Ada Apa di Balik Proyek Kalung Eucalyptus Kementan dan Klaim Antivirus Corona?

oleh -377 kali dilihat
Ada Apa di Balik Proyek Kalung Eucalyptus Kementan dan Klaim Antivirus Corona
Kalung Eucalyptus - Foto/Twitter

Klikhijau.com – Saat semua disibukkan upaya penanganan pendemi Covid-19, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Menteri Syahrul Yasin Limpo (SYL) membuat pernyataan kontrovesrial dengan menciptakan ‘Kalung Antivirus Corona Eucalyptus’. Respon publik beragam atas ini. Ada yang senang, Sebagian lagi melontarkan kritik.

Respon publik tidak hanya datang dari jemaah netizen yang ‘maha benar’, tetapi dari kalangan profesional juga angkat bicara soal kontroversi tersebut.

Komentar paling pedas datang dari kalangan netizen dengan trending twitter #KalungAntiBego. Bukan sekali ini saja, pasalnya pemerintah Indonesia memang suka membikin “lelucon” dalam penanganan virus corona selama pandemi ini.

Di berbagai platform penjualan online pun kini banyak yang menjual kalung antivirus yang diklaim dapat membunuh virus corona, namun belum teruji kebenarannya.

Hal senada juga pernah terjadi di Jepang.  Bahkan pada awal Maret lalu, karena saking viralnya kalung bernama “Virus Shut Out” yang katanya bisa menangkal virus corona, para selebriti Tanah Air pun ramai-ramai memakai kalung itu yang bentuknya menyerupai ID Card.

KLIK INI:  Bendungan Bili-Bili Status Waspada, Begini Pernyataan Bupati Gowa

Apakah keputusan Bapak Menteri salah? Tidak juga. Berdagang kan boleh saja, tidak dilarang. Seperti mengatakan corona bisa mati dengan minum ramuan jahe merah yang membuat jahe langka di pasaran karena diserbu pembeli dan harga menjadi naik.

Namun meski akhirnya yang repot kita (red: masyarakakt) juga; digiring untuk mempercayai overklaim yang kelewatan. Banyak masyarakat yang menilai bahwa itu hanya bentuk proyek dan program ajimumpung di masa pandemi dengan mengomersilkannya.

Penelitian Kementan, melalui Balitbang yang dipimpin oleh Fadjry Djufry, telah dilakukan semenjak Maret 2020. Menurut Kementan, kalung ini telah diuji cobakan kepada beberapa pasien yang terpapar virus corona di Indonesia, dan hasilnya pasien tersebut sembuh.

Fadry Jufry, dibantu lembaga seperti Balai Besar Veteriner, Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, serta Balai Penelitian Tanaman Obat dan Rempah dikerahkan untuk menyusun rekomendasi bahan aktif potensial dari komoditas pertanian.

Setelah dua bulan bekerja, penelitian mereka berujung pada satu kesimpulan: tanaman eucalyptus  atau lebih dikenal dengan minyak kayu putih ini berpotensi sebagai antivirus yang paling prospektif dari seluruh tanaman herbal.

KLIK INI:  Krisis Pangan Global Kian Nyata, Kementan Tolak Alih Fungsi Lahan

Kita berprasangka baik saja, waktu Menteri SYL memperkenalkan produk kalung anti virus corona keceplosan dan mengambil kesimpulan terburu-buru bahwa Eucalyptus mampu membunuh virus corona sampai 42 persen, bahkan dia menyebut sampai 80 persen.

Meskipun, data yang dipaparkan hasil dari riset Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan). Jadi sebenarnya produknya masuk akal asalkan nyebutnya bukan “antivirus”.

Eucalyptus memiliki kandungan senyawa aktif 1,8-cineole (eukaliptol). Senyawa ini dipercaya memiliki kandungan antivirus, antiinflamasi, dan antimikroba. Djufry mengaku sudah melakukan penambatan molekul (molecular docking) dan uji in vitro (dalam lingkungan buatan) di Laboratorium Balitbangtan.

M pro adalah main protease (3CLPro) dari virus corona yang menjadi target potensial dalam penghambatan replikasi virus corona. Sedangkan, kandungan bahan aktif 1,8-Cineole pada eucalyptus sangat beragam, dari konsentrasi yang tinggi, sedang, dan rendah.

Padahal bahan ini yang digunakan untuk membunuh 80-100 persen virus influenza dan corona. Oleh sebab itu, untuk menghasilkan sejumlah produk berbasis eucalyptus, Balitbangtan sudah lebih dulu melakukan pengukuran terhadap kandungan bahan aktif yang ada di eucalyptus.

KLIK INI:  Telur Anti Corona: Humor dan Rumor dalam Masyarakat Indonesia

Hasil penelitian tersebut menyimpulkan minyak atsiri Eucalyptus citriodora bisa menjadi antivirus terhadap virus avian influenza subtipe H5N1 atau lebih dikenal dengan “flu burung”, serta virus gama dan beta corona. Kepala Balitbangtan Fadjry mengklaim, senyawa yang terkandung di dalam tanaman eucalyptus bisa digunakan ke dalam kalung antivirus SARS-CoV-2.

Namun, pada akhirnya pernyataan Menteri SYL tersebut diklarifikasi oleh pihak Balitbangtan bahwa kalung yang terbuat dari kayu putih (eucalyptus) itu bukan kalung antivirus. Tetapi hanya sebagai aksesori kesehatan saja.

Namun, yang perlu digarisbawahi adalah bahan yang dipakai untuk ‘kalung antivirus’ berupa ekstrak kayu putih (eucalyptus) memang berkhasiat meredakan flu dan mempunyai banyak manfaat.

Berdasarkan temuan yang dipublikasikan dalam BMC Immunology, minyak eucalyptus dapat merangsang respons sistem kekebalan tubuh, merujuk Medical News Today.

Para peneliti menemukan bahwa eucalyptol meningkatkan respons sistem kekebalan fagositik terhadap patogen. Fagositosis merupakan proses ketika sistem imun menelan dan menghancurkan partikel asing seperti bakteri, virus, dan partikel lain yang berbahaya.

KLIK INI:  Terbayang, Sampah Kampanye Kira-Kira Akan Meluber ke Mana?

Selama bertahun-tahun, minyak eucalyptus telah menjadi salah satu komposisi dalam obat untuk meredakan batuk. Kandungan aktif antibakteri, virus, dan jamur bertindak sebagai ekspektoran untuk mengencerkan lendir.

Bahkan beberapa orang dengan kondisi asma yang parah dapat menurunkan dosis steroidasinya jika mereka menggunakan terapi eucalyptol.

Masyarakat Indonesia sering menghirup dan mengoles minyak kayu putih untuk meringankan gejala pusing dan sakit kepala. Ternyata metode pengobatan rumahan ini tidak sepenuhnya salah, sebab menghirup minyak kayu putih dapat mengurangi rasa sakit.

Senyawa anti-inflamasi dalam eucalyptus, seperti cineole dan limonene, dapat bertindak sebagai penghilang rasa sakit, merujuk National Library of Medicine.

Eucalyptus merupakan bahan umum yang terkandung dalam obat pilek, flu, dan batuk yang bisa mengurangi volume lendir dan memperluas bronkus dan bronkiolus paru-paru.

KLIK INI:  Masyarakat Pulau Tomia di Wakatobi Bangkitkan Tradisi “Heole-Ole’a”

Eucalyptol, atau juga dikenal sebagai cineole, dapat mengurangi gejala pilek seperti hidung tersumbat, dan sakit tenggorokan. Ketika merasakan gejala pilek, hiruplah minyak kayu putih melalui hidung atau dioleskan di bagian leher dan dada agar aromanya dapat tercium.

Selain itu, eucalyptus juga dimanfaatkan dalam pengobatan tradisional untuk membersihkan sinus dan mengurangi peradangan.

Orang yang mengalami sakit kepala karena sinusitis dapat berkurang rasa sakitnya dengan menghirup minyak kayu putih. Sakit kepala akibat tegang juga bisa menghirup aromanya agar lebih rileks dan meredakan stres.

Bahkan campuran eucalyptus dan peppermint yang dioleskan ke dahi dan pelipis dapat meredakan sakit kepala lebih efektif ketimbang acetaminophen dan aspirin.

Oleh karenanya, jika klaim Kementan dan Balitbangtan itu benar, kenapa masyarakat musti membeli kalung antivirus yang jelas-jelas bahan pembuatannya sama dengan minyak kayu putih pasaran yang telah beredar luas di masyarakat.

Bukankah ini jauh lebih efektif dan lebih murah penangannya jika menyarankan masyarakat menggunakan minyak kayu putih sesering mungkin untuk menghentikan penyebaran virus covid-19 ini.

Satu lagi, jangan sampai sejak adanya kalung ini, masyarakat kembali panic buying dengan membeli produk-produk berbahan eucalyptus, juga membeli kalung (klaim) “antivirus” tersebut sehingga monopoli komoditi minyak kayu putih marak terjadi. Semoga saja tidak demikian.

KLIK INI:  Teror Bagi Pepohonan Meningkat Jelang Pilkada