JPIK : Deforestasi di Taman Nasional Kerinci Seblat Harus Segera Diakhiri

oleh -44 kali dilihat
JPIK : Deforestasi di Taman Nasional Kerinci Seblat Harus Segera Diakhiri
Foto Kayu Bulat Meranti yang diduga hasil pembalakan liar di kawasan hutan Kabupaten Katingan Provinsi Kalimantan Tengah - dok. JPIK Kalteng-PPLH Mangkubumi

Klikhijau.com – Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) adalah jaringan individu dan lembaga yang bekerja sebagai pemantau independen kehutanan di Indonesia. JPIK juga telah terdaftar dan menjadi bagian sistem verifikasi legalitas dan kelestarian (SVLK) serta dilindungi undang-undang dalam menjalankan kinerjanya.

Saat ini JPIK memiliki 66 anggota lembaga dan 614 anggota individu yang tersebar di 26 provinsi dari Aceh hingga Papua. Tiga mandat utama JPIK dalam menjalankankan kinerja antara lain: (1) Peningkatan kapasitas masyarakat adat dan komunitas lokal, (2) Pemantauan sektor dan industri kehutanan, (3) Kampanye serta advokasi masyarakat adat/lokal terhadap akses sumber daya hutan dalam kerangka tindak lanjut pemantauan.

Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) menjadi kawasan prioritas pemantauan JPIK, dengan pertimbangan bahwa sepanjang tiga tahun terakhir atau periode 2021 – 2023 masih mengalami problem deforestasi yang didorong oleh maraknya illegal logging dan perambahan kawasan.

Dengan kata lain, eksploitasi pada kawasan yang notabene memang dirancang sebagai Kawasan Pelestarian Alam masih marak ditengah tantangan krisis iklim yang saat ini terjadi. Data dari Platform Global Forest Watch menyebutkan, Kawasan TNKS dari 2016 – 2022 telah kehilangan ±34000 Ha tutupan hutan primer.

Hasil perhitungan JPIK Berdasarkan pemanfaatan nilai indeks vegetasi, dan indeks keterbukaan lahan pada periode 2019-2021, TNKS kehilangan tutupan hutan seluas 13803,391 Ha. Tidak mengherankan jika pada sidang Komite Warisan Dunia (World Heritage Committee/ WHC) UNESCO ke-45 di Riyadh, Arab Saudi, pada 10-25 September 2023 menetapkan Hutan Hujan Tropis Sumatera (diantaranya Taman Nasional Kerinci Seblat) sebagai warisan dunia dalam bahaya. Penetapan ini tak berubah sejak 2011 atau sudah selama 12 Tahun1.

KLIK INI:  3 Penyebab Utama Kerusakan Hutan yang Penting Diketahui

JPIK juga melakukan verifikasi lapangan (groundcheck) pada kurang lebih 52 titik peringatan hilangnya tutupan pohon di kawasan TNKS yang ada pada tiga provinsi Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Bengkulu dengan areal terbuka tidak kurang dari 500 Ha. Jumlah total titik peringatan GLAD untuk 3 provinsi di wilayah TNKS selama periode September 2022 – Juni 2023 adalah 4389 titik.

Areal yang terverifikasi sebagian dialihfungsikan menjadi lahan pertanian dan perkebunan oleh masyarakat lokal maupun para pendatang. Dengan ragam tanaman yang diusahakan seperti tanaman hortikultura, durian, pinang, kopi, karet, hingga sawit. Terdapat beberapa faktor penting yang mendorong terjadinya illegal logging dan perambahan di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, antara lain: faktor ekonomi, terbukanya akses jalan menuju TNKS, banyaknya sawmill ilegal di wilayah sekitar TNKS, belum optimalnya pengawasan dari petugas, indikasi atau dugaan “beking” oknum aparat keamanan dan desa, dan terbatasnya partisipasi publik dalam kegiatan pemantauan.

Verifikasi di wilayah Bengkulu menghasilkan temuan perambahan dengan kegiatan alih fungsi hutan menjadi pertanian dan perkebunan kopi, sawit, dan pinang. Terdapat 4 hamparan luas dengan total ± 57 Ha dengan 80%-nya sudah ditanami kopi jenis robusta.

