Kenaikan Permukaan Air Laut Bisa Mengisolasi Masyarakat Pesisir?

oleh -32 kali dilihat
Menilik Potensi Ekonomi Biru di Sulsel Berbasis Kolaborasi Multi Sektor
Ilustrasi pesisir - Foto/Ist

Klikhijau.com – Kenaikan permukaan air laut jadi ancaman tak terhindarkan bagi masyarakat pesisir. Mereka semakin rentan mengalami banyak masalah. Terisolasi salah satunya.

Sebuah studi terbaru yang dipimpin Profesor Kelsea Best dari The Ohio State University menyoroti fenomena penting ini.

Para ahli melaporkan bahwa ketika banjir semakin parah. Kelompok masyarakat yang kurang beruntung akan menjadi pihak yang paling merasakan beban perubahan iklim yang paling parah.

Temuan utama dari penelitian ini adalah risiko tidak proporsional yang dihadapi oleh kelompok minoritas ketika permukaan air laut naik di atas 4 kaki.

KLIK INI:  Pada Cengkeraman Akar Vetiver, Gowa Berharap Longsor Teratasi

Kelompok-kelompok ini lebih mungkin mengalami isolasi, karena akses mereka terhadap layanan penting seperti layanan darurat, sekolah, dan toko kelontong sangat terganggu.

Risiko ini semakin diperburuk bagi para penyewa dan orang lanjut usia, yang menyoroti titik temu antara kesenjangan sosial historis dan kerentanan terhadap perubahan iklim.

Di Amerika Serikat, menurut penelitian tersebut, diperkirakan 20 juta penduduk pesisir akan berisiko terkena banjir akibat kenaikan permukaan air laut (SLR) dan/atau gelombang badai pada tahun 2030.

KLIK INI:  Menjejaki Budaya Masyarakat Buang Sampah di Halaman Belakang

Namun hanya ada sedikit bukti mengenai beban SLR yang berlipat ganda dan berjenjang yang tidak hanya disebabkan oleh genangan langsung akan mempengaruhi populasi yang kurang beruntung.

“Kita perlu mengkonsep ulang bagaimana kita mengukur siapa saja yang terbebani oleh kenaikan permukaan air laut karena ada banyak kemungkinan masyarakat akan terbebani sebelum rumah mereka terendam banjir,” ujar Profesor Best.

Profesor Best mengatakan, langkah pertama untuk mengkarakterisasi ancaman-ancaman tersebut dengan lebih baik adalah dengan mengubah cara para peneliti menilai risiko masyarakat.

Menurutnya, sebagian besar penelitian mengukur hal ini dengan secara eksklusif menentukan dampak melalui banjir langsung. Namun memusatkan perhatian pada pengukuran itu saja akan mengabaikan dampak kenaikan permukaan air laut yang lebih kompleks, seperti isolasi, dan memperkuat kesenjangan di wilayah pesisir.

KLIK INI:  Tiga Direktur Pemilik Kayu Ilegal di Jayapura Resmi Jadi Tersangka

Kenapa perlu? Karena masyarakat memerlukan akses ke tempat-tempat penting seperti toko kelontong, sekolah umum, rumah sakit, dan stasiun pemadam kebakaran. Para peneliti berpendapat bahwa ketidakmampuan untuk menjangkau tempat-tempat tersebut berdampak negatif terhadap individu seperti jika mereka sendiri yang tinggal di rumah yang terendam banjir, dan harus didokumentasikan. Dengan demikian.

Para peneliti menggabungkan data jaringan jalan OpenStreetMap dengan skenario air tinggi rata-rata NOAA dan data sensus terbaru. Analisis tersebut mengungkapkan bahwa risiko isolasi suatu kelompok sangat terkait dengan tata letak spesifik jaringan jalan dan lokasi layanan penting dalam kaitannya dengan tempat tinggal individu yang berisiko.

Perlu sumber daya dan kebijakan adaptasi

Tim peneliti menemukan bahwa populasi Hispanik sering kali lebih banyak berada pada kelompok risiko isolasi, mulai dari kenaikan permukaan laut setinggi 4 kaki. Sementara populasi kulit hitam menghadapi risiko serupa setelah ketinggian 6 kaki. Sebaliknya, populasi kulit putih kurang terwakili dalam penilaian risiko ini.

KLIK INI:  Melihat Dampak Baik dari Kenaikan Permukaan Air Laut Menurut Studi

Profesor Best menekankan perlunya sumber daya dan kebijakan adaptasi yang ditargetkan untuk mendukung mereka yang secara historis terpinggirkan, dan menekankan bahwa pendekatan ‘satu untuk semua’ tidaklah cukup dan memperburuk kesenjangan yang ada.

Studi yang tertibkan jurnal Nature Communications memaparkan garis waktu yang mengkhawatirkan mengenai timbulnya risiko isolasi di masyarakat pesisir. Melalui perbandingan dua skenario kenaikan permukaan air laut jangka panjang, para peneliti menemukan bahwa dampak isolasi dapat terwujud pada awal tahun 2090. Garis waktu ini menggarisbawahi pentingnya mengatasi perubahan iklim dan menerapkan langkah-langkah adaptif.

“Garis waktu ini penting dari sudut pandang perencanaan dan adaptasi,” kata Profesor Best. “Salah satu alasan kami memasukkan bagian temporal adalah untuk mengatakan bahwa masalah ini tidak akan menjadi masalah besar jika kita melakukan mitigasi yang mendesak dan agresif.”

Lebih jauh, Profesor Best mengatakan, dampak perubahan iklim akan semakin meluas dan meluas dibandingkan yang terlihat secara langsung, dan dampaknya tidak akan dirasakan secara adil. Jadi kita perlu memikirkan kelompok-kelompok yang paling berisiko sejak awal dan mengembangkan kebijakan untuk mendukung mereka. ***

KLIK INI:  Mangrove, Energi Kehidupan di Pesisir yang Terlupakan

Dari Earth