Hari Tanpa Tembakau Sedunia, New Normal dan Polusi Udara

oleh -427 kali dilihat
Hari Tanpa Tembakau Sedunia, New Normal dan Polusi Udara
Hari Tanpa Tembakau Sedunia - Ilustrasi/iNews
Anis Kurniawan

Klikhijau.com – Hari tanpa tembakau sedunia diperingati hari ini, 31 Mei 2020. Ini momen penting untuk mengingatkan betapa bahaya asap tembakau bagi kesehatan. Terlebih tahun ini ada pandemi Covid-19 yang berkaitan dengan penyakit pernapasan.

Tidak bisa dipungkiri bahwa rokok telah menimbulkan beragam penyakit khususnya penyakit pernapasan. Merokok juga berkontribusi terhadap polusi udara yang justru mengancam para perokok passif. Ini masalah yang sangat serius, mengingat betapa pentingnya menjaga kesehatan di masa pandemi dengan tidak merokok.

Hari tanpa tembakau sedunia diperingati oleh WHO sebagai kampanye global yang bertujuan untuk membantah mitos-mitos dan memberdayakan generasi muda dengan pengetahuan yang diperlukan untuk melawan taktik-taktik industri yang dirancang untuk menarik remaja agar merokok.

Ini tentu mencemaskan mengingat angka perokok aktif di Indonesia terus bertambah (Survei nasional yang diadakan pada tahun 2013 dan 2018). Indonesia menjadi salah satu Negara dengan jumlah perokok terbanyak di dunia. Bisa dibayangkan pula betapa tidak sehatnya udara yang dihirup dari akumulasi asap rokok yang bergentayangan tiada henti?

KLIK INI:  Seiring Perubahan Iklim, Pencurian Air oleh Korporasi Besar Merajalela
Pecandu nikotin menggoda anak­-anak

Faktanya, kita telah memanen akibatnya, sekitar 225.700 orang di Indonesia meninggal akibat merokok atau penyakit lain yang berkaitan dengan tembakau.

Prevalensi pada orang dewasa masih belum menunjukkan penurunan selama periode 5 tahun ini, sementara prevalensi merokok pada remaja usia 10-19 tahun meningkat dari 7,2% di tahun 2013 menjadi 9,1% pada 2018 — peningkatan sebesar kira-kira 20%.

Simak saja data terbaru dari Global Youth Tobacco Survey (GYTS) tahun 2019 yang menunjukkan bahwa 40,6% pelajar di Indonesia (usia 13-15 tahun), 2 dari 3 anak laki-laki, dan hampir 1 dari 5 anak perempuan sudah pernah menggunakan produk tembakau: 19,2% pelajar saat ini merokok dan di antara jumlah tersebut, 60,6%.

Bahkan tidak dicegah ketika membeli rokok karena usia mereka, dan dua pertiga dari mereka dapat membeli rokok secara eceran.

Data GYTS juga menunjukkan hampir 7 dari 10 pelajar melihat iklan atau promosi rokok di televisi atau tempat penjualan dalam 30 hari terakhir, dan sepertiga pelajar merasa pernah melihat iklan di internet atau media sosial.

KLIK INI:  Polusi Bahan Bakar Fosil Turunkan Tingkat Kesuburan Manusia?

Angka-angka tersebut tentunya sangat mengkhawatirkan karena menunjukkan bahwa generasi muda terus terekspos penggunaan tembakau dan iklan-iklan rokok dengan pesan tersamar yang dirancang dengan baik, untuk menarik generasi muda agar kecanduan tembakau dan nikotin.

Paparan terhadap tembakau di usia dini tak hanya menciptakan perokok seumur hidup. Namun juga dapat berkontribusi terhadap stunting dan menghambat pertumbuhan anak-anak.

Hal ini juga dapat meningkatkan risiko terjangkit penyakit tidak menular (PTM) kronis seperti penyakit jantung, penyakit saluran pernapasan kronis, diabetes, dan kanker saat mereka beranjak dewasa.

Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia tahun ini sangatlah penting selama pandemi COVID-19.

Penelitian menunjukkan bahwa SARS-CoV-2, jenis coronavirus yang menyebabkan COVID-19, umumnya memengaruhi sistem pernapasan. Sehingga membuat para perokok lebih mungkin mengalami gejala yang lebih parah, dibandingkan dengan mereka yang tidak merokok.

KLIK INI:  Kenalkan Lilou, Babi Pertama yang Jadi "Petugas" di Bandara!

Penyakit penyerta, atau kondisi kesehatan yang telah dialami sebelumnya seperti PTM yang disebut di atas. Juga ditemukan dapat meningkatkan risiko menderita COVID-19 yang parah jika sampai terjangkit.

WHO merekomendasikan agar semua orang memahami dan menyebarkan kesadaran akan risiko penggunaan tembakau bagi kesehatan dan kemakmuran generasi muda di masa depan.

New normal dan perubahan kebiasaan

Semenjak pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia, ada pengurangan aktivitas di luar rumah. Fenomena ini menarik karena berdampak pada berkurangnya asap rokok di ruang publik. Polusi asap rokok setidaknya tidak mendekati aktivitas manusia.

Tetapi, apakah perokok juga berhenti merokok semalam pandemi? Tidak rupanya! Para perokok tetap menjalankan kebiasaannya di rumahnya masing-masing atau di tempat tertentu. Bedanya, tidak terlalu banyak orang yang menjadi perokok passif di sekitarnya. Tetapi, tetap saja akan membahayakan keluarga dan kerabatnya.

KLIK INI:  Sampah di Lokasi Bencana Sulbar Menumpuk, Komunitas Laut Biru Turun Tangan, Aksinya Inspiratif!

WHO sudah memperingatkan bahwa merokok dapat memperparah penyebaran covid-19. Di sosial media khususnya Twitter hari ini, #HariTanpaTembakauSedunia, menjadi salah satu yang terpopuler. Sejumlah pihak menuturkan cuitan tegas agar kebiasaan merokok dihentikan..

Seruan ini bersifat mendesak karena semua pihak harus mengambil tindakan kolektif untuk menjaga kesehatan dan mengurangi sumber penularan penyakit.

“Merokok harus dihentikan”, kira-kira begitu pesan banyak netizen hari ini. Ada pula yang mencoba membangun narasi “Tolak bujukan rokok”, untuk mencegah anak dan remaja dari bujukan rokok.

Ini bukan sekadar seruan belaka, di masa pandemi ini, narasi seperti ini boleh jadi suatu bentuk reaksi kemarahan dari orang-orang yang tidak merokok. Covid-19 sejatinya telah mendidik kita untuk berhenti merokok dan memulai era “new normal” yang serba sehat.

Banyak pihak berharap banyak agar era “new normal” juga berdampak pada penurunan angka perokok. Penggunaan masker dan pola hidup bersih dan sehat bukankah akan mendidik kita untuk meninggalkan rokok. Ini hanya butuh sedikit keberanian dan langkah kolektif untuk para perokok bisa hijrah dari kebiasaan lamanya.

Seperti ucapan seorang netizen di Twitter: Merokok BUKAN HAK asasi manusia, Hak Asasi manusia adalah mendapatkan udara bersih dan hidup sehat!

KLIK INI:  Penelitian Terbaru Mengungkap, Gas Beracun Kian Kepung Ruang Udara Jakarta