Selain itu, JPIK Bengkulu menemukan adanya lahan kelapa sawit berumur 6 tahun seluas 3 Ha di dalam kawasan TNKS yaitu Desa Pondok Baru Kecamatan Selagan Raya Kabupaten Mukomuko. Total luasan perkebunan sawit yang ditemukan oleh tim JPIK Bengkulu setidaknya seluas 8 Ha baik yang baru ditanam maupun yang sudah berumur 6 tahunan di dalam kawasan TNKS.

KLIK INI:  Mitigasi Gempa dan Tsunami Harus Jadi Budaya Masyarakat

Wilayah Sumatera Barat yang dijadikan lokasi verifikasi ada di Kabupaten Solok Selatan dan Pesisir Selatan. Area pemantauan di Sumatera Barat menunjukkan Nagari Padang Air Dingin Kecamatan Sangir Jujuhan ditemukan pembukaan lahan untuk perkebunan dan indikasi ilegal logging dengan luas terindikasi 50 – 100 Ha dan juga ada dugaan keterlibatan oknum aparat dan pejabat pemerintahan terhadap aktifitas pembukaan lahan dan illegal logging di kawasan TNKS. Nagari Sindang Lunang Kecamatan Lunang Kabupaten Pesisir Selatan di temukan indikasi pembukaan lahan untuk perkebunan dan indikasi Ileggal Logging dengan luas indikasi 16 Ha yang mana hasil kayu-kayu tersebut di bawa ke sawmill disekitar wilayah tersebut yang sebelumnya sawmill tersebut November 2022 pernah di tertibkan oleh aparat penegak hukum.

JPIK Sumatera Barat juga menemukan indikasi 200 titik berdasarkan citra satelit pembukaan lahan dikawasan TNKS di Kabupaten Solok Selatan yang meliputi Nagari Lubuk Gadang Utara, Lubuk Gadang Timur, dan Nagari Lubuk Gadang Selatan.

Sementara itu, JPIK Sumatera Selatan melakukan verifikasi lapangan di Kabupaten Musi Rawas dan Musi Rawas Utara. Estimasi deforestasi ilegal yang terjadi dan terindentifikasi yang berada di 3 lokasi pemantauan yaitu : TNKS yang berada di Desa Kuto Tanjung dan Napal Licin berkisar 100 – 200 Ha, sedangkan TNKS yang berada di Desa Pasenan Tinggi berkisar 50 – 100 Ha. Kayu hasil illegal logging dipasok ke sawmill-sawmill yang berasal dari luar desa, yakni Kota Lubuk Linggau, Musi Rawas dan Musi Rawas Utara.

Kayu-kayu hasil illegal logging di keluarkan menuju dermaga Desa Kuto Tanjung dengan cara dihanyutkan melalui aliran Sungai Rawas sampai di dermaga yang ada di Desa Kuto Tanjung, kemudian kayu-kayu tersebut diangkut melalui jalur darat mengunakan truk-truk tertutup menuju panglong/sawmill yang ada di Kota Lubuk Linggau dan Muara Rupit kemudian didistribusikan pada pembeli sampai ke Kota Jambi dan Palembang.

KLIK INI:  Indonesia Tak Ambisius dalam Target Penurunan Emisi, Ini Kritik Madani dan WAHLI!

Dengan mempertimbangkan fungsi penjaga keseimbangan ekologis, kerusakan yang terjadi pada kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat telah meningkatkan potensi kerawanan dan dampak terhadap bencana banjir, puting beliung, hingga tanah longsor yang terjadi di beberapa provinsi TNKS yaitu Sumatera Selatan, Sumatera Barat dan Jambi.

Oleh karena ini deforestasi yang terjadi di Taman Nasional Kerinci Seblat haru segera diakhiri, dengan melibatkan semua stakeholder.

Upaya perlindungan kolaboratif TNKS telah banyak dilakukan selama beberapa tahun terakhir, mulai dari Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) melalui pengembangan usaha berbasis potensi lokal desa dalam skema perhutanan sosial maupun kemitraan konservasi, hingga pelibatan masyarakat sekitar TNKS untuk melakukan patroli. Namun demikian, ditengah kasus perambahan dan illegal logging kawasan TNKS masih terus terjadi, diperlukan partisipasi publik yang lebih luas.

Dengan adanya platform spasial seperti Global Forest Watch (GFW) yang tersedia bebas hari ini, publik dapat terlibat secara aktif dalam melakukan monitoring kondisi kawasan TNKS dan mencermati penyebab kerusakannya secara efektif dan efisien.

KLIK INI:  Upaya Selamatkan Kuil Angkor Wat di Kamboja dengan Sepeda