Strategi Mitigasi Dampak Suara Perkotaan yang Semakin Merugikan

oleh -36 kali dilihat
Kualitas Udara Jabodetabek pada 2021 Belum Membaik
Ilustrasi kota Jakarta - Foto/Pixabay

Klikhijau.com – Kota atau perkotaan identik dengan suara riuh. Sumber keriuhan itu sangat beragam. Mulai dari lalu lintas, kegiatan industri, hingga pada acara publik semisal musik dan kehidupan malam.

Suara-suara tersebut semakin memperburuk situasi perkotaan, khususnya pada pusat perkotaan yang tingkat penduduk yang padat

Kebisingan rekreasional dari acara-acara publik, tempat musik, dan kehidupan malam dapat semakin memperburuk situasi, khususnya di pusat-pusat perkotaan yang padat penduduknya.

Kota nyaris tak pernah tidur, kehidupan selalu berdetak di dalamnya—siang dan malam—jam berapa pun itu.

KLIK INI:  Triple Planetary Crisis Jadi Ancaman Serius Dunia Pertanian

Suara riuh itu, dalam sebuah studi baru dari Colorado State University terungkap bahwa dampaknya semakin meluas dan tidak adil. Bahkan berkaitan dengan praktik diskriminasi rasial dalam sejarah.

Polusi suara perkotaan merupakan masalah lingkungan yang semakin meresahkan dan disorot.  Banyak suara di luar ruangan yang tidak diinginkan dan berbahaya. Suara-suara itu dihasilkan oleh aktivitas manusia, misalnya  kebisingan lalu lintas, konstruksi, industri, hingga rekreasi.

Bagi manusia, paparan keriuhan atau kebisingan tingkat tinggi dalam waktu lama dapat menyebabkan berbagai masalah bagi kesehatan.

Hal ini termasuk gangguan pendengaran, penyakit yang berhubungan dengan stres, gangguan tidur, masalah kardiovaskular, dan penurunan kualitas hidup. Anak-anak, orang lanjut usia, dan mereka yang memiliki kondisi kesehatan yang sudah ada sebelumnya sangat rentan terhadap dampak ini.

KLIK INI:  Ngeri, Tubuh Manusia pun Mulai Didiami Mikroplastik
Juga menganggu satwa liar

Di daerah perkotaan, tidak hanya dihuni oleh manusia, tetapi juga satwa liar, misalnya burung. Polusi suara mengganggu pula kehidupan satwa liar tersebut.

Paparan polusi suara dapat mempengaruhi komunikasi, reproduksi, dan strategi kelangsungan hidup satwa liar. Misalnya, burung dapat mengubah frekuensi kicauannya untuk bersaing dengan kebisingan perkotaan, yang dapat berdampak pada panggilan kawin dan pertahanan wilayah.

Hewan lain mungkin menghindari area yang bising, sehingga menyebabkan fragmentasi habitat dan berkurangnya keanekaragaman hayati.

Studi yang dipublikasikan di jurnal Nature Ecology & Evolution tersebut mengungkapkan bahwa lingkungan yang secara historis dibatasi mengalami tingkat polusi suara yang jauh lebih tinggi saat ini. Secara khusus, lingkungan kelas D tahan terhadap tingkat kebisingan maksimum 17% lebih tinggi dibandingkan lingkungan kelas A.

KLIK INI:  Menteri LHK Menginspirasi dan Ajak Siswa Menjaga Lingkungan

Tim peneliti menganalisis distribusi kebisingan perkotaan berdasarkan sejarah pembagian ras di 83 kota di AS, serta melakukan tinjauan komprehensif terhadap ratusan penelitian mengenai dampak kebisingan terhadap satwa liar.

Studi tersebut merupakan penelitian pertama yang secara eksplisit menghubungkan polusi suara dengan pengurangan polusi suara, dan memberikan contoh jelas bagaimana permasalahan lingkungan hidup bersinggungan dengan ketidakadilan sosial.

Temuan-temuan itu mengkhawatirkan, sebab masyarakat di daerah yang tidak terkena dampak polusi tidak hanya menderita tingkat kebisingan yang lebih tinggi, namun tingkat kebisingan ini juga berada di atas tingkat yang diketahui menyebabkan masalah kesehatan yang signifikan.

Sara Bombaci yang merupakan asisten profesor di Departemen Ikan, Margasatwa, dan Biologi Konservasi CSU dan penulis utama studi ini. Dia menekankan pentingnya mempertimbangkan ketidakadilan sistemik ini ketika mengkaji dampak ekologi dan evolusi.

KLIK INI:  Belantara Foundation Sosialisasikan Forest Restoration Project: SDGs Together
Cara mengatasinya

Dilansir dari Earth mengatasi ketidakadilan dampak polusi suara bukan sekadar soal mengurangi tingkat kebisingan. Bombaci menganjurkan pendekatan holistik terhadap perencanaan kota yang mengintegrasikan mitigasi kebisingan ke dalam pengembangan ruang hijau dan taman.

Kota-kota seperti Denver berupaya mewujudkan perencanaan yang adil untuk meningkatkan akses terhadap taman dan ruang hijau bagi masyarakat yang kurang terlayani. Bombaci mengatakan kebisingan harus dipertimbangkan dalam rencana tersebut.

“Jika kita menambah ruang hijau tanpa mengurangi dampak kebisingan, kita mungkin tidak sepenuhnya menyadari manfaat dari ruang hijau tersebut,” katanya.

KLIK INI:  Ruang Terbuka Hijau di Makassar Kian Berkurang

Menurut Bombaci, satwa liar mungkin tidak akan kembali lagi ke ruang hijau perkotaan jika polusi suara masih menjadi masalah, namun mitigasi kebisingan dapat membantu. Pendanaan konservasi dan perencanaan kota dapat memberikan manfaat bagi manusia dan satwa liar.

Mengatasi polusi suara perkotaan memerlukan pendekatan multifaset. Perencanaan dan perancangan kota memainkan peran penting, termasuk penciptaan penghalang kebisingan, penempatan ruang hijau yang strategis, dan peraturan zonasi yang memisahkan kawasan pemukiman dari sumber kebisingan utama.

Penerapan teknologi yang lebih senyap dalam transportasi dan industri, serta penerapan peraturan pengendalian kebisingan yang ketat, sangatlah penting. Kesadaran dan pendidikan masyarakat mengenai dampak polusi suara juga dapat membantu mengurangi masalah tersebut.

KLIK INI:  Paropo 3S, Merekam Perubahan Kota Makassar Melalui Animasi

sumber: Earth