalankan secara tegas tanpa tebang pilih.

Ini hanya bisa dilakukan bila ada kolaborasi dan dukungan satu sama lain. Tidak sekadar berbasis pada program jangka pendek. Penanganan sampah harus diperkuat secara berkelanjutan hingga menjadi suatu budaya, tradisi. Sembari semua pihak mengambil peran untuk berkontribusi dalam penanganan sampah, pemerintah tentu harus memikirkan skema penanganan sampah berbasis teknologi. Namun dengan tetap merawat partisipasi warga dalam menjadikan urusan sampah sebagai tanggungjawab masing-masing.

Ini perlu keseriusan dan political will kuat. Jangan, seperti sekarang. Aksi-aksi penanganan sampah digelar layaknya bola-bola pendek. Ganti Bupati/walikota, ganti pula kebijakan. Aksi-aksi penanganan sampah hanya ramai dihilir, tetapi mandek di hulu. Aksi temporal seringkali dilihat sebagai pendekatan lebih baik ketimbang melihat konteks masalahnya secara holostik.

Berkaca pada kompleksitas inilah, para aktivis lingkungan di Tasikmalaya mengingatkan kita untuk berbenah secara totalitas. Peran-peran semua stakeholders harus dikuatkan—aksi teatrikal ini melemparkan alarm pada kita semua untuk ambil peran penanganan sampah secara serius dan bersama-sama.

Inilah yang tidak pernah tuntas mewujud, maka apa salahnya kita marah meski di panggung teater jalanan?

KLIK INI:  Manggala Agni dari Sulawesi Menuju Bali-Tanggerang, Merah Putih tetap Berkibar