Tentang Climate Quitting, Fenomena Resign Demi Lingkungan

oleh -15 kali dilihat
Pilih Apa Aksimu untuk Bumi Tercinta di Hari Lingkungan Hidup?
Ilustrasi - Foto/Pixabay

Klikhijau.com –  Climate quitting, istilah ini memang terasa asing di Indonesia. Kelahiran fenomena ini tidak lepas dari dampak perubahan iklim.

Pengetahuan yang baik akan perubahan iklim. Ditambah tumbuhnya kesadaran akan pentingnya melestarikan lingkungan. Menjadi pemicu lahirnya climate quitting.

Climate quitting adalah fenomena dimana pegawai mengundurkan diri karena perusahaan atau lembaga tidak memiliki atau menjalankan Environmental, Social and Governance (ESG).

Istilah ini juga berlaku bagi mereka yang menolak tawaran pekerjaan dari institusi tersebut. Fenomena ini sempat diteliti oleh KPMG untuk mencari tahu pengaruh komitmen ESG suatu instansi terhadap keputusan karir generasi muda di Britania Raya.

KLIK INI:  5 Ciri Khusus Ini Membuat Kaktus Tahan Hidup dalam Lingkungan Kering

Kelahiran climate quitting tentu akan memicu perusahaan untuk turut serta dalam mendukung pelestarian lingkungan.

Menariknya gerakan climate quitting ini didominasi oleh kaum muda. Hasil sebuah penelitian mengungkapkan 55% dari masyarakat yang berusia 25-35 mempertimbangkan komitmen ESG yang diberlakukan instansi atau perusahaan.

Dilansir dari Greeneration, para pekerja ini mempertimbangakan kecocokan nilai individu dengan individu terkait ESG serta seberapa besar upaya dan dampak pelaksanaan ESG oleh instansi mereka.

Mereka tidak segan-segan mengundurkan diri jika merasa nilai-nilai yang dijunjungnya tidak sesuai dengan nilai-nilai instansi tempatnya bekerja, atau bahkan menolak tawaran pekerjaan baru dari lembaga yang tidak mempertimbangkan dampak lingkungan dari kegiatannya.

Menarik diri dari perubahan iklim tentu dapat menimbulkan konsekuensi negatif bagi lembaga-lembaga atau perusahaan, khususnya bagi yang tidak menerapkan ESG dengan baik.

KLIK INI:  Pemanasan Suhu Laut dan Bencana yang Mengiringinya

 

Berdampak pada SDM perusahaan

Fenomena ini memperkecil peluang  perusahaan tersebut dalam merekrut talenta-talenta potensial karena tidak memiliki nilai- nilai yang sesuai dengan keinginan mereka juga memberikan dampak lingkungan dan sosial yang baik.

Padahal, potensi pegawai merupakan salah satu modal utama dalam menjalankan dan mengembangkan suatu perusahaan.

Mengabaikan perubahan iklim tidak hanya berdampak pada permasalahan sumber daya manusia sebuah perusahaan, tetapi juga dapat meninggalkan citra buruk bagi perusahaan karena dianggap tidak mendukung atau tidak mampu menerapkan ESG. Citra buruk ini dapat menyulitkan suatu Lembaga atau perusahaan untuk menarik investor, klien, dan konsumen.

Namun, menarik diri dari perubahan iklim tidak hanya akan menimbulkan dampak yang tidak diinginkan. Dampak baik adalah memberikan peluang bagi pekerjaan ramah lingkungan untuk berkembang lebih cepat.

KLIK INI:  Perlindungan Lingkungan, Hal Paling Mendesak bagi Warga Eropa

Lapangan kerja baru yang tercipta tentu akan membantu mengurangi kemiskinan. Bagi lingkungan, hal ini tentu saja  akan membawa harapan yang lebih baik bagi upaya pemulihan lingkungan yang bersifat multisektoral.

Ada beberapa solusi yang bisa dilakukan perusahaan untuk mencegah perubahan iklim, yaitu menciptakan lingkungan kerja yang ramah lingkungan dan berkelanjutan serta transparansi nilai-nilai perusahaan.

Solusi-solusi ini saling berkelanjutan. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengadopsi filosofi lingkungan dalam setiap aktivitas perusahaan atau lembaga dan memastikan aspek kelestarian lingkungan menjadi bagian dari nilai-nilai perusahaan.

Penyesuaian ini akan membawa perubahan signifikan pada proses administrasi, operasional, investasi dan pemasaran.

Filosofi lingkungan hidup ini dapat dicapai melalui pengembangan dan implementasi komitmen ESG. Strategi ESG yang dapat diterapkan mencakup integrasi ESG yang eksklusif dan terbaik di kelasnya, investasi bertema kemiskinan, obligasi ramah lingkungan, investasi berdampak, penatagunaan, dan keterlibatan.

KLIK INI:  Lima Negara Asia Jadi Ancaman Bagi Target Perjanjian Iklim Paris

Jika aktivitas organisasi mendorong kelestarian lingkungan, maka transparansi tentang nilai-nilai tersebut harus ditingkatkan untuk membangun kepercayaan karyawan bahwa aktivitas perusahaan konsisten dengan nilai-nilai yang dijunjungnya. Selain itu kejujuran juga harus diutamakan.

Artinya jika perusahaan belum mampu melakukan kegiatan yang 100% ramah lingkungan maka harus memberitahukan kepada karyawan dan calon karyawan seberapa besar upaya yang telah dilakukan organisasi dan apa saja kekurangan yang dimilikinya. Hal ini juga merupakan bagian dari upaya mencegah “greenwashing” yang membantu perubahan iklim dan melestarikan lingkungan.

KLIK INI:  Paparan PFAS Dapat Menyebabkan Wanita Berhenti Menyusui Lebih Dini