Ketika Limbah Kulit Pisang Berubah Jadi Masker di Tangan Mahasiswa

oleh -674 kali dilihat
Ketika Limbah Kulit Pisang Berubah Jadi Masker di Tangan Mahasiswa
Ilustrasi masker/foto-Ist
Irhyl R Makkatutu
Latest posts by Irhyl R Makkatutu (see all)

Klikhijau.com – Protilusi atau Produk Anti Polusi jadi nama untuk melabeli masker kulit pisang. Masker itu diciptakan oleh  lima mahasiswa Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak.

Kelimanya berasala dari lintas fakultas. Mereka memanfaatkan limbah kulit pisang menjadi filter karbon aktif.  filter karbon itu sebagai satu di antara bahan baku untuk membuat masker yang bebas polusi.

Bahan yang dipilih kelimanya menjadi bahan masker termasuk melimpah. Ini mengingat pisang merupakan buah yang banyak tumbuh di Indonesia. Indonesia juga merupakan salah satu negara yang dikenal sebagai produsen pisang dunia. Indonesia telah memproduksi pisang sebanyak 6,20% dari total produksi dunia, 50% produksi pisang (Afriandi dkk, 2018).

Sementara  Arif Hartono dkk, (2018) mengungkapkan, tanaman pisang merupakan tanaman holtikultura yang menjadi salah satu bahan ekspor yang baik dan sangat potensial bagi negara. Di samping itu pisang juga merupakan jenis tanaman yang setiap saat berbuah tanpa ada istilah musim.

KLIK INI:  Dosen Unsoed Ciptakan Masker Canggih yang Bisa Deteksi Covid-19

Tanaman pisang dapat dikatakan sebagai tanaman serbaguna. Baik akar, umbi (bonggol), batang, daun sampai kulitnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.

Limbah kulit pisang selama ini hanya terbuang begitu saja, meski sebenarnya banyak manfaatnya, termasuk dalam hal kesehatan.

Menurut  Afriandi dkk  (2018) limbah kulit pisang mengandung zat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Ekstrak kulit pisang mengandung antioksidan cukup tinggi dengan aktivitas 95,14%. Kandungan antioksidan pada ekstrak kulit pisang sangat bermanfaat bagi tubuh.

Upaya menyelamatkan lingkungan

Pemilihan kulit pisang menjadi masker oleh kelompok yang diketuai Lestia Wahyuni dari Fakultas Kedokteran, Vanie dan Dian Novita dari fakultas yang sama, Sendi Fadrul Rahman dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis dan Tivany Belancia dari Fakultas Teknik   bukan tanpa alasan.

KLIK INI:  Intip Program UPSA di Gorontalo, Melibatkan Warga dalam Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Pemilihan itu  merupakan upaya kelima mahasiswa tersebut  untuk mengurangi limbah terutama kulit pisang di Pontianak yang berpotensi mencemari lingkungan. Apalagi  banyak  masyarakat, pedagang pisang goreng tradisional bahkan pisang goreng kekinian yang selama ini hanya membuang begitu saja limbah kulit pisang tanpa diolah lebih lanjut.

Karena itu, kelompok ‘kecil’  ini memanfaatkannya menjadi bahan masker untuk  menyelamatkan lingkungan. Hasilnya  karya tersebut mengantarkan mereka masuk nominasi dalam Lomba Masker Kreatif Pontianak 2020.

“Jadi, konsep masker kami itu memadukan filter karbon aktif  dari limbah kulit pisang dengan masker kain pada umumnya. Namun, yang membuat konsep kami beda dari yang lain yaitu kami memadukan desain masker dengan kain khas melayu Kalbar yaitu kain tenun corak insang dengan sedikit tambahan manik manik agar lebih estetik,” ujar Lestia seperti  dikutip dari Antara.

Menurut Lestia  manfaat filter karbon aktif di masker buatan mereka sebagai penyaring polusi.  Tidak hanya itu, masker  kulit pisang tersebut  dibuat dengan dua lapis kain ditambah satu filter karbon aktif di dalamnya, yang diharapkan juga bisa digunakan sebagai upaya pencegahan Covid-19 karena juga berfungsi sebagai antidroplet .

KLIK INI:  SPORC Rayakan HUT ke-14, Begini Permintaan Wamen LHK!

Meski bahannya melimpah, namun ada tantangan dalam pembuatan masker kulit pisang tersebut, yakni  pembuatan karbon yang harus melewati beberapa tahap sampai jadi karbon aktif . Setelah itu  mencari bahan dengan kualitas yang baik dan nyaman digunakan.

“Agar masker yang kami  buat  berkualitas. Kami juga bekerja sama dengan penjahit Iphelamoda yang membantu dalam proses penjahitannya masker,” beber Lestia.

Oya, kulit pisang kebanyakan masih merupakan limbah pertanian yang dibuang begitu saja sehingga sering menimbulkan pencemaran lingkungan. Karenanya, perlu dicarikan solusi penanganannya dengan dimanfaatkan menjadi suatu memiliki nilai ekonomi, dan hal tersebut telah dilakukan oleh Lestia bersama empat rekannya.

KLIK INI:  Lelaki Tua, Tristania, dan Jalan Terjal Reboisasi di Jannaq Loe