Temuan Terbaru, Cuaca Panas Sebabkan Seseorang Jadi Pemarah

oleh -113 kali dilihat
Temuan Terbaru, Cuaca Panas Sebabkan Seseorang Jadi Pemarah
Ilustrasi marah/Foto-styl.id

Klikhijau.com – “Sendu musim panas”, begitulah sebutan hasil penelitian terbaru yang mengaitkan cuaca panas dengan agresi, bunuh diri, dan kekerasan.

Penelitian ini menemukan fakta bahwa hormon stres meningkat seiring naiknya suhu. Orang-orang akan menjadi pemarah dan mudah kesal di suhu hangat.

Ada banyak bukti tentang hal ini dari beberapa dekade terakhir. Penelitian yang dimaksud diawal artikel ini dilakukan oleh tim peneliti Polandia.

Mereka menemukan jumlah hormon penyebab stres kortisol, lebih rendah di musim dingin daripada musim panas. Lalu, kenaikan suhu membuat kita mudah tersinggung.

KLIK INI:  Agar Kolestrol Lekas Turun Usai Idul Fitri, Imbangi dengan Buah Ini!

Ini bisa berimplikasi pada kesehatan karena hormon tersebut penting untuk mengatur gula, garam, dan cairan ke seluruh tubuh.

Kortisol disebut sebagai hormon stres karena ia dilepaskan ke aliran darah saat masa-masa sulit atau situasi yang mengecewakan.

Hormon tersebut membantu mengurangi inflamasi dan penting untuk menjaga kesehatan secara keseluruhan. Penyakit, kurang tidur, dan beberapa obat bisa memengaruhi kadar kortisol tersebut.

Orang lebih condong bertarung saat cuaca panas

Dr. Dominika Kanikowska, ahli patofisiologis di Poznan University of Medical Sciences mengatakan, temuan penelitian ini cukup mengejutkan.

Data asli yang pertama kali menghubungan suhu panas dengan kebencian berasal dari statistik kejahatan.

Para analis menekankan, orang-orang sering terlibat kekerasan di musim panas. Terutama saat suhunya lebih hangat dari biasanya.

Sejumlah teori telah menyatakan, kenaikan temperatur menyebabkan peningkatan denyut jantung, testoteron dan reaksi metabolik lain yang memicu sistem saraf simpatik.

Saraf tersebut bertanggung jawab pada respons bertarung atau berlari (fight or flight). Ternyata ketika cuaca panas, orang-orang lebih condong pada respons bertarung.

Dr. Dominika bersama tim meneliti sekelompok mahasiswa kedokteran perempuan di dua hari terpisah. Di musim dingin dan panas.

Mereka mengambil sampel air liur setiap dua jam sekali selama periode penelitian. Ini untuk mengukur jumlah kortisol dan tanda inflamasi.

Para partisipan juga diminta mengisi kuesioner gaya hidup mengenai jadwal tidur, dite, dan aktivitas fisik mereka.

Hasilnya menunjukkan fakta bahwa kadar kortisol lebih tinggi di musim panas. Sementara, pada level inflamasi di kedua musim tersebut, tidak ada perubahan signifikan.

KLIK INI:  Masih Kecil Sudah Diserang Mag? 5 Hal Ini Pemicunya